Nara sumber yang diundang Najwa nampaknya hanya berkutat dan memiliki kompetensi dalam menjawab permasalahan pertama saja. Itupun tidak pernah mendapatkan kesepakatan. Namun hal ini adalah hal yang lumrah karena mereka yang hadir kebanyakan berlatar belakang pendidikan hukum. Bukankah ketika 2 orang sarjana hukum berdiskusi dan berdebat akan muncul lebihdari 2 pendapat dan gagasan. Â Jadi.wajar masalah ini tidak pernah selesai...lebih baik dibawa ke Pengadilan saja.
Permasalahan KeduaÂ
Hal kedua yang menjadi permasaahan adalah tentang Test Wawsan Kebangsaan (TWK) apakah valid atau tidak.Â
Hal ini yang tidak dikuasai oleh Nara Sumber di dalam acara Mata Najwa. Nampaknya hanya Emrus Sihombing yang dapat menguasai bahasan tentang bagaimana TWK dilaksanakan. Nara sumber lain tidak pernah bisa memahami konteks perdebatan tentang substansi TWK dan bagaimana mekanisme kerja tim asesor dalam TWK. Satu pertanyaan, tentu saja tidak bisa mewakili sebuah kesimpulan karena kesimpulan itu diambil dari seluruh jawaban atas berbagai pertanyaan yang dimunculkan.Â
Dalam test psikologi, bukan hal tidak tidak mungkin pertanyaan juga melakukan pengulangan pertanyaan. Â Bahkan Feri Amsari, Â seorang dosen sekaligus aktivis nampak sekali tidak menguasai bagaimana mekanisme assessment dilakukan. Â Pertanyaan yang disampaikannya kepada Emrus Sihombing menunjukkan hal itu. Kehadiran Azyumardi Azra dan Asfinawatipun hanya sebagai pemanis ketika di akhir diskusi, perbincangan mengarah kepada pelaksanaan TWK ini. Â
Oleh karena itu, apabila diskusi di Mata Najwa ini ingin lebih berbobot, maka ada baiknya mengundang tim dari Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang akan harus disandingkan dengan assessor ahli, atau psikolog yang dapat membaca dan menganalisa dari TWK tersebut, serta menantang bagaimana perumusan normanya dalam TWK. Â
Di Belakang Layar
Pada akhirnya durasi waktu membatasi acara Mata Najwa. Namun demikian, diskusi masih berlanjut hingga dibalik layar menjelang pulangnya Nara Sumber. Nampak aktif Kapitra Ampera cukup dominan dala diskusi lanjutan dibalik layar. Najwapun tetap berperan sebagai moderator sekaligus pengarah diskusi.
Akhirnya dari diskusi ini terlihat bagaimana sikap masing -- masing nara sumber. Asfinawati terus berkoar tentang "ramalan" akan adanya penculikan, Feri Amsari tetap tidak memperlihatkan ketidakpahaman tentang konteks assessment, Kapitra Ampera kemudian mendorong pegawai KPK yang tidak lolos TWK untuk menerima kondisi yang ada, Emrus tetap berpegang pada keyakinan untuk melihat secara holistic  TWK yang dilakukan dan tidak hanya mengambil dai 1 pertanyaan saja, sementara MaMarch Falentino tetap ngotot terjadi ketidakadilan atas kondisi yang dialaminya, dan akhirnya Najwapun berhasil mengajak mata pemirsa seperti saya melotot sampai malam. Â
Mata Najwa kali ini saya melihat ada sebuah Bincang Pincang karena ketidaksamaan konteks kompetensi nara sumber yang dihadirkan untuk menjawab permasalahan yang ada. Â Coba hadirkan nara sumber dengan kompetensi yang sama dalam konteks untuk menjawab permasalahan untuk mencapai harmony dengan tidak melakukan provokasi walau tanpa disadari.
Â