Mohon tunggu...
Ananto Nugroho
Ananto Nugroho Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati Politik Perburuhan dan Hubungan Internasional

Pemerhati Politik Perburuhan dan Hubungan Internasional

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Mendidik Lewat Kebijakan Pemilikan Rumah (Anies VS Jokowi)

22 Juni 2020   23:59 Diperbarui: 23 Juni 2020   00:03 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu kebutuhan mendasar di samping sandang dan pangan adalah papan. Ya, 3 kebutuhan itu menjadi dasar bagi setiap mahkluk hidup, tidak hanya manusia (karena hewanpun memiliki sarang). Nah, tulisan kali ini ingin melihat bagaimana seorang pemimpin mendidik rakyatnya untuk mampu memenuhi salah kebutuhan hidup dasarnya, yaitu papan atau rumah.  Dalam hal ini kita ingin melihat bagaimana Jokowi melalui program TAPERA nya dan Anies Baswedan melalui program Rumah DP 0 rupiah.

TAPERA dan Jokowi

Melalui Program Tapera dalam Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2020, Jokowi telah membuat publik bereaksi sumbang termasuk banyak pengusaha dan karyawan bahkan ASN yang mengharuskan upahnya dipotong sebagai bentuk tabungan bagi pengadaan perumahan.  

Ya, pemotongan upah sebesar 3 % yang terdiri atas pemotongan upah 2.5% dan kontribusi pemberi kerja 0.5%,  nampaknya terlihat sangat berpengaruh pada pendapatan mereka. Kewajiban yang sifatnya jangka panjang membuat mereka ketakutan. Meskipun bagi Karyawan swasta ketentuan itu akan berlaku 7 tahun lagi.

Kondisi saat ini akibat pandemi covid-19 ini telah membuat banyak kesulitan mulai dari ekonomi, sosial, politik bahkan pertahanan dan keamanan. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan merumahkan Karyawan menjadi alternative terakhir bagi perusahaan untuk tetap bertahan hidup (survive). Nah, potongan TAPERA ini membuat hidup mereka menjadi semakin sulit.

Rumah DP 0 Rupiah

Sementara itu, Anies Baswedan melalui program rumah DP 0 rupiah yang sempat menjadi pro kontra sejak masa kampanye Gubernur DKI Jakarta kini nampaknya mulai muncul geraknya melalui Peraturan Gubernur Nomor 104 Tahun 2018 tentang Fasilitas Pembiayaan Perolehan Rumah Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah.  

Sekalipun ketika di awal masa kampanye orang banyak tertarik dengan bahan kampanye ini meski saat kampanye tidak pernah menjelaskan teknis mendapatkan rumahnya sehingga muncul debat antara DP 0 Rupiah dan DP 0 Persen, namun Anies nampaknya tak bergeming dengan berbagai kritik tentang kelayakan pembiayaan perbankan mendapatkan rumah tapak di Jakarta bagi penduduk Jakarta dengan skema yang disampaikannya di masa kampanye dalam debat 10 Februari 2017.

Dalam perjalanannya kritik dari DPRD DKI Jakarta terkait sulitnya pengawasan atas penggunaan keungan karena sudah masuk BUMD serta "dipelesetkannya" janji dari seluruh penduduk jakarta yang berpendapatan rendah menjadi hanya penduduk yang memiliki pendapatan 4 - 7 juta rupiah, pun tidak mengoyakkan niat Anies untuk mundur dari program DP 0 rupiahnya. Bahkan saat ini, Unit Fasilitasi Pemilikan Rumah Sejahtera (UFPRS) dan Bank DKI telah mewujudkan lokasi pertamanya di daerah Pondok Kelapa.

Rumah Bagi Buruh 

Masalah perumahan memang menjadi salah satu permasalahan yang terus muncul terutama di kalangan masyarakat berpenghasilan rendah. Kenaikan harga tanah dan rumah tidak sebanding dengan kenaikan upah atau penghasilan mereka. Hal inilah yang selalu menghantui masyarakat berpenghasilan rendah ketika berbicara tentang rumah sebagai tempat tinggal yang dimilikinya. Belum lagi status tanah yang ditempatinya sering menjadi permasalahan sehingga tidak jarang terjadi penggusuran atau sengketa lahan

Program yang ditawarkan oleh Jokowi dan Anies Baswedan secara aturan jelas berada di level yang berbeda. Program rumah DP 0 Rupiah - Samawa (Solusi Rumah Warga) digagas melalui Peraturan Gubernur, sementara Program TAPERA yang dibuat oleh Jokowi dibuat berdasarkan Peraturan Pemerintah. Atas perbedaan ini, maka jangkauan program Jokowi jauh lebih luas dibandingkan dengan program Anies yang hanya berada di ruang lingkup DKI Jakarta.

Di samping itu, program Jokowi mencakup masyarakat yang berpenghasilan upah minimum ke atas menjadi sebuah kewajiban, hingga pekerja mandiri yang dapat menjadi peserta TAPERA tanpa batasan  pendapatan, sementara bagi peserta Program DP 0 Rupiah yang digagas oleh Anies akhirnya masyarakat dibatasi hanya bagi masyarakat dengan penghasilan 4 -- 7 juta per bulan.

Bagi buruh, mana yang lebih baik atas kebijakan bila kita membandingkan antara PP No. 25 tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat dibandingkan Peraturan Gubernur No. 104 Tahun 2018 tentang Fasilitas Pembiayaan Perolehan Rumah Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah ? Nah...disinilah point penting yang perlu dijadikan dasar pertimbangannya :

  1. Rumah adalah pemenuhan jangka Panjang, bagi masyarakat dengan pendapatan rendah dan menengah, memiliki rumah adalah kebutuhan jangka panjang dan hanya dipenuhi dengan menabung.
  2. Kebutuhan Dasar, karena rumah adalah salah satu kebutuhan dasar di samping pangan dan sandang, maka kebutuhan ini menjadi mutlak dan menyingkirkan kebutuhan (keinginan) lain. Sering muncul di dalam berita demonstrasi buruh menuntut UMP kita melihat ternyata ada buruh yang menggunakan motor sport yang pasti harganya juga tidka murah.
  3. Setiap orang ber hak atas rumah tinggl yang layak, karena itu ketika dibatasi kredit dibatasi oleh penghasilan seseorang, maka pemenuhan hak dasar sebagai warga Negara dipertanyakan.

Nah, setelah melihat 3 point penting, maka baru kita bisa membandingkan esensi kebijakan tersebut dengan mendasarkan diri pada point -- point penting tersebut yaitu :

  1. Kebijakan pengadaan rumah sebagai pemenuhan jangka panjang sama -- sama tercermin dalam kebijakan 2 pemimpin kita.
  2. Rumah sebagai kebutuhan dasar hanya bisa dilakukan dengan menabung. Dengan disertakannya minimal pendapatan penduduk, maka sebenarnya lebih memudahkan bank untuk menjamin tidak adanya   kredit macet di kemudian hari.
  3. Setiap orang berhak menabung untuk mendapatkan rumah layak huni dan difasilitasi oleh Negara,

Oleh karena itu, kesimpulan singkatnya sebenarnya kedua pemimpin itu memiliki pandangan yang sama. Namun hal yang membedakan adalah :

  • Mendapatkan rumah atas kebijakan Anies awalnya "banyak memberikan harapan" namun berakhir palsu karena toh pada akhirnya masyarakat yang berada di bawah upah minimum (minimal penghasilan 4 juta) tidak mendapatkan hak atas rumah DP 0 rupiah. Hal ini karena mendapatkan rumah hanya dijadikan daya tarik suara dalam kampanye oleh Anies yang kebablasan, sehingga ketika pelaksanaannya harus mengubah atas apa yang dijanjikan. Buruh miskin tetap sulit mendapatkan rumah.
  • Mendapatkan rumah melalui kebijakan Jokowi saat ini memang berat dengan adanya pandemic covid-19, namun seluruh rakyat mulai dapat menggantungkan asanya memiliki rumah asal konsisten menabung, tanpa terkecuali atau dibatasai pendapatan saat ini. Jokowi mengajarkan hal yang benar tentang bagaimana mendapatkan rumah dengan menabung dengan mengatur pengeluaran atas pendapatan yang ada walau akhirnya harus menekan semua keinginan konsumtif kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun