Pendidikan telah menjadi salah satu kunci penting dalam kehidupan masyarakat. Proses yang di alami untuk memperoleh pendidikan telah di mulai sejak dini yaitu belajar. Pada tahap awal belajar, sangat wajar jika seorang anak masih mengalami kesulitan dalam membaca dan menulis. Namun, jika itu terjadi secara terus - menerus, apakah wajar? mungkin  terjadi gangguan belajar pada mereka yaitu disleksia.Â
Sebelum itu, tahukah kamu apa itu disleksia?
Disleksia berasal dari bahasa Yunani yaitu dyslexia, "dys" yang artinya abnormal atau ketidakmampuan dan "lexis" yang berarti kata atau bahasa. Â
Menurut asosiasi disleksia Inggris (2008) Â disleksia adalah kesulitan belajar yang spesifik, terutama mempengaruhi dalam perkembangan literasi dan bahasa. Hal ini, kemungkinan sudah ada sejak lahir dan efeknya akan dirasakan seumur hidup atau gangguan ini terjadi secara permanen.
Disleksia menjadi salah satu pemicu terhambatnya perkembangan anak. Anak dengan disleksia akan sangat sulit untuk belajar membaca atau menulis, serta hal-hal lain yang berkaitan dengan bahasa.Â
Namun, Gangguan ini bukanlah suatu bentuk dari ketidakmampuan fisik, seperti gangguan penglihatan, melainkan lebih mengarah pada otak yang mengolah dan memproses informasi yang dibaca.Â
Mengapa bisa terjadi disleksia? Apa yang menyebabkan anak terkena disleksia?
Penyebab disleksia dibagi menjadi 3 kategori faktor utama, yaitu faktor pendidikan, psikologis dan biologis. Namun, penyebab utamanya adalah otak (Dardjowidjojo, 2008). Faktor-faktor tersebut diantaranya:Â
1. Faktor PendidikanÂ
Disleksia bisa disebabkan oleh metode atau cara yang digunakan dalam mengajarkan membaca, seperti metode "Whole-word" yang mengajarkan kata sebagai satu kesatuan dari pada mengajarkan kata sebagai bentuk bunyi dari suatu tulisan.Â
Ketika anak dalam tahap belum bisa membedakan huruf-huruf yang mirip seperti b dan d, maka  sebaiknya cara pengajarannya adalah dengan mempelajari hurufnya satu per satu dengan memfokuskan pada salah satu huruf dahulu.Â
2. Faktor PsikologisÂ
Dalam beberapa riset disleksia disebabkan oleh gangguan psikologis atau emosional sebagai akibat dari tindakan kurang displin, tidak memiliki orang tua, sering berpindah sekolah, kurangnya kerja sama dengan guru, atau penyebab lain. Mungkin anak yang stres mengakibatkan disleksia, namun stres memang dapat memperburuk masalah belajar.Â
3. Â Faktor BiologisÂ
Beberapa peneliti yakin bahwa disleksia merupakan akibat dari penyimpangan fungsi otak di bagian tertentu. Genetik juga menjadi salah satu penyebab disleksia bahwa  ketika salah satu dari orang tua memiliki riwayat disleksia kemungkinan sekitar 23-65% anaknya akan menderita gangguan disleksia.Â
Selain itu, faktor lain yang dapat menyebabkan disleksia yaitu benturan yang diakibatkan kecelakaan sehingga terjadinya gangguan pada fungsi otaknya.
Banyak orang tua yang beranggapan bahwa anak-anak yang usia sekolah yang masih tidak bisa membaca dan menulis merupakan ukuran ketidakmampuan mereka. Pada usia sekolah anak yang  belum pandai membaca dianggap bodoh atau tertinggal. Padahal ada kemungkinan anak tersebut memiliki gangguan belajar yang tidak kita sadari.Â
Untuk mengetahui gangguan tersebut, Bagaimana gejala yang muncul?
Setiap anak disleksia memiliki perbedaan gejala satu sama lain. Satu-satunya sifat yang sama yaitu kemampuan membacanya yang sangat rendah dilihat dari usia dan intelegensi yang dimilikinya.Â
Hampir setiap anak sebenarnya memiliki kecenderungan disleksia, bahkan ada pula yang tidak disleksia tetapi memiliki pengalaman kesulitan membaca. Anak disleksia yang kidal dapat menggunakan kedua belah tangannya dan mereka juga sering kali membaca dari kanan ke kiri. Â
Gangguan ini biasanya sulit untuk dikenali jika anak belum memulai masa sekolah.  Dikarenakan, gangguan ini memang akan terlihat pada masa perkembangan anak  ketika mereka mulai belajar.  Namun, sebenarnya ada beberapa ciri awal untuk mengetahui gangguan ini. Beberapa Gejala nya berdasarkan tahap usianya:Â
1. Ciri - ciri atau gejala disleksia pada usia pra-sekolah, sebagai berikut:Â
- Terlambat dalam berbicaraÂ
- Lambat dalam mempelajari kata-kata baruÂ
- Kesulitan membentuk kata dengan benar, seperti : suka terbalik - balik dalam memahami kata yang hampir sama
- Kesulitan untuk mengingat
2. Gejala pada anak usia sekolah
- Kemampuan  membaca yang lebih rendah dari pada anak seusianya
- Kesulitan memproses dan memahami apa yang didengarnya.Â
- Sulit menemukan kata atau kalimat yang tepat untuk menjawab pertanyaan
- Kesulitan dalam mengingat urutan kejadian.Â
- Tidak bisa menucapkan kata yang tidak dikenalÂ
- Menghabiskan waktu yang sangat lama untuk menyelesaikan tugas membaca atau menulisÂ
- Suka menghindari kegiatan membaca
3. Gejala disleksia pada Usia remaja dan dewasaÂ
Disleksia sering tidak terdeteksi sampai anak berusia remaja bahkan dewasa. Gejalanya juga cenderung mirip dengan yang terjadi pada anak. Adapun gejala disleksia usia remaja dan dewasa, yaituÂ
- Kesulitan membaca dengan suara yang lantangÂ
- Kemampuan membaca dan menulis yang lambatÂ
- Memiliki masalah dalam mengejaÂ
- Sering salah saat mengucap nama atau kata-kata
- Sulit memahami idiom, seperti ringan tangan, keras kepala, dll
- Menghabiskan waktu cukup lama untuk menyelesaikan tugas membaca dan menulisÂ
- Kesulitan menghafal dan meringkas sebuah cerita
- Kesulitan belajar bahasa asing                                                                                                Â
Selain itu, secara umum biasanya anak yang mengalami disleksia saat remaja akan terlihat:
- Depresi saat belajar.
- Menarik diri dari lingkungannya.
- Kehilangan minat untuk sekolah dan belajar.
Hal ini sering membuat anak yang memiliki gangguan belajar ini dianggap dan dicap anak yang pemalas. Padahal, ia mengalami gangguan baca tulis yang mungkin tidak diketahui oleh orangtua dan gurunya. Akibatnya, anak yang sudah kesulitan dalam belajar ini menjadi  menyerah.
Untuk itu, orang tua perlu peka terhadap berbagai gejala dan ciri- ciri disleksia baik saat masa anak-anak maupun di fase perkembangan remaja. Jika anak mengalami beberapa gejala yang disebutkan, maka perlu dilakukan penanganan  khusus agar tidak semakin parah dan anak bisa berkembang dengan lebih baik.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H