Sudah seharusnya pula kita beranjak dari gontok-gontokan penghancur wibawa yang melulu ada dalam ranah epistemologi tersebut. Secara tidak langsung, hal itu membuat kita lupa bahwa ternyata masih banyak hal lain yang lebih urgen untuk diselesaikan tanpa kekacauan statistik kesalingcurigaan seperti yang terjadi sekarang.
Al Maidah 51 yang sedang populer sekarang ini marilah kita gunakan untuk sesuatu yang lebih konkrit, daripada dipakai buat demo ndak jelas. Kalau saya sih, lebih baik membaca Al Maidah 51 dalam sholat daripada membacanya dalam demo. Nah, ini ilmu yang sangat mendasar yang di ajarkan Kiai saya di pesantren dulu.
Taqdimul aham fal aham, tsummal anfa’ fal anfa. Terjemahan bebasnya, carilah sesuatu yang penting, namun jika kita dihadapkan pada dua hal yang sama pentingnya, carilah yang lebih bermanfaat. Sekarang semakin jelas, kita kan, tidak bisa setiap hari demo dengan menggunakan Al Maidah 51 sebagai dasar acuan.
Alangkah baiknya, Al Maidah 51 setiap hari di setiap kesempatan kita baca dalam shalat kita yang lima waktu. Lebih-lebih ayatnya kan asyik, ndak panjang. Kalau saya, walaupun shalat saya belum lima waktu tapi Alhamdulillah saya sudah membacanya di hampir setiap rakaat kedua shalat saya.
Kenapa bukan rakaat pertama saja? Untuk rakaat pertama konstelasi ayat masih belum akan saya ubah walaupun popularitasnya sedang turun, the one and only for lazy people, surah Al Ikhlas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H