Bagaimana keterbukaan akan informasi semakin dibutuhkan oleh masyarakat kita, kini? Beberapa orang berhasil menerjemahkannya dalam kisah humor yang mudah dicerna. Satu diantaranya ialah kisah televisi dan rok mini. Keduanya adalah benda yang jamak ditemui, terutama oleh kalangan masyarakat perkotaan. Bagi yang belum pernah mendengar atau membacanya, berikut saya ceritakan kembali.
Seorang pria mengajukan pertanyaan kepada rekan kerjanya apakah yang membedakan antara televisi dan rok mini jika ukurannya semakin menciut. "Lho, memang sudah beda kan," ujar rekannya. "Bukan," jawab si pria penanya. "Tetapi, informasi yang ditawarkan. Jika ukuran televisi diciutkan, maka informasi yang ditawarkan semakin sedikit. Hal berbeda akan berbeda jika dibuat pada rok mini." Astaganaga.
Kisah humor ini - meski berbau pornorafi - sungguh tepat menjelaskan pentingnya ukuran dari informasi yang musti terbuka bagi setiap insan yang membutuhkan. Televisi mini, misalnya, mendapat hati di tengah melambungnya biaya untuk ruang yang luas. Toh, hal yang dibutuhkan adalah informasi yang dikumandangkan oleh stasiun penyiar. Teknologi TV mini juga mulai diadopsi perusahaan ponsel agar pemirsanya bebas menonton sembari berlalu lalang melewati ruang dan tak mesti duduk takzim segala.
Hal yang sama juga berlaku pada rok mini, yang boleh dikatakan mengumbar informasi betapa indahnya tubuh si pemakai pakaian yang umum dikenakan kaum wanita. Pria yang ingin mengumbar kemolekan jenjang kakinya, juga tidak dilarang memakai rok mini. Meski dengan jam tayang dan lokasi yang terbatas.
Tapi, perlu dicatat bahwa keterbukaan informasi sebagaimana laiknya televisi dan rok mini dapat berterima bagi pengaksesnya sesuai porsi. Mini menjadi rambu merah yang menandakan bahwa informasi yang layak terbuka ialah pada takaran tersebut. Tentu ada ruang privasi yang tidak harus diobral. Tentu, tidak ada institusi, organisasi ataupun perusahaan yang berniat buka-bukaan mengenai data gaji staf. Mereka baru didesak untuk terbuka pada informasi mengenai hajat hidup orang banyak. Kasus ini paling sering ditemui tatkala sebuah makanan atau minuman yang dituding mengandung bakteri berbahaya. Tak hanya perusahaan terkait, namun Badan Pemeriksaan Obat dan Makanan (BPOM) juga mendapat tekanan serupa.
"Jadi, bagaimana saat ini keterbukaan informasi di Indonesia dapat diandaikan?" tanya si rekan kerja. Si pria hanya menyungging senyum, "Seperti seorang bapak yang mengenakan sarung dan menonton TV mini sendirian di kamar."
Medan, 3 Mei 2011. Tulisan ini untuk merenungi seberapa terbuka informasi yang dapat kita terima, selain dari televisi dan rok mini.
Ananta.
Tautan resmi: http://www.telaah.info/sosial/460.html
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI