Mohon tunggu...
Anan Surya
Anan Surya Mohon Tunggu... Jurnalis - News Producer iNEWS Media group - sindonews | Former NET TV Journalist

Halo semua, senang rasanya bisa hadir di platform ini. Saya akan mencoba untuk sharing saja cerita cerita ringan di keseharian, atau mungkin ada juga sisipan info info aktual. Jangan lupa untuk follow akun ini ya, thx :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Satu Kosan dengan Penipu: Pengalaman yang Tak Terlupakan

17 Januari 2025   19:21 Diperbarui: 17 Januari 2025   20:31 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Awal Mula Pindah Kosan


Pertengahan tahun 2024, saya memutuskan untuk resign dari kantor lama dan pindah ke kantor baru di kawasan Gondangdia. Salah satu alasan saya memilih lokasi ini adalah karena aksesnya yang dekat dengan stasiun kereta, sehingga saya juga mencari kosan yang tidak jauh dari stasiun.

Namun, mencari kosan di lokasi strategis bukanlah perkara mudah. Mayoritas kosan yang saya temukan hanya menerima penghuni putri, dan yang campuran pun cukup sulit ditemukan. Sampai akhirnya, saya menemukan sebuah akun TikTok yang sedang live, membahas tentang kosannya di kawasan Tebet, yang juga dekat dengan stasiun.

Karena tertarik, saya memberikan gift agar pertanyaan saya bisa dijawab oleh si pemilik akun. Setelah mendapatkan jawaban dan melakukan survey lokasi, saya merasa cocok dengan harga, fasilitas, dan jarak ke stasiun. Tanpa pikir panjang, saya langsung mengambil kamar di kosan tersebut.

Sosok Misterius di Kosan

Orang yang mengenalkan saya ke kosan ini, sebut saja Bill, mengaku sebagai warga negara Malaysia, berusia 40 tahun, bekerja sebagai manajer di Bank BCA, suami dari seorang dokter, serta memiliki satu anak dan sebuah yayasan di Sukabumi. Profil yang terkesan sangat tinggi dan prestisius, bukan?

Namun, seiring berjalannya waktu, saya mulai menyadari beberapa kejanggalan dalam kesehariannya.

Mulai Terasa Ada yang Aneh

Di kosan ini, Bill sering menarik iuran untuk gas dapur bersama, iuran untuk mesin cuci, serta beberapa iuran lainnya. Awalnya, kami tak merasa keberatan, hingga suatu hari gas habis dan saya melaporkannya ke Bill. Yang mengejutkan, dia justru melempar tanggung jawab ke orang lain, padahal uang iuran ada padanya. Karena harga gas tidak terlalu mahal dan saya tidak ingin ribet, akhirnya saya memutuskan untuk membeli sendiri.

Hari demi hari, hubungan saya dengan penghuni kos lainnya semakin dekat. Kami sering nongkrong, ngopi, dan berbagi cerita bersama. Sampai suatu malam, seorang kawan bercerita bahwa ada konflik di kosan.

Hilangnya 1 KG Telur Omega

Ilustrasi by AI
Ilustrasi by AI
Salah satu penghuni kehilangan 1 KG telur omega yang disimpan di kulkas bersama. Setelah ditelusuri, kecurigaan mengarah ke Bill, dan bukan tanpa alasan. Satu hari sebelum telur itu diketahui hilang, Bill membuat kue untuk ulang tahunnya, tetapi teman saya yang sedang WFH sama sekali tidak melihat Bill berbelanja bahan-bahan tersebut.Setelah kejadian ini, satu per satu penghuni mulai mengungkap kejanggalan lain yang mereka alami selama hidup bersama Bill.

Menguak Identitas Asli Bill

Ilustrasi by AI
Ilustrasi by AI
Kami akhirnya berdiskusi di sebuah warung kopi tak jauh dari kosan. Salah satu penghuni yang kamarnya berada di sebelah kamar Bill mengatakan bahwa ia pernah melihat komentar di akun Facebook Bill, di mana orang lain memanggilnya dengan nama berbeda.Rasa curiga semakin bertambah karena Bill tidak pernah mengunggah foto keluarganya---padahal ia mengaku sudah menikah dan punya anak. Dia juga tidak pernah membagikan foto atau cerita tentang kehidupannya di Malaysia, padahal ia sangat aktif di media sosial.

Saat saya mulai scroll jauh ke postingan lama di Facebook-nya, titik terang mulai muncul. Nama aslinya bukan Bill, tetapi Didi. Dia mengaku berusia 40 tahun, tetapi faktanya, pada tahun 2011, dia masih bersekolah di MTS (setara SMP).

Lebih mengejutkan lagi, dia mengaku mualaf, padahal sejak kecil ia bersekolah di pesantren.

Yang paling membuat kami geram, karena dia seorang agen asuransi, saya dan beberapa penghuni sempat memberikan foto KTP karena berminat bergabung dalam asuransi yang ia tawarkan.

Konfrontasi dan Akhir dari Drama Kosan

Ilustrasi by AI
Ilustrasi by AI
Kami akhirnya memutuskan untuk bermusyawarah langsung dengan Bill, karena kami tidak ingin kebohongan ini merugikan lebih banyak orang.Namun, meskipun kami telah menunjukkan bukti-bukti konkret, Bill tetap bersikeras mempertahankan kebohongannya. Ia mengaku berada di MTS Sukabumi karena sedang kunjungan ke yayasan orang tuanya. Dia juga tetap mengklaim sebagai alumni Universitas Putra Malaysia, meskipun ada bukti bahwa ia sebenarnya lulusan Unisa Palu, yang terkonfirmasi di PPDIKTI.

Karena diskusi ini berlangsung hingga malam dan situasi semakin panas, kami akhirnya memilih untuk tidak memperpanjang konfrontasi, tetapi cukup mengetahui kebenarannya.

Namun, satu bulan setelah musyawarah, fakta mengejutkan terungkap.

Bill ternyata menunggak uang kos selama 4 bulan, dan selama ia aktif di U*BG, ia tidak pernah pulang ke kosan. Sampai akhirnya, barang-barangnya dikeluarkan oleh pemilik kos, dan ia kabur tanpa jejak. Kontaknya tidak aktif, akun media sosialnya juga hilang.

Ilustrasi by AI
Ilustrasi by AI
Yang lebih mengejutkan, saat kamar Bill dibersihkan, penjaga kos menemukan selembar kertas berisi daftar nama, salah satunya nama saya dan kawan-kawan penghuni kosan.Beberapa hari kemudian, seorang teman mengirimi saya link thread di X (Twitter) tentang kegagalan event U*BG, yang diwarnai kecurangan panitia. Dalam beberapa unggahan, ada screenshot dan rekaman suara dari grup yang dikirim menggunakan nomor Bill.

Ini semakin memperkuat dugaan bahwa Bill memang seorang penipu.

Apakah Meminta KTP Termasuk Pelanggaran Privasi?

Secara hukum, meminta seseorang menunjukkan KTP bukanlah pelanggaran privasi, selama dilakukan dalam konteks yang wajar, seperti untuk keperluan administrasi, pendaftaran, atau transaksi resmi. Namun, setiap individu berhak menolak jika merasa tidak nyaman atau jika permintaan tersebut datang dari pihak yang tidak memiliki kewenangan resmi.

Dalam kasus kami, Bill (Didi) menolak menunjukkan KTP atau paspornya, dengan alasan itu adalah privasi. Hal ini semakin menguatkan dugaan bahwa ia sedang menyembunyikan sesuatu

---

Kesimpulan: Hati-Hati dengan Orang Seperti Ini!

Kisah ini saya tulis berdasarkan pengalaman pribadi, dengan nama yang sudah disamarkan. Namun, bagi Kompasianers yang pernah bertemu dengan seseorang dengan pola yang serupa, sebaiknya tetap berhati-hati.

Pengalaman ini mengajarkan saya bahwa:

Jangan mudah percaya pada orang yang terlalu sempurna
Selalu verifikasi identitas seseorang sebelum memberikan data pribadi
Jangan ragu untuk berdiskusi dan mencari kebenaran jika ada kejanggalan

Semoga cerita ini bisa menjadi pelajaran bagi kita semua. Pernah mengalami kejadian serupa? Bagikan pengalamanmu di kolom komentar!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun