Mohon tunggu...
Anan Mujahid
Anan Mujahid Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Kuliah Subuh

Seorang pemuda yang sedang mencari sisi normatif dan kepastian hukum untuk menjawab teka-teki keadilan.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Teori Hukum Immanuel Kant: Imperatif-Kategoris

24 Maret 2024   15:11 Diperbarui: 11 April 2024   11:57 783
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Anan Mujahid 

Dalam diskursus filsafat barat, Immanuel kant (1724-1804) merupakan salah satu tokoh berpengaruh di zaman pencerahan (aufklärung). Beberapa karya tersohornya, antara lain: Critique of pure reason, Critique of practical reason, Idea for universal history dan karya lainnya.

Olehnya itu, tulisan ini akan sedikit mengulas konstruksi pemikiran Immanuel kant tentang Imperatif-kategoris.

Setiap individu memiliki kecenderungan untuk bebas, serta memperjuangkan kemerdekaan yang dimilikinya. Akan tetapi, dibalik kebebasan yang dimiliki perlu suatu batasan. Karena itulah, diperlukan agar membatasi kebebasan yang dimiliki antara individu.

Menurut kant, perlu berpedoman pada prinsip “imperatif-kategoris” dengan menjadikan dirinya sebagai subjek, bukan objek dan harus diperlakukan sesuai dengan kodratnya dalam segala aspek. Hal ini merupakan bentuk penghargaan dirinya, sebagai makhluk yang bebas dan otonom.

Untuk membangun suatu tatanan yang rasional, negara tidak perlu mengatur rakyat dengan hal-hal bersifat moral ataupun religius. Karena akan menimbulkan konflik pada masing-masing kelompok dengan klaim-klaim kebenaran berdasarkan agama, moralitas dan budaya tertentu. Tentunya, sesuatu yang bersifat primordial (agama, moralitas, dan budaya) harus disampingkan. Sekiranya, konstruksi dalam prinsip ini berkaitan dengan akal yang dibagi antara akal teoritis dan praktis.

Akal murni/teoritis yang berasal dari persepsi indera secara langsung. Sedangkan, akal praktis berkaitan dengan suatu kewajiban yang harus dilakukan. Dapat diketahui bahwa, akal murni/teoritis berkaitan dengan “das sein” dan akal praktis berkaitan dengan “das sollen”, diantara keduanya perlu selaras agar tujuan dari hukum dapat tercapai.

Selain itu, terdapat pula norma hukum positif bersifat heteronom, yang berlakunya tidak berasal dari rasa kewajiban yang menyentuh batin manusia. Melainkan, sesuatu yang diluar kewajiban batin dengan istilah legalitat (sifat hukum) dari suatu perbuatan yang dibentuk oleh hukum dengan prinsip-prinsip bersifat otonom dalam suatu aturan. Tentunya, norma-norma ini tidak terlepas dari kewajiban batin maka setiap orang harus mengikuti yang telah diperintahkan oleh hukum.

Secara garis besarnya, konstruksi Imperatif-kategoris ala Immanuel kant lebih berfokus pada sisi praktis hukum “das sollen”, dan memandang hukum sebagai produk dari akal praktis. Karena itulah, hukum harus bersifat memaksa untuk mencapai ketertiban hidup manusia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun