Evaluasi dalam prolegnas jangka menengah dilakukan oleh menteri atau kepala badan terkait dan pemrakarsa pada akhir tahun bersamaan dengan penyusunan dan penetapan prolegnas prioritas tahunan, hal tersebut dilakukan untuk mencapai keselarasan dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional, perkembangan kebutuhan hukum dalam pelaksanaan pembangunan nasional dan prioritas agenda nasional yang telah ditetapkan presiden.
Dalam dinamika pengesahan peraturan perundang-undangan di indonesia, terdapat beberapa undang-undang yang mengalami masalah terkait penyusunan, pembahasan, pengesahan dan penetapan, salah satunya UU ibu kota negara (IKN) yang disebut "legislasi ugal-ugalan" karena disahkan hanya dalam waktu 42 hari, pengesahan UU IKN di nilai sangat kontroversi sehingga menuai kritikan dari beberapa kalangan mahasiswa, akademisi dan praktisi.
Olehnya itu, pembentukan peraturan perundang-undangan bukan hanya sebuah prosedur atau tata cara formal yang diatur dalam teks undang-undang dengan jumlah dan jenis yang sangat beragam, hukum tertulis memiliki banyak masalah karena tidak ada keselarasan secara teoritis maupun praktis dan negara mengalami "hujan undang-undang".
Kesimpulan dalam pembahasan ini, ialah pemberlakuan prolegnas harus banyak melibatkan partisipasi publik, adanya transparansi dalam hal perencanaan, monitoring dan hasil evaluasi agar tahapan dalam suatu pembentukan undang-undang diketahui dan tidak ada lagi "legislasi ugal-ugalan", karena pembentukan undang-undang merupakan suatu "ius contituendum" atau hukum yang dicita-citakan di masa yang akan datang sesuai dengan relevansinya.
Sampai bertemu di tulisan berikut...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H