Pelajaran yang banyak dibenci dan dihindari oleh kebanyakan siswa waktu SD tentu saja matematika. Coba tanyakan ke beberapa temanmu SD dulu, kebanyakan akan jawab yang sama. Siswa SD jaman sekarang sepertinya juga masih menganggap pelajaran tersebut adalah momok terbesar.
Entah ini akibat guru yang kurang bisa mengenalkan matematika sejak dini atau orang tua yang sering memberi tekanan pada anaknya untuk pandai matematika tanpa mengenalkan asiknya pelajaran satu ini. Saking absurdnya dan takutnya anak-anak pada pelajaran ini, ada sebuah ungkapan ini 'Waktu pelajaran Bahasa Indonesia disuruh ngarang malah mikir, eh waktu disuruh mikir Matematika malah ngarang'
Pelajaran matematika selalu digambarkan sebagai hal yang menakutkan. Siswa tertekan. Mereka mau tidak mau menghapal rumus dan tidak paham konsepnya. Rumus yang mereka hapal hanya berguna menyelesaikan soal yang mereka kenal. Kalau tidak? mereka bingung karena tidak paham konsepnya.
Kata Mbah Sujiwo Tejo, matematika itu tentang pola. Beliau juga menyebut matematika sebagai sebuah bahasa. Bahasa harus dipahami oleh orang yang bicara juga kepada lawan bicara. Pola-pola bahasa ini yang selayaknya bisa diterapkan pada kehidupan sehari-hari. Cukup matematika dasar saja. Tidak perlu matematika tingkat perguruan tinggi.
Sebagian orang yang masa kecilnya takut dan tidak terlalu mengenal matematika akan bingung dan kesulitan ketika menghadapi atau memahami sebuah pola masalah. Mengenai penerapan matematika dasar dalam kehidupan sehari-hari, saya memiliki beberapa cerita.
Saya beberapa kali menghadapi klien yang tidak paham tentang matematika dasar. Tapi untung saja mereka masih paham tentang keuangan hehe. Mengenai konsep bangun datar dan ruang saja kadang ada yang bingung. Misal dalam bangun ruang masih bingung menentukan mana sisi panjang, lebar maupun tinggi.Â
Kebanyakan masih tertukar antara sisi panjang dan lebar. Mengenai furniture, kadang ada yang menyebut kedalaman sebagai kata lain dari lebar.Â
Menurut saya masih oke lah. Bisa dipahami. Tapi saya pernah menemui klien yang nyebut gini 'mas ini lebarnya 200 cm kedalamannya 50 cm aja ya'. Saya kadang berseru aja dalam hati. Masih mencoba memahami soalnya kalau keras-keras nanti klien jadi pergi hehe
Ada lagi yang lebih absurd. Mengenai bangun datar. Misal sebut saja tapak tanah berbentuk persegi panjang. Kemudian tertera dua angka yaitu angka 6 m dan 12 m. Kadang masih ada yang tanya '6 m ini sisi yang mana ya?'. Matematika SD tentu saja mengajarkan kalau persegi panjang itu terdiri dari 4 sisi yaitu dua sisi pendek yang disebut lebar dan dua sisi lebih panjang yang panjang . Tentu saja sisi pendek itu 6 m sebagai lebar dan sisi 12 sebagai  panjang.
Mengenai hitungan dasar hitung (tambah, kurang, bagi, kali) saya juga menemui hal yang sama. Kali ini terjadi ketika survey ke salah satu vendor gorden. Sebelumnya sudah saya kontak via WA dan ngasih harga sekian. Tapi penjelasannya masih membingungkan. Akhirnya saya putuskan untuk menemui di rukonya. Dia menghitung kembali. Agak lama. Setelah ngasih hitungan jadi kaget. Hasilnya beda jauh sama yang dikasih di WA.Â
Akhirnya dia tanya ke petugas yang lebih senior. Mereka akhirnya hitung bareng sambil saling tanya jawab. Saya menunggu lebih lama lagi. Hasil telah keluar. Benar saja ada selisih yang lumayan dalam perhitungan awal. Hampir dua jam saya menunggu estimasi ini keluar. Hitungan yang harusnya bisa selesai dalam waktu 5-10 menit itu bisa menghabiskan waktu yang berpuluh-puluh kali lipat. Untung waktu itu lagi sepi, coba kalau sedang ramai. Apa tidak pusing mereka?