Net TV sendiri memiliki program sitkom The East yang menyuguhkan drama anak kantor di Net sendiri. Drama dengan konflik ringan ala anak kantor menjadi pembeda dengan drama sinetron yang lebih memilih konflik ringan tapi memusingkan kepala. Selain itu ada program Ini Talk Show dan Tonight Show yang memberi konsep beda dalam penyajian sebuah reality show. Intinya program ini tidak menjual gossip, berbeda dengan stasiun TV lain.
Belum lagi dengan kehadiran Netflix, Iflix dan YouTube. Netflix dan Iflix memiliki konsep yang sama yaitu menerapkan biaya bulanan untuk melihat tontonan channel.Â
Berbeda dengan YouTube yang menggratiskan biaya untuk views tetapi memasang iklan untuk mendapat keuntungan. Ketiganya menyediakan tontonan digital yang tidak mengggunakan system lama rating sebagai tolak ukur.
Netflix dan IIflix menyediakan film yang berkualitas tinggi dengan pengerjaan yang sungguh-sungguh. Cerita yang dikembangkan berbeda dengan sinetron yang ada. Berbagai macam tema cerita menjadi pilihan. YouTube sendiri menyediakan beberapa channel yang menyajikan sisi lain. Petualangan, drama mini, vlog menarik yang belum pernah ada di TV nasional.
Rating harusnya bukan menjadi panduan utama kesuksesan sebuah acara TV. Karena bukan kualitas yang dicari, namun kehebohan dan sensasilah yang akan memberi dampat rating tinggi. Stasiun tidak selamanya menyuguhkan program yang hanya dimau oleh masyarakat saja. Tetapi lebih memberi ide baru yang segar yang mungkin belum pernah di dapat oleh masyarakat. Itukan guna sebuah tim kreatif?
Henry Ford sendiri berfikir seperti itu. Saat itu jika ditanya masyarakat butuh apa maka jawabnya adalah kuda-kuda yang cepat. Tapi Henry Ford berfikir lebih maju. Harus ada pengembangan alat transportasi baru yang melebihi kuda. Bukan menciptakan kuda yang lebih cepat, tetapi dia memilih mengembangkan mobil yang saat itu belum popular. Hasilnya, sebuah industrialisasi mobil sehingga besar sampai saat ini.
Meskipun begitu saya tidak membenci program-program yang hanya mengejar rating tersebut. Tidak juga mencap orang yang melihat acara tersebut memiliki selera yang rendah. Ibu dan bapak saya menjadi penonton setia sebuah acara dangdut yang setiap hari tampil. Apakah lantas saya membenci selera ibu saya?
Mungkin acara itulah yang menjadi penghibur masyarakat desa setelah seharian bekerja. Sebuah hiburan gratis yang hanya bermodalkan TV dan listrik. Beda halnya dengan Netflix yang harus membayar biaya bulanan. Saya tidak membeci acara dan selera orang tersebut. Hanya Selera kita yang berbeda. Saling menghargai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H