A. Buku Chapter 3: The Meaning of Educational Change
Pada bab 3 dalam buku milik Fullan memunculkan sebuah pertanyaan mendasar, "Apakah sebuah perubahan itu berarti?" Karena setiap waktunya kita selalu menemuai banyak perubahan diberbagai sisi kehidupan, termasuk dalam dunia pendidikan.Â
Fullan menyebutkan bahwa inti dari perubahan adalah menjadikan individu mengerti bagaimana dirinya dapat mengatasi permasalahan yang terdapat pada kehidupan nyata.Â
Masalah umum dari perubahan, menurut Marris (1975) perubahan itu melibatkan kehilangan, kecemasan dan perjuangan. Menurut Marris, untuk berusaha menghadapi perubahan atau sesuatu yang baru maka dibutuhkan kombinasi dari skills & attachments.Â
Perubahan terjadi bisa secara langsung (oleh peristiwa alam atau reformasi yang disengaja) atau melalui sebab kesukarelaan atau bahkan awal mulai perubahan dari ketidakpuasan, ketidakkonsistenan, atau sesuatu yang tidak dapat diterima (intoleransi) terhadap situasi dari kita (Marris, 1975: 121 dalam Fullan, 2005: 19).Â
Tidak jarang perubahan yang diusulkan atau sedang dalam proses menemui penolakan. Melalui penjelasan yang tidak dapat diterima, maka perubahan hanya akan menjadi sesuatu yang tidak diterima.
Schon (1971) dalam Fullan (2005) menyatakan bahwa setiap perubahan selalu melewati suatu zona ketidakpastian, tersesat dan mendapatkan banyak rintangan dalam perjalanannya. Sehingga yang disampaikan Marris dan Schoan bukanlah permasalahan individu, melainkan suatu fenomena sosial yang melibatkan sistem sosial.
Dua hal yang perlu menjadi pusat perhatian yaitu arti dari perubahan dan proses dari perubahan. Rasa cemas akan ketidakpastian dan rasa kegembiraan ketika terdapat keberhasilan dalam perubahan tersimpan dalam makna subyektif dari suatu perubahan pendidikan. Contohnya disini adalah Guru. Seorang guru selalu berurusan dengan masalah yang konstan setiap harinya. Permasalahan itu diantaranya
- guru akan melewati hari-harinya di dalam kelas dengan konflik interpresonal dan dalam hal mengelola kedisiplinan di kelas.
- adanya kendala dalam mengumpulkan dana yang digunakan untuk kegiatan sekolah.
- mereka harus melewati kesibukan setiap harinya, sehingga mereka merasa kekurangan waktu senggang untuk dirinya sendiri.
Huberman (1983: 482-483) dalam Fullan (2005: 21) meringkas 'tekanan di kelas" yang berpengaruh pada guru, yaitu:
- Tekanan dalam kedekatan dan keyakinan
- Tekanan pada multidimensi dan simultan (sesuatu yang terjadi pada waktu yang bersamaan), guru harus menyediakan segala hal yang menunjang proses pembelajaran, mulai dari bahan ajar, interaksi dengan siswa, pengawasan terhadap siswa, menilai kemajuannya, serta mengurusi kebutuhan dan perilakunya.
- Tekanan dalam beradaptasi dengan kondisi yang selalu berubah dan tidak dapat diprediksi. Hal ini terjadi karena kelas memiliki kepribadian yang berbeda dari tahun ke tahun, pembelajaran pun tidak semua bisa diterima oleh siswa, ada anak yang efektif menggunakan satu model pembelajaran, ada pula yang tidak; dan apa yang dikerjakan saat ini bisa jadi tidak bekerja pada periode berikutnya.
- Tekanan pada keterlibatan pribadi dengan siswa. Guru memerlukan kedekatan interpersonal dengan siswanya agar pembelajaran bisa lebih bermakna.
Hal tersebut menjadikan terbatasnya waktu mereka untuk melakukan refleksi diri yang berkelanjutan, hanya berfokus pada perspektif jangka pendek, mengisolasi dari interaksi dengan orang dewasa lainnya, dan menguras lebih energi mereka.
Hal yang keliru tercermin pada lain sisi yaitu tidak dilibatkannnya budaya yang ada dan hal yang mungkin diperlukan pada kawasan yang diberikan kebijakan. Hasilnya adalah pada kurangnya konsistensi dan koherensi (keterpaduan makna) terhadap practice based inquiry (praktek mengajar berbasis penyelidikan atau investigasi) dan teaching for understanding (mengajar sampai tingkat memahami). Â
Guru juga bisa salah menafsirkan suatu perubahan dan mengubah fitur di permukaannya yang mana akan berakibat lebih buruk lagi. Misalnya menyertakan secara berlebihan pada pekerjaan kelompok siswa, atau menggunakan sesuatu yang sifatnya manipulatif untuk menghadapi suatu permasalahan di dunia nyata.
Oakes et al (1999: 242) dalam Fullan (2005: 22) mengamati bahwa pendidik yang seringkali terburu-buru dalam mengadopsi strategi baru tanpa mempertimbangkan implikasi yang lebih mendalam. Perubahan program dan kebijakan yang tidak berbobot dan sifatnya musiman pun dengan mudah lolos karena beberapa hal, yaitu diantaranya.
- Kurangnya kritik terhadap guru
- Banyak masalah yang diperkenalkan dalam perubahan
- Kurangnya kesempatan bagi guru untuk mempertanyakan lebih dalam dan mempelajarinya lebih dalam
Secara singkat tidak ada alasan bagi guru untuk mempercayai nilai perubahan yang diusulkan dan beberapa inisiatif untuk mencari tahu apakah perubahan yang diberikan itu memiliki dampak perubahan yang berharga atau bermakna. Maka dari itu perubahan (inovasi) menjadi suatu tindakan kepercayaan. Untuk mengurangi ketidakberhasilan dalam suatu inovasi adalah meluangkan energi dan waktu untuk mempelajari keterampilan baru. Kesalahan lain juga pada mengabaikannya budaya sekolah (Sarason, 1982 dalam Fullan, 2005: 23).
Dua hal yang paling populer (tetapi dalam diri mereka sering kurang) yiatu:
- penggunaan tujuan umum (asumsinya adalah bahwa guru harus menentukan perubahan sesuai dengan situasi mereka sendiri).
- memperjelas dan memperdetail standar persyaratan dari suatu perubahan
Gross & Associates (1971) Â dan Hiberman & Miles (1984) dalam Fullan (2005: 24) menemukan bahwa tujuan yang tidak jelas yang dikombinasikan dengan perintah langsung kepada guru untuk mengoprasionalkannya mengakibatkan kebingungan, frustasi, kecemasan, dan pengabaian upaya dari guru tersebut. Kejelasan yang palsu dan keliru terjadi ketika orang mulai berpikir mereka telah berubah, tetapi nyatanya hanya berasimilasi dengan praktik baru yang rendah dan tidak berbobot. Ketidakjelasan yang menyakitkan terjadi ketika inovasi atau perubahan tidak jelas dipaksakan untuk dicoba pada kondisi yang tidak mendukung guru untuk menerapkannya.
Kesimpulan mendasar dari arti subyektif dari perubahan adalah 1) perubahan akan selalu gagal samapi kita menemukan beberapa cara untuk mengembangkan infrastuktur dan sarana yang ada, serta adanya proses yang melibatkan guru dalam mengembangkan pemahaman baru. 2) dalam perubahan kita tidak membahasnya dalam hal yang sifatnya formalitas atau hanya sampai pada makna permukaan saja, tetapi lebih pada makna mendalam tentang pendekatan baru untuk mengajar dan belajar.
Perubahan seringkali tidak dipahami sebagai suatu multidimensi, sehingga ha tersebut memunculkan fenomena menarik, yaitu 1) mengapa beberapa orang menerima sebuah inovasi yang mereka tidak mengerti; 2) mengapa beberapa aspek perubahan diterapkan dan yang lainnya tidak; 3) mengapa strategi perubahan, mengabaikan komponen tertentu yang penting.
Dalam pelaksanaan perubahan perubahan pendidikan melibatkan perubahan dalam praktik. Perubahan dalam praktik bisa terjadi pada beberapa level, seperti dalam level di kelas oleh guru, sekolah oleh guru-guru dan staff, dan kabupaten dalam sekolah oleh para pemegang kebijakan di daerah setempat.
Terdapat tiga komponen/dimensi yang dipertaruhkan dalam menerapkan suatu program atau kebijakan baru, yaitu sebagai berikut.
- Kemungkinan perubahan materi baru seperti kurikulum atau teknologi
- Kemungkinan penggunaan pengajaran baru seperti strategi atau kegiatan pengajaran yang baru
- Kemungkinan perubahan paham, misalnya asumsi dan teori pedagogis yang mendasari kebijakan atau program baru.
Ketiganya menjadi tiga aspek perubahan yang diperlukan, mewakili sarana untuk mencapai tujuan pendidikan. Atau bisa dibilang tiga komponen tersebut menjadi kunci dalam perubahan yang terjadi dalam pendidikan. Pertanyaan yang muncul yaitu, "Apakah tercapai atau tidak?" Jawabannya tergantung pada kualitas dan kesesuaian perubahan untuk permasalahan atau tugas yang sedang dihadapi. Â tetapi pada dasarnya 1) seorang guru bisa menggunakan materi kurikulum atau teknologi baru (1) tanpa mengubah pendekatan pengajaran yang diterapkan (2); atau 2) guru dapat mengguanakn materi dan mengubah beberapa pendekatan pengajaran (2) tanpa mengubah paham yang mendasari suatu perubahan (3).Â
Kita bisa melihat adanya 3 kesulitan dalam proses ini yaitu sebagai berikut.
- Dalam mengidentifikasikan 3 aspek perubahan tidak ada asumsi tentang siapa yang bertanggung jawab mengembangkan materi, mendefinisikan pendekatan pengajar dan memutuskan paham yang dipakai. Apakah oleh para peneliti, seorang pengembang kurikulum, atau dari sekelompok guru?
- Adanya dilema dan ketegangan yang berkembang pada perbedaan penekanan dan perspektif yang jelas; yaitu 1) pada ketepatan perspektif, dalam hal ini ketepatan dalam penggunaan inovasi yangsudah dikembangkan sesuai tidaknya sebagaimana yang telah dimaksudkan oleh pengembang. 2) adannya adaptasi yang memiliki feedback, artinya adanya adaptasi hasil dan keputusan yang dibuat oleh pelaku praktik.
- Sangat sulit untuk membuat semuanya persis karena 3 komponen tersebut mungkin akan berubah-ubah, berkembang dalam pelaksanaannya, atau bahkan diubah selama implementasinya.
Pada dasrnya mayoritas inovasi pendidikan melibatkan perubahan inti yang berkaitan dengan 3 komponen ini. Perubahan akan berjalan berdampak sedikit apabila inovasi tidak berkaitan dengan 3 komponen tersebut. Seperti contohnya pada buku materi yang berubah tidak mempengaruhi strategi mengajar gurunya.
Perubahan pada pendekatan mengajar melibatkan siswa untuk aktif, kemudian guru menggunakan berbagai sumber daya dan teknik, & menggunakan metode induktif (Simms, 1978: 366-377).
Guru seringkali mencoba mengatasi tujuan pada kurikulum hanya secara harfiah, tetapi tidak memahami tujuan yang mendasar. Pada saat guru merenungi suatu makna dari perubahan, guru merasa ingin melakukan perubahan yang positif, tetapi yang terjadi orientasi yang dijalankan untuk anak variasinya masih sama. Dalam hal ini guru merasa kemampuan memilih anak tidak dapat diandalkan, sehingga anak perlu di tuntun. Perspektifnya disini guru mendukung tujuan dan mengikuti instruksi yang ada, namun tidak memahami prinsip-prinsip dan alasan atas perubahan tersebut.
Mari kita bahas terkait siswa.
- Siswa datang ke kelas membawa persepsi tentang "Bagaimana dunia itu bekerja". Jika mereka gagal memahami hal tersebut, maka anak akan gagal pula memahami konsep dan informasi yang akan diajarkan. Atau mereka juga bisa belajar melalui serangkaian tes, namun pastinya persepsi tentang kebermanfaatan konsep akan ada yang salah.
- Untuk mengembangkan kompetensi di bidang inquiry, siswa harus:
- memilih dasar yang mendalam tentang pengetahuan faktual
- memahami fakta dan ide dalam kerangka konsep
- mengorganisasi pengetahuan pada konsep berpikir yang dapat di retieval dan aplikatif.
3. pengetahuan metakognitif (pemahaman seseorang tentang pengetahuannya) dapat membantu siswa belajar dalam  mengendalikan pemeblajaran mereka sendiri dengan menentukan sasaran pembelajaran, dan memantau sendiri kemajuan mereka dalam setiap pencapaiannya.
Fokus pada guru.
- Guru harus bekerja dengan menghubungkan konsep yang sudah ada pada siswa.
- Guru mengajarkan mata pelajaran secara mendalam, disertai contoh pada konsep dari suatu pengetahuan faktual
- Pembelajaran ketrampilan metakognitif harus diintegrasikan dalam kurikulum pada setiap bidang mata pelajaran.
Pada intinya program perubahan pendidikan memiliki tujuan yang realistis yang dapat diyakini, dipraktekan dalam pembelajaran dan sumber dayanya terpenuhi.
Kebijakan baru dan inovasi merupakan aspek yang paling terlihat dalam suatu perubahan. Ketika perubahan itu dalam gaya mengajar yang menggunakan model baru, maka hal itu akan menghadirkan kesulitan yang lebih besar. Esensinya dari perubahan adalah pada relevansi apa yang perlu ditanamkan dalam prakteknya. Masalahnya disini bukan hanya pada guru "Bagaimana belajar melakukannya", tetapi pada "mengapa mereka melakukan apa yang mereka lakukan." Change in beliefs dan Understanding menjadi pondasi utama dalam mencapai perubahan. Sehingga dari situ orang akan mendapatkan pengalaman yang berharga.
Dalam perubahan, adanya berbagi makna yaitu dalam konteks kolaborasi dan pencapaian makna bersama di setiap elemen baik guru dengan lainnya menjadikan sekolah semakin membaik dan memberikan efek yang positif. Komitmen terhadap moral yang baik dapat tumbuh jika adanya empati dan tanggung jawab bersama. Hal ini akan menghasilkan budaya sekolah yang positif dan baik. Sebaliknya jika terdapat saling curiga terhadap kapasitas tim; ketidakpercayaan kerjasama dengan orang di luar sekolah akan menghambat pertumbuhan yang baik. Nonaka & Takeuchi (1995) dalam Fullan (2005: 30) menjelaskan bahwa budaya kolaboratif secara konstan dapat mengubah pengetahuan yang sebelumnya monoton menjadi pengetahuan bersama yang lebih variatif melalui interaksi antar sesama.
Dalam proses psikologis terkait belajar dan memahami sesuatu yang baru tidak bisa berjalan secara instan. Intinya sebenarnya adalah pada menemukan makna moral dan intelektual untuk menjadikan guru merasa lebih baik. Dalam perubahan orang harus memahami apa yang terjadi dan mengapa itu terjadi. Perubahan melibatkan dua asepk yaitu 1) Teori pendidikan : pada perubahan apa yang harus di implementasikan, 2) Teori perubahan : pada bagaimana menerapkannya. Maka dari itu kita perlu memahami perubahan dan proses perubahannya.
B. Interpretasi
Memahami arti penting dari suatu perubahan akan membantu kita mengoptimalkan perubahan kearah yang lebih positif. Setelah mengetahui berbagai sumber yang dapat mempengaruhi suatu perubahan. Maka hal yang perlu dipersiapkan selanjutnya adalah memahami kenapa perubahan itu diperlukan, bagaimana proses perubahan itu berjalan, perngaruh apa yang akan terjadi pada kita dan lingkungan kita dari perubahan tersebut. Pertanyaan-pertanyaan tersebut terkadang memberikan efek ambivalen (memiliki tingkat ambigu penafsiran).
Maka sangat penting sebelum melanjutkan kepada tindakan yang tepat, kita perlu mendalami terlebih dahulu perubahan yang akan dilakukan, filosofi perubahan seperti yang sebenar-benarnya diharapkan dan aksi yang tepat untuk menghadapi perubahan tersebut. Setiap perubahan membutuhkan banyak aspek untuk ikut serta dalam perubahan tersebut, seperti kesadaran, pemahaman, kekonsistenan tindakan, kolaborasi, dan kesukarelaan.Â
Kesadaran berarti setiap elemen perlu sadar sepenuhnya akan dampak-dampak apa saja yang akan terjadi apabila suatu inovasi dan program pendidikan diterapkan. Maka kesadaran ini berhubungan dengan sikap visioner yang tentunya harus sejalan antara masing-masing sumber dan dimensi dalam dunia pendidikan.
Kesamaan pemahaman akan memberikan akses pada optimalisasi dari suatu perubahan positif dalam pendidikan. Pemahaman yang sama akan menyatukan suara dan energi dalam menjalankan berbagai program yang ada dan sesuai dengan kebutuhan. Setelah itu konsistensi tindakan dengan selalu memberlakukan siklus yang sebelumnya dibahas, layaknya lesson study, yaitu PLAN-DO-SEE-REDESIGN. Artinya bahwa setiap hal harus direncanakan dengan matang terlebih dahulu(Plan), disesuaikan dengan kebutuhan yang ada. Kemudian dilaksanakan secara konsisten dengan satu sama lain memberikan pengamatan dan masukan positif (Do) untuk menjadi bahan refleksi bersama mengenai apa potensi yang bisa diteruskan dan mana yang perlu cepat ditanggapi dengan digantikan atau diperbaiki (See), kemudian setelah semua informasi yang dibutuhkan terkumpul, maka melakukan perbaikan ulang (Redesign) tanpa menghilangkan unsur-unsur esensial yang ada, seperti di Indonesia tetap merujuk pada nilai-nilai yang bersumber pada Pancasila dan UUD 1945. Setelah itu menuju Plan kembali berputar dalam suatu siklus perubahan positif.
Kolaborasi menunjang juga dalam perubahan yang positif. Karena menurut Aristoteles manusia adalah Zoon Politicon, yaitu makhluk sosial yang selalu membutuhkan satu sama lain. Dalam Al Quran yang menjadi pedoman umat islam juga disebutkan bahwa Innamal Mu'minuna Ikhwah pada Q.S. Al Hujurat: 10, yaitu sesungguhnya setiap mukmin itu bersaudara. Sehingga menuntut adanya kerjasama positif di dalamnya.
Kesukarelaan pada program yang ada setelah dilakukan proses perenungan makna di dalamnya, akan memberikan dampak optimalisasi dari perubahan yang diharapkan. Berbeda dengan keterpaksaan, hal itu akan memberikan hambatan bagi suatu perubahan.
Perlu kita pahami bersama bahwa yang namanya perubahan selalu juga menghadirkan mental disorder, seperti kecemasan, kepanikan, kebingungan dan lain sebagainya. Namun yang lebih penting dari itu bagaimana kita tetap bersikap tenang akan perubahan, karena sudah menjadi fitrah dunia dan isinya untuk selalu berubah. Tinggal kita analisis sikap apa yang paling tepat dari suatu perubahan, yaitu apakah kita akan meneruskan dan menerima perubahan itu, ataukah kita akan menentang perubahan itu sehingga menghasilkan perubahan baru yang tentunya lebih sesuai. Untuk memahami arti dari perubahan maka kita akan mengenal berbagai permasalahan dan gambaran solusi yang akan dilewati.
C. Evaluasi
Pemaparan dari Fullan mengenai arti penting dari suatu perubahan nampaknya sudah cukup kompleks. Penulis sepakat dengan pandangan dari Fullan mengenai arti pentingnya memahami bahwa perubahan tidak sekedar dijalankan saja, namun perlu pemahaman mendalam terlebih dahulu di dalamnya. Dengan memahami permasalahan yang disampaikan oleh Fullan baik dari internal gurunya, kemudian tekanan yang ada di dalam suatu kelas, kebijakan yang kurang sesuai, dan kolaborasi yang perlu dibangun, akan memberikan wawasan kita akan arti penting dari suatu perubahan yang bisa dilakukan namun tidak dilakukan secara asal-asalan.
Alasan Fullan pada perluya pondasi perubahan mindset dan pemahaman yang mendalam akan memberikan efek kuat dan kokohnya pondasi diri atas suatu perubahan yang akan dilakukan. Pelibatan nilai-nilai yang harus dilakukan dalam sudut pandang siswa dan guru membuat kita tahu kompleksitas yang sebenarnya terjadi dan itulah yang perlu ditumbuhkan.
Penulis sepakat dengan apa yang disampaikan Fullan mengenai kultur masyarakat yang akan mempengaruhi dari perubahan itu. Hal ini berkaitan dengan nilai-nilai luhur yang telah tertanam dalam jiwa dan kepribadian masyarakat, atau dalam konteks di Indonesia adalah jiwa dan kepribadian bangsa yaitu Pancasila. Sehingga hal tersebut tidak melahirkan sifat ambivalen ditengah-tengah masyarakat ataupun mental disorder yang akan meluap sampai tumpah tidak terkendali.
D. Rekomendasi
Maka untuk bisa lebih menghayati makna dari suatu perubahan, kita perlu memahami apa yang sebenarnya sedang terjadi, atau sebutan lainnya analisis medan, dan kita perlu paham mengapa hal itu bisa terjadi. Setiap arti perubahan dapat kita pahami lebih mendetail apabila kita memahami apa yang sebenarnya kita ingin pahami. Sehingga, filosofi pendidikan dari suatu perubahan itu harus menjadi sesuatu yang kuat dalam praktik di dunia pendidikan. Penulis merekomendasikan pada setiap orang untuk menggaris bawahi arti penting perubahan di Indonesia, tanpa menghilangkan nilai-nilai khas yang ada di Indonesia. Dengan artian selalu melibatkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Hal tersebut akan membawakan pada kesatuan visi perubahan dan kesesuaian tindakan yang selaras dengan karakteristik khas Indonesia.
REFERENSI INTI:
Fullan, M. (2005). The New Meaning of Educational Change Third Edition. London: Teachers College Press
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H