Mohon tunggu...
Anang Fathoni
Anang Fathoni Mohon Tunggu... Lainnya - Long-Life Learner

IG : @anang_fathoni Email : ananglight@gmail.com https://linktr.ee/anang_fathoni

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kajian Artikel "Assessment, Teaching and Theories of Learning" karya Mary James

10 Desember 2021   12:58 Diperbarui: 12 Desember 2021   08:49 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

James (2006) dalam artikelnya menarik perhatian inti pada hubungan antara penilaian dengan pedagogi yang mana memandang pada efektifias belajar. Berbagai pendekatan dari sejumlah teoris baik dari behaviorisme dan konstruktifisme dijelaskan di dalamnya. Inti dari teori belajar juga jarang dibahas tentang bagaimana suatu pembelajaran dengan model tertentu, perlu menggunakan penilaian yang seperti apa. Penilaian dalam belajar, mengajar, dan konten pengetahuan menjadi basik untuk validitas suatu penilaian. Jadi penilaian yang akan diperoleh akan lebih holistik.

Banyak penilaian didasarkan pada konten dan pendekatan metode secara psikologis yang digunakan untuk menilai sikap mental dan mengukur para siswa. Pada teori klasik, sudut pendidikan hanya berfokus pada membedakan individu pada atribut tertentu dan hanya menentukan sejauh mana mereka bisa menggunakan suatu konsep yang diajarkan. Artinya konsep pengukuran hanya berdasarkan pada pengetahuan siswa saja. Selanjutnya, pada paham teori behaviorisme hanya memandang stimulus dan respon yang didapatkan, dalam artian, hanya hasil yang dilihat dan tidak memandang proses.  Namun kemudian pemahaman tentang belajar di abad dua puluh berkembang, dan mempengaruhi penilaian yang ada. Kemudian interaksi antar orang, dan alat mediasi seperti bahasa menjadi sesuatu yang dilihat dan dipertimbangkan dalam belajar. Sehingga penilaian hasil belajar yang ada menjadi lebih kompleks.

Disebutkan oleh James bahwa hal ini bukanlah tugas yag mudah bagi para ahli. Maka dari itu minimal perlu adanya pemahaman pedagogis (Shulman, 1987), pemahaman dasar teori belajar, dan beberapa literasi dalam assessment (Earl, M., & Britain, 2000). Hal ini berfungsi untuk menyelaraskan praktik mengajar dengan penilaian yang dibutuhkan.

Agar guru lebih efektif maka ada dua hal perubahan yang harus dilihat, yaitu perubahan pada praktik penilaian yang didasarkan pada teori-teori belajar, dan keyakinan (beliefs) yang mereka punya tentang belajar. Hal ini di dukung dari buku The Meaning of Change karya Fullan, bahwa ada 3 aspek perubahan yang guru butuhkan, 1) materi (What), 2) cara mengajarkannya dan cara menilai (How) dan 3) keyakinan yang ada (beliefs) (Why) (Fullan, 2005). Hal ini membutuhkan kesadaran yang kritis akan pentingnya hal tersebut.

Teori behaviorisme muncul pada tahun 1930an dan yang populer pada saat itu mengaitkan karya-karya teori dari Pavlov, Watson, Skinner dan Thorndike yang mana memandang bahwa stimulus akan mempengaruhi respon yang diberikan. Menurut teori ini lingkungan belajar adalah faktor penentunya. Belajar dipandang menjadi suatu respon yang dikondisikan terhadap rangsangan eksternal. Kemudian muncul yang namanya hukuman dan imbalan, cara ampuh untuk memadamkan atau menumbuhkan suatu kebiasaan yang perlu dikondisikan. Teori ini tidak melihat proses didalamnya seperti yang disampaikan dalam bahasan kita awal. 

Penganut teori ini tidak memandang pentingnya mengetahui makna dibalik suatu pembelajaran. Maka lingkungan yang cocok pada teori ini adalah lingkungan pada kelompok yang homogen yang sesuai dengan tingkat keterampilannya.

Setelah itu muncul teori konstruktivisme, dimana anak sudah dipandang bisa mengkonstruk pengetahuannya sendiri. Maka munculah teories dari Amerika dan eropa, yang mana diantaranya, teori yang tercatat sebagai ahli bahasa seperti Chomsky, ilmuwan komputer seperti Herbert Simon, dan ilmuwan kognitif Bruner. Kemudian ditambah dengan teori neurosains yang memandang konstruksi pada pikiran seseorang, yang dibantu dengan teori pengelolaan informasi.

Ada dua komponen metakognitif utama dan penting dalam perspektif dimensi dari pengetahuan ini, yaitu self monitoring dan regulasi diri. Kemudian penilaian formatif muncul sebagai elemen penting pada pedagogis yang memunculkan model mental siswa (melalui dialog kelas, tugas, pemetaan konsep). Dalam konteks ini strategi pengajaran dan penilaian dicampurkan untuk menuju pada tujuan dari belajar. Beberapa pendekatan eksperimental untuk penilaian sumatif juga didasarkan pada teori pembelajaran ini.

Perkembangan baru yaitu pada prespektif sosial-budaya dalam konteks pembelajaran. Menurut prespektif ini, pembelajaran terjadi karena adanya interaksi individu dan lingkungan sosial (Vygotsky berjudul Mind in Society). Bahasa menjadi pusat kita dalam berpikir dan mengkomunikasikan dikembangkan dalam hubungan antara manusia, hubungan sosial yang diperlukan dan dalam konteks belajar (Vygotsky, 1978). Dengan demikian pembelajaran adalah kegiatan sosial dan kolaboratif di mana orang mengembangkan pemikiran mereka bersama-sama. Belajar melibatkan partisipasi dan merujuk pada konsep distribusi kognisi (Salomon, 1993). Vygotsky kemudian menamakan suatu perkembangan yaitu Zone of Proximal Development (ZPD) yang memandang adanya tingkatan dimana siswa butuh dibantu oleh yang lebih expert dalam konteks ini adalah orang tua, guru dan peran masayarakat di lingkungannya. Guru (seorang expert) dan siswa (yang dibimbing) bersama-sama memecahkan suatu permasalahan, dan bersama mengembangkan keterampilan dan pemahaman mereka.

Di Inggris, (Filer, 2000) memberikan laporan etnografi tentang cara anak membangun identitas belajarannya dan dalam memainkan peran penilaian yang ada di dalamnya. Pembelajaran dapat disimpulkan sebagai partisipasi aktif yang otentik (sesuai dengan dunia nyata). Hasil pembelajarannya dapat ditangkap dan dilaporkan melalui berbagai bentuk perekaman termasuk audio dan media visual. Penilaian portofolio (formatif) digunakan untuk memantau kemajuan siswa dari hari ke hari yang nantinya digunakan sebagai bahan evaluasi dan refleksi diri. Biggs dan Tang (1997) berpendapat bahwa penilaian yang diperlukan perlu holistik agar konsisten dengan pendekatan sosial budaya. Maka perlu adanya pekerjaan ekstra untuk mengembangkan pendekatan dalam meiliai koherensi dari prespektif sosial budaya dengan pembelajaran yang ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun