Mohon tunggu...
Anang Wicaksono
Anang Wicaksono Mohon Tunggu... Wiraswasta - Menjadikan menulis sebagai katarsis dan sebentuk kontemplasi dalam 'keheningan dan hingar bingar' kehidupan.

Mengagumi dan banyak terinspirasi dari Sang Pintu Ilmu Nabi. Meyakini sepenuhnya Islam sebagai rahmatan lil 'alamin, pembawa kedamaian dan kesejahteraan bagi semesta alam. Mencintai dan bertekad bulat mempertahankan NKRI sebagai bentuk negara yang disepakati para founding fathers kita demi melindungi dan mengayomi seluruh umat beragama dan semua golongan di tanah tumpah darah tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jokowi, Tujuh Sendok Nasi dan Pertolongan Tuhan

14 Mei 2016   10:51 Diperbarui: 14 Mei 2016   11:04 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

[caption caption="Jokowi Sang Presiden ke-7 (Diedit dari: Surabayapagi.com"][/caption]

Anak saya yang kedua terhitung tipikal anak yang sulit makan. Ia hanya mau makan makanan yang disukainya terutama jajanan-jajanan. Seandainya disuruh memilih, saya yakin ia lebih memilih makan jajanan dibanding makan nasi. Begitu pula terhadap sayur mayur dan buah-buahan, ia begitu selektif dan hanya mau makan sayur dan buah tertentu. Karena itu, kami harus membujuknya dan mencari berbagai cara agar ia mau makan; dari mengatur variasi dan komposisi menu sampai dengan merekayasa suasana dan tempat makan.

Dulu pada waktu makan, sering kali  neneknya (almarhumah, semoga Allah mengampuni dan merahmatinya) yang menyuapi anak saya itu. Menyadari cucunya yang sulit makan dan daripada tidak makan nasi sama sekali, beliau kerap berkata, "Yo wis pitung sendok wae, ben entuk pitulungan." Yang maksudnya adalah: ya sudah tujuh sendok saja, biar dapat pertolongan (dari Allah).

Kaum Salafi-Wahabi pasti akan menyebut bid'ah, khurafat atau takhayul bila ditanya tentang kaitan antara angka 7 (dalam 7 sendok nasi) dan pertolongan Tuhan. Pengikut Muhammad bin Abdul Wahab dan loyalis dinasti al Saud ini terlalu mempersempit wawasan pemikiran mereka sendiri dengan mendistorsi definisi beberapa terminologi Islam sehingga menjadikan mereka begitu mudahnya memvonis pihak lain melakukan perbuatan bid'ah atau syirik dan akhirnya berujung pada sikap takfiri (mengkafirkan) terhadap sesama muslim. 

Namun saya tidak mau terpengaruh paradigma paham Salafi-Wahabi yang beberapa tahun terakhir ini -- terutama sejak berkobarnya pemberontakan bersenjata dukungan asing di Suriah -- semakin gencar membombardir Indonesia dengan isu sektarian yang diusungnya. Jauh dari apa yang ditudingkan mereka, menurut saya, kaitan antara angka 7 (diucapkan "pitu" dalam bahasa Jawa) dengan 'pitulungan' merupakan sebentuk doa dan harapan akan datangnya pertolongan Tuhan. Atau bisa dikatakan angka 7 adalah sebuah simbol atau perlambang harapan manusia kepada Tuhan agar diberi pertolongan. Dengan demikian,  agaknya nenek anak saya menjadikan 7 sendok nasi tersebut sebagai momentum kebangkitan cucunya untuk mendapatkan pertolongan Tuhan sehingga bisa terbebas dari tipikal sulit makan yang membelenggu cucunya itu.

Dalam konteks ke-Indonesia-an dan kekinian, kebetulan Presiden kita sekarang, Joko Widodo, juga tidak bisa dilepaskan dari angka 7. Beliau adalah presiden ke-7 dalam deretan presiden RI sejak proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia. Kebetulan pula mantan Gubernur DKI ini memulai tugas besarnya memimpin bangsa Indonesia dalam kondisi perlambatan ekonomi global yang mempengaruhi perekonomian negara-negara di dunia termasuk negara kita. Saat ini kita sedang berdiri pada titik kritis yang harus segera kita sikapi dengan tepat untuk dapat melewatinya,  demi menyambut masa depan yang lebih cerah. Untuk itu dibutuhkan seorang pemimpin nasional berkemampuan luar biasa yang mampu memimpin dan memandu kita semua agar bisa melewati fase kritis ini. Dan kiranya Tuhan memberikan pertolongan pada bangsa dan negara Indonesia lewat presiden ke-7 ini.

Bila kita amati lebih jeli, tanda-tanda pertolongan Tuhan sudah mulai menampakkan hasilnya. Perlahan namun pasti, di bawah Sang Presiden ke-7 ini, perekonomian Indonesia mulai menggeliat bangkit. Dengan visinya yang tajam dan jauh ke depan, Jokowi paham benar langkah apa yang harus dilakukan untuk mewujudkannya.

Jokowi mengerti pembangunan membutuhkan dana besar. Apalagi pembangunan infrastruktur yang merupakan tulang punggung perekonomian sebuah bangsa. Bukan besar lagi, sangat besar dana yang dibutuhkan. Tidak mungkin semua dana itu diambilkan dari APBN. Cara yang paling ampuh adalah dengan menarik investasi masuk ke Indonesia. Maka itu, ia melakukan deregulasi besar-besaran untuk merombak dan memperbaiki iklim berinvestasi di Indonesia. Berbagai paket kebijakan ekonomi pun telah dirilis untuk itu.

Kendati pada awalnya banyak serangan dan kegaduhan politik yang mengganggu dan menghambat langkah kerjanya, tetapi kini sang pemimpin sederhana itu terlihat sudah menguasai dan mengontrol medan sepenuhnya. Ritme langkah-langkah politiknya nampak luwes, cerdas dan elegan. Bagaikan petinju legendaris Muhammad Ali, 'footwork politik' Jokowi terlihat enak ditonton, ia tahu benar kapan melangkah maju-mundur atau berkelit kiri-kanan. Ia juga sangat paham kapan menghindar dan kapan melontarkan jab, straight atau hook. Meskipun demikian, prinsip agung orang Jawa seperti 'Nglurug tanpa bala, menang tanpa ngasorake' tetap dipegang teguh mantan Walikota Solo ini.

Keberhasilan Sang Presiden ke-7 dalam menguasai dan mengontrol percaturan politik nasional jelas akan semakin mempermudah proses pembangunan yang sudah dicanangkannya.  Hal ini dikarenakan aspek politik mempunyai pengaruh besar terhadap aspek ekonomi dan begitu pula sebaliknya. Bahkan tidak hanya aspek politik, semua aspek dan dimensi kehidupan sebenarnya saling berkelindan, pengaruh mempengaruhi. Namun aspek politik tetaplah punya pengaruh yang dominan karena pada aspek itulah sebuah keputusan dan kebijakan ditetapkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun