Mohon tunggu...
Penulis Pinggiran
Penulis Pinggiran Mohon Tunggu... Lainnya - Semarang, Jawa Tengah

Ketidakmungkinan hanyalah sebuah opini

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Terlahir dari Orang Kecil Menjadi Orang Biasa

23 Mei 2020   02:35 Diperbarui: 23 Mei 2020   02:36 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Seperti biasanya, selepas membaca beberapa lembaran buku karya Emha Ainun Nadjib mengenai Gelandangan Di Kampung Sendiri saya berusaha untuk selalu mengespresikan dengan menyadarkan apa yang sekiranya bisa saya lakukan kedepannya. 

Satu hal yang kemudian terlintas dibenak fikiran saya adalah mau jadi apa kedepannya dengan segala pengalaman yang sekiranya bisa saya andalkan. Ahh, bagi saya yang memang sudah terlahir dari kalangan orang kecil apapun hasil di masa depan akan tetap untuk jadi orang biasa saja.

Bagi Allah SWT, Siapapun yang dikehendaki tak terkecuali manusia yang berlumur dosa pun tetap tetap memiliki hak dengan manusia lainnya. tak terkecuali rahmat-Nya pula yang tak habis-habisnya untuk saya syukuri.  Karena saya yakin bahwa Allah akan senantiasa melapangkan jalan bagi saya untuk menjadi orang kecil dan biasa. 

Allah yang mahakasih serta maha pemberi itu masih tetap memperkenankan saya untuk tidak tertahan dan terhalan oleh apapun dalam melakukan kegiatan sehari-hari, sebagai orang kecil umpamanya memasak dengan sendiri, mandi sendiri, mengelar kasur serta tikar sendiri, mengepel sendiri, menyapu sendiri, atau sekedar memotong kuku sendiri walaupun ada satu kelebihan yang tak bisa saya miliki. 

Yaitu memotong rambut saya sendiri, yah walaupun dalam menjalankan keseharian dengan sendiri setidaknya bagi saya bisa membuat saya untuk menjadi lebih mandiri.

Sekiranya saya bisa membayangkan, kalau semisal saya jadi seorang bos, besar kemungkinan saya memerlukan sekertaris yang cantik-cantik untuk membantu saya mencuci mata dan menambah semangat, kalau saya seorang raja kemungkinan besar saya memerlukan pengawal-pengawal nan setia dan gagah dalam mengawal saya di setiap medan pertempuran,dan kalaupun saya menjadi seorang penjabat tinggi, sekelas Mentri mungkin saya sudah punya banyak uang dan tabungan buat masa depan keluarga. 

Yah walaupun kadang Mentri hanya dianggap sebagai pembantu presiden pada umumnya, tapi tak mengapalah yang penting punya uang banyak (dalam hati sambil tertawa).

Sampai detik ini Allah telah menganugerahkan rezeki hidup yang bagi saya tak terbilang nilainya, apa yang sekiranya saya rasakan selama ini adalah bentuk perwujudan dari anugerah itu sendiri, misalnya terkait sosial budaya saya masih diperkenankan untuk bercengkrama dengan tetangga dan asyik bertukar cerita . yah walaupun terkadang masih bercerita tentang ngalor, ngidul, ngetan, ngulon yang tak karuan. masih bisa berjalan kaki atau sekaadar naik sepeda onthel, walaupun itu masih pinjam tetangga. 

Sekiranya saya sepakat dengan apa yang telah baca sebelumnya bahwa Allah SWT menyadarkan yang mengharuskan saya menghindari dari sebuah tradisi feodalisme kelas budaya, dengan kata lain saya dilarang untuk menjadi orang besar yang hanya bercengkrama dan sibuk bersosialita dengan orang-orang besar lainnya. 

Apa yang sekiranya sudah saya rasakan selama ini disamping hadiah pul dari-Nya yang diberika kepada saya dengan sejumlah beberapa fasilitas hidup, misalnya kendaraan, handphone, laptop atau fasilitas apapun lainnya. dan sampai saat ini Allah masih senantiasa untuk menemani saya tinggal s sendirian di kost yang cukup nyaman sekiranya bagi saya untuk di tinggali, apalagi dengan kebiasaan bapak ibu kost yang tiap kali tak lupa membangunkan saya untuk bergabung makan sahur bersama. 

Kendati demikian rasa syukur yang tertanam pada diri saya tetap begitu besar dan rasanya pula seluruh jatah waktu hidup saya didunia bagi sayatidak cukup untuk memanifestasikan rasa syukur saya kepada Allah SWT.

Bagi saya, dengan menjadi orang kecil dan tetap untuk menjadi orang biasa sekiranya bisa mengurangi keterikatan dan ketergantungan dalam berbagai sudut hal tertentu. cobalah semisal kalau orang berpangkat, ia pasti akan tergantung pada kekuasaan dan kedudukannya, mungkin ia bisa di caci, dihina atau sekedar ditakut-takuti untuk merasakan kekhawatiran jatuh dari kursi kekuasaanya. 

Dan kalaupun jadi orang kaya, ia akan menjadi makanan para pelaku kriminalitas semacam pencuri, penodong, penjambret ataupun copet dan tentu juga akan merasakan kekhawatiran yang sama apabila kekayaan yang selama ini ia punya jatuh ke orang lain. 

Sekiranya apa yang bisa dilakukan di masa depan adalah tetap untuk menjadi orang kecil dan biasa, tentu saya sepakat bahwa kita hidup jangan terlalu mencari kekayaan, jabatan, ataupun kekuasaan, tetapi mulailah rancang dari saat ini tentang bagaimana memepertahankan diri kita sebagai manusia yang seutuhnya. memang benar, orang kecil dalam tatanan stuktur sosial letaknya selalu di bawah sehingga tak bisa dijatuhkan, karena biasnya yang dijatuhkan adalah orang-orang besar, orang kecil tak punya apa-apa sehingga aman dari tindakan kriminal pencurian atau lainnya. dan orang kecil memiliki cita-cita yang mulia apalagi kalau bukan citra baik di mata pencipta-Nya sehingga tidak bisa dipojokan oleh sesama manusia. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun