Anak merupakan amanah yang diberikan oleh Allah SWT yang harus dididik agar menjadi manusia yang baik dan bertanggung jawab. Selain itu, anak merupakan investasi paling besar yang dimiliki keluarga dan masyarakat sebagai generasi penerus bangsa yang akan membawa warna bagi bangsa kita. Anak mempunyai banyak kemampuan yang mampu berkembang melalui tahapan-tahapan tertentu sesuai perkembangannya.Â
Perkembangan adalah proses perubahan dalam pertumbuhan pada suatu waktu sebagai fungsi kematangan dan interaksi dengan lingkungan. Dalam perspektif psikologi, perkembangan merupakan perubahan progresif yang menunjukkan cara bertingkah laku dan berinteraksi dengan lingkungannya (Wiyani, 2013: 55).
Termasuk dalam aspek perkembangan yang harus menjadi perhatian penuh dari pihak pendidik (guru maupun orang tua) adalah perkembangan sosial emosional anak. Perkembangan sosial emosional anak dimulai dari egosentris individual yang artinya hanya memandang dari satu sisi yaitu dirinya sendiri, konsep diri dan kontrol diri kemudian secara bertahap menuju ke arah berinteraksi dengan orang lain. Misalnya anak mampu merasa bahagia dan senang ketika bermain dengan teman sebayanya, mampu bergaul dengan mereka, mudah bersosialisasi dengan teman yang baru, dan lain sebagainya.
Dalam kehidupan seseorang, periode perkembangan selalu merujuk pada suatu kerangka waktu yang ditandai oleh ciri-ciri tertentu. Proses biologis, kognitif dan sosial emosional yang saling mempengaruhi satu sama lain menghasilkan periode-periode dalam masa hidup manusia. Santrock (2011:18) menyatakan bahwa terdapat delapan periode perkembangan, yaitu: Pranatal periode adalah masa dari pembuahan hingga kelahiran. Periode ini terjadi perkembangan yang sangat hebat dari sebuah sel tunggal hingga menjadi sebuah organisme lengkap yang mempunyai otak dan kapasitas untuk berperilaku dan periode ini berjalan selama kurang lebih sembilan bulan.
Masa bayi adalah periode pertumbuhan yang dimulai sejak ia lahir hingga berusia 18-24 bulan. Pada masa ini, anak sangat bergantung pada orang dewasa. Selama periode ini banyak aktivitas psikologis yang memasuki tahap awal, misalnya bahasa, pikiran simbolis, koordinasi sensorimotor dan perkembangan sosial. Masa kanak-kanak adalah periode perkembangan yang dimulai dari akhir masa bayi hingga usia 5 atau 6 tahun.Â
Terkadang, periode ini disebut sebagai masa-masa prasekolah. Anak prasekolah cenderung mengekspresikan emosinya dengan bebas dan terbuka, sehingga emosi dapat memengaruhi kepribadian dan penyesuaian diri anak dengan lingkungan sosialnya. Goleman (2002:48) menyatakan bahwa orang yang secara emosionalnya cakap maka orang tersebut dapat menangani perasaannya sendiri dan mampu membaca dan memahami perasaan orang lain.Â
Seseorang yang mempunyai kecerdasan emosional yang tinggi adalah mereka yang mampu mengendalikan diri, memelihara dan memacu motivasi untuk berusaha dan tidak mudah menyerah, mampu mengendalikan dan mengatasi stres, serta mampu menerima kenyataan. Anak-anak kecil belajar untuk lebih mandiri dan merawat dirinya sendiri, mengembangkan sejumlah keterampilan kesiapan sekolah dan meluangkan banyak waktu untuk bermain dengan kawan-kawan sebaya.Â
Pada masa pertengahan dan akhir ini adalah periode di mana pertumbuhan berjalan antara usia 6 hingga 11 tahun, kurang lebih bersamaan dengan masa sekolah dasar. Di periode ini, anak-anak belajar menguasai keterampilan-keterampilan dasar seperti membaca, menulis dan berhitung. Secara formal, anak dihadapkan pada dunia yang lebih luas beserta kebudayaannya. Prestasi menjadi sebuah tema yang lebih sentral dalam dunia anak, bersamaan dengan itu kendali diri juga meningkat.
Perkembangan sosial dan emosional anak berhubungan dengan kapasitas anak untuk menumbuhkan sifat self-confidence (percaya diri), trust (kepercayaan), dan empathy (empati). Waltz (Soetjiningsih,2012:) mengatakan bahwa perkembangan sosial dan emosional anak pada masa kanak-kanak awal atau usia prasekolah dipengaruhi oleh faktor biologis (temperament, genetic influence), relationship (quality of attachment), dan lingkungan sekitarnya (prenatal, family community, quality of child care).Â
Oleh karena itu melalui interaksi sosial yang baik dengan lingkungannya anak dapat mengatur emosinya dengan menunjukan beberapa emosi positif. Tetapi jika lingkungan sekitarnya tidak memberi kenyamanan pada anak, maka anak akan memperlihatkan perbuatan atau emosi marah, sedih, takut, kaget, dan sebagainya. Perilaku emosi mempengaruhi perilaku sosial anak, jika emosinya terganggu maka perilaku sosial akan muncul. Hubungan sosial yang baik dengan orang lain akan berdampak baik terhadap kepribadian emosinya. Anak yang mempunyai emosi yang stabil akan memiliki perilaku sosial yang cakap.