Mohon tunggu...
Ananda Sabarina Nasution
Ananda Sabarina Nasution Mohon Tunggu... Mahasiswa - Politeknik STIA LAN Jakarta

Mahasiwa Administrasi Pembangunan Negara

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Upaya Kolaboratif dalam Mengatasi Perundungan di Satuan Pendidikan

4 April 2024   15:01 Diperbarui: 4 April 2024   15:08 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://pin.it/3DFibaovv

Tindakan pelanggaran norma masyarakat yang dilakukan oleh anak-anak berusia dibawah 18 tahun kian merajalela. Tindakan yang dikenal dengan kenakalan remaja ini  terus mengalami peningkatan jumlah kasus setiap tahunnya. Tidak hanya itu,  tingginya kasus kenakalan ini juga diiringi dengan bertambahnya jenis-jenis kenakalan yang semakin sulit untuk diatasi. Beberapa diantaranya marak terjadi seperti tawuran antar pelajar, balap liar, penyalahgunaan narkotika, pelecehan seksual, perundungan dan lainnya. 

Perundungan atau yang akrab dikenal dengan istilah Bully merupakan tindakan menyakiti yang dilakukan kepada seseorang oleh individu ataupun kelompok baik secara verbal atau nonverbal. Sasaran para pelaku perundungan sering kali menuju pada anak-anak yang berasal dari keluarga berpenghasilan rendah, minoritas dalam aspek agama, suku ataupun ras, anak penyandang disabilitas maupun masyarakat terpinggirkan. Nahasnya pelaku perundungan selalu terjadi pada tiap jenjang pendidikan di sekolah seperti SD, SMP, SMA/SMK bahkan hingga bangku kuliah.  Di era modern kini, kasus pembullyan tidak hanya secara langsung, melainkan melalui media elektronik. Penggunaan media elektronik memungkinkan pelaku untuk menjangkau massa yang lebih luas sehingga korban akan mengalami tekanan mental yang sangat tinggi dari perundungan yang dilakukan, tindakan ini disebut dengan cyber bullying. 

Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengungkapkan bahwa terjadi kenaikan kasus perundungan di sekolah sepanjang tahun 2023 yakni sebanyak 30 kasus, meningkat 9 kasus dari tahun sebelumnya dengan jumlah 21 kasus. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim mengemukakan, berdasarkan hasil Rapor Pendidikan 2022 dan 2023 terdapat 24,4% peserta didik yang mengalami berbagai jenis perundungan di sekolah. Merespon masalah ini pemerintah mengeluarkan peraturan melalui Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan untuk memperkuat aturan sebelumnya yakni Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 mengalami implementasi yang buruk. Ironinya adalah meskipun aturan ini telah ditetapkan, di tahun 2024 kasus bully tetap terjadi seperti kasus Binus School Serpong serta bully yang dilakukan oleh 4 remaja putri terhadap siswi SMP di Kijang, Bintan, Kepulauan Riau. 

Namun, untuk mencegah bullying di sekolah tidak hanya sebatas pemerintah mengeluarkan regulasinya akan tetapi banyak faktor dan pihak lain yang harus terlibat dalam prosesnya. Pada faktanya, banyak pelaku bullying yang tidak menyadari kesalahan dari tindakannya, mereka menganggap bahwa hal tersebut hanyalah sebuah candaan. Hal ini dilatarbelakangi oleh bagaimana kehidupan sosial yang mereka alami sehari-hari, seperti sering melihat orang tua yang bertengkar, pola asuh orang tua yang keras, kurang mendapatkan perhatian dari keluarga maupun lingkungannya, terpengaruh oleh konten bebas media sosial dan game, minim empati dan edukasi dan rasa balas dendam yang timbul karena pernah menjadi korban bully. 

Dalam hal ini, orang tua  dan guru berperan aktif dalam menanyakan kabar keseharian dari anaknya dengan cara memberikan waktu kepada sang anak untuk bercerita tentang apa yang dia alami dan rasakan sehari-harinya. Tidak membanding-bandingkan dengan melihat potensi masing-masing anak yang berbeda dan mendorong pengoptimalan potensi yang dimilikinya, mengajarkan pada anak untuk menanamkan rasa percaya diri, empati dan rasa saling menyayangi kepada sesama. Kesalahan yang sering dilakukan oleh orang tua yaitu melakukan pertengkaran di depan anak, ketidakstabilan emosional anak ini akan mendorong untuk melakukan pelampiasan melalui bullying. Proses pengalihan dari fase anak-anak ke fase dewasa membuat seseorang mengalami ketidakstabilan mental yang luar biasa. Ketidakstabilan serta perubahan ini harus didampingi dan berikan pengarahan yang tepat oleh lingkungannya. Perubahan yang tidak diiringi dengan arah yang tepat akan menimbulkan dampak yang cukup serius pada diri seseorang. Anak-anak juga harus diajari untuk membedakan antara candaan dan bully, apabila teman sudah merasa sakit hati atas tindakannya, maka perlu untuk meminta maaf dan tidak melanjutkan candaan tersebut. 

Terkadang anak-anak lupa dibekali cara pertahanan diri, berani untuk melaporkan kejadian bully yang dialami ataupun yang disaksikan kepada pihak sekolah dan juga orang tua. Guru di sekolah wajib untuk merespon segala keresahan muridnya dan melakukan mediasi antar kedua belah pihak kemudian mendengarkan dengan seksama cerita dari keduanya tanpa memberikan tekanan kepada salah satu pihak. 

Pembentukan karakter dan mental anak sejak dini perlu dilakukan akan tindakan bully dapat teratasi. Dampak dari perundungan akan sangat panjang dan mempengaruhi kualitas diri seseorang. Prestasi anak akan terganggu, produktivitas yang menurun, serta korban yang mengalami gangguan mental yang berkepanjangan hingga dapat menyebabkan kematian akibat depresi yang melanda. 

Pemerintah, guru, orang tua dan anak itu sendiri harus berkolaborasi secara lanjut agar perundungan di sekolah dapat dihilangkan. Pemerintah tidak hanya sebagai pembuat kebijakan melainkan turun langsung untuk melakukan sosialisasi, pengawasan implementasi peraturan, memastikan tidak adanya kesenjangan hukum pada pelaku dan korban perundungan. Sekolah seharusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi seluruh siswa untuk menempuh pendidikann. Anak-anak merupakan investasi bangsa, sehingga menjaga kualitas SDM sedari dini akan berdampak pada kemajuan bangsa nantinya. Anak-anak bagaikan kertas putih yang dihiasi oleh pena yang merupakan lingkungan sekitarnya, apabila ingin mendapatkan tulisan yang baik, maka diperlukan penulis yang terampil. Kolaborasi nyata dari semua unsur ini diharapkan dapat memutuskan rantai perundungan pada anak, sehingga setiap anak dapat menjalankan kehidupannya dengan baik dan mengambangkan potensi diri semaksimal mungkin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun