Filipina dan Amerika Serikat memiliki hubungan yang buruk jauh sebelum perang dunia pecah. Perang antara Republik Filipina dan Amerika Serikat pertama kali pecah pada tahun 1899 dan terus berlanjut hingga tahun 1906. Konflik ini terjadi dalam wujud perjuangan masyarakat Filipina melawan pendudukan Amerika Serikat di negara mereka. Seratus tahun lebih sejak konflik tersebut berakhir, Filipina sekarang terbuka untuk bekerja sama dengan negara manapun, termasuk Amerika Serikat.
Sebagai negara independen yang telah memiliki kedaulatan sendiri, tentu saja konflik dan ancaman bagi Filipina tidak hanya datang dari luar negeri saja, tetapi juga datang dari dalam negeri. Salah satu isu yang terjadi di Filipina adalah eksistensi dari kelompok bersenjata atau teroris, Abu Sayyaf.
Sejarah Abu Sayyaf Group
Saat pemerintahan asing berkuasa di Filipina, kawasan Filipina selatan selalu menjadi sumber masalah yang memecah belah semua pihak di Filipina. Pesatnya pertambahan populasi penduduk kristen di Filipina Utara telah membuat pemerintah yang berkuasa saat itu untuk mendorong mereka berpindah ke Filipina Selatan.Â
Masyarakat migrasi tersebut memulai pembangunan di daerah-daerah yang dulunya dihuni oleh masyarakat muslim. Daerah yang awalnya merupakan mayoritas muslim perlahan menjadi minoritas muslim. Migrasi massa masyarakat kristen ke daerah muslim ini kemudian menghasilkan peningkatan kekerasan secara drastis antara kelompok muslim dan kelompok kristen. Namun, pemerintah Filipina yang saat itu berkuasa memihak kepada kelompok kristen sehingga hal ini menimbulkan kekecewaan bagi kelompok muslim.Â
Moro National Liberation Front (MNLF) kemudian muncul dengan tujuan untuk menciptakan negara Islam yang merdeka di daerah Mindanao. Pertempuran antara MNLF dan Armed Forces of the Philippines (AFP) pun tidak terhindari. Lebih dari seratus dua puluh ribu orang dikabarkan meninggal akibat pertempuran tersebut.Â
Serangkaian perundingan pun telah dilaksanakan. Dalam Triplo Agreement telah disepakati bahwa adanya daerah otonomi khusus bagi penduduk Moro di Filipina Selatan. Hal ini tidak membuat beberapa pihak puas dan akhirnya sosok Abdurrazak Janjalani dan pengikutnya memutuskan untuk hengkang dari MNLF. Dipimpin oleh Abdurrazak kemudian mereka membentuk Abu Sayyaf Group.
Hubungan Kerja Sama Antara Filipina dan Amerika Serikat
Abu Sayyaf adalah kelompok radikal yang berusaha membangun negara Islam di Filipina Selatan melalui sejumlah aksi kekerasan seperti pembunuhan, penculikan masyarakat sipil, penyanderaan, dan pemboman tempat-tempat publik. Amerika Serikat menganggap bahwa kelompok radikal Abu Sayyaf ini sebagai organisasi teroris yang memiliki hubungan kuat dengan Al Qaeda pasca peristiwa 11 September 2001. Hal ini diperkuat dengan aksi penculikan dan penyanderaan terhadap kedua warga negara, Filipina dan Amerika Serikat.Â
Salah satu kasus yang dilakukan oleh kelompok ini adalh penculikan terhadap 20 orang dan membunuh satu dari tiga orang sandera asal Amerika Serikat dengan cara memotong kepalanya. Hal tersebut membuat Amerika Serikat menjadi bertekad untuk menyelamatkan keamanan warga negaranya dengan cara menjalin kerjasama dengan pemerintah Filipina
Melalui program Balikatan Exercise atau program Balikatan 02-1 Amerika Serikat dan Filipina kemudian memulai kerjasama mereka dengan tujuan memberantas gerakan terorisme di Filipina yang mengancam keamanan kedua negara. Program ini mempunyai hasil yang beragam. Kegagalan tidak dapat dihindarkan, dibuktikan dengan terbunuhnya dua sandera Martin Burnham dan Ediborah Yap dalam misi penyelamatan tersebut. Sedangkan istri dari Martin Burnham, Gracia Burnham selamat meski mengalami luka yang cukup parah.Â