Mohon tunggu...
ANANDA PUTRI NABILA RISKI
ANANDA PUTRI NABILA RISKI Mohon Tunggu... Editor - Duta Baca Aceh Tenggara 2023

Menulis adalah bekerja untuk keabadian

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menjadi Mahasiswa Tidak Hanya Taat dan Patuh

17 November 2023   17:37 Diperbarui: 17 November 2023   17:43 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Disadari atau tidak, sejarah telah menunjukkan bahwa mahasiswa merupakan "jalan politik" dan proses pembebasan umat manusia dari berbagai praktik penindasan dan kebodohan. Lebih dari itu, menjadi mahasiswa merupakan salah satu cara untuk tetap berdiri di tengah sengitnya tantangan modernitas atau globalisasi. Dalam hal ini, mahasiswa harus memilih antara kebrutalan penegakan hukum saat ini atau bergerak menuju keadilan. Singkatnya, menjadi mahasiswa adalah proses menerobos diri atau cakrawala berpikir demi mencapai keadilan, kesejahteraan ekonomi, dan demokrasi politik.

Saat ini, tujuan menjadi mahasiswa bukan lagi untuk kejayaan, pencerahan intelektual, dan pendidikan politik jangka panjang. Namun, pelajar saat ini terlibat dalam aktivitas yang menyadari pentingnya mengisi kehidupan mereka yang membosankan, persyaratan untuk mendapatkan gelar kehormatan, atau sarana untuk mencari pekerjaan, dan kemudian mengabaikan kewajiban lainnya.

Terkadang kehidupan seorang pelajar ibarat lahirnya seorang pejuang atau pemimpin yang berkarakter. Suka berperang, tapi bukan mesin yang hanya mengikuti dan mengeksploitasi apa pun yang terlihat. Sebab, semasa kuliah mereka hanya diajarkan bagaimana taat, taat, tidak mengambil resiko, bahkan mengagungkan materi. Padahal, menjadi mahasiswa tanpa landasan sosial dan budaya dialektis hanya akan menjadikan mahasiswa sebagai generasi yang tidak berarti bagi masa depan bangsa.

Kita tahu kenapa generasi Tirto Adhi Soerjo dan H.O.S Chokro Aminoto adalah generasi emas negeri ini dan penerusnya adalah generasi Sukarno-Hatta. Hal-hal tersebut tetap tidak tergantikan hingga saat ini karena landasannya dibangun oleh budaya humanis yang mengutamakan dialog untuk mengatasi tantangan-tantangan kompleks di zaman kita. Mereka tidak diperintahkan. Mereka berasal dari tahap dialektis dan tidak pernah lupa mengkritik ketidakadilan.

Warisan rasa takut dan ketaatan, ketaatan seolah menjadi kenangan abadi di alam bawah sadar bayi yang baru lahir. Semua siswa baru harus patuh atau dihukum. Wajar jika mahasiswa baru yang dididik dengan cara ini menjadi mahasiswa penakut yang tidak berani mempraktikkan dialektika di kemudian hari.

Peringatan mahasiswa baru ini bahkan sudah menjadi tradisi tahunan di setiap kampus. Filsuf Inggris Thomas Hobbes sangat yakin bahwa manusia ditentukan oleh emosi, bukan pikiran. Thomas juga percaya bahwa manusia dapat dengan mudah dikendalikan asalkan setiap hari diliputi rasa takut dan terus-menerus mengekspos dirinya pada rasa takut. Kekuatan rasa takut kini tertanam di perguruan tinggi melalui peraturan dan penerapan sanksi dan hukuman.

Ironisnya ketika rasa takut dan kepatuhan digunakan sebagai alat untuk menekan inisiatif dan pemikiran kritis yang baru muncul. Jarang sekali mahasiswa baru didorong untuk proaktif. Ketakutan dan ketaatan merupakan cara paling ampuh yang dilakukan "otoritas kampus" untuk membungkam potensi mahasiswa baru. Pramoedya Ananta Toer pernah mengingatkan kita akan ketakutan ini ketika beliau berkata, "Ketakutan selalu menjadi bagian dari mereka yang tidak berani mencari keadilan. Kejahatan selalu menjadi bagian dari mereka yang menginginkan kebenaran dan melanggar keadilan. Keduanya busuk, keduanya adalah sumber masalah. di bumi ini."

Tanggapan dari "otoritas kampus" mengenai kepatuhan pada umumnya negatif. Di bawah kepemimpinan "administrator kampus" hanya ada sedikit warisan intelektual yang bisa dibanggakan. Wajah para siswa yang dimuliakan menjadi buram, kusam, dan tanpa ekspresi.

Warisan perjuangan dan perjuangan di era peperangan dan perjuangan telah berlalu, setidaknya kita bisa melihat di buku-buku sejarah sejarah perjuangan mahasiswa menumbangkan kezaliman. Namun, semangat yang sama juga sering dimiliki oleh para pelajar, yaitu kurangnya semangat untuk melawan ketidakadilan.

Jika kita merasakan suasana kampus saat ini, mungkin ada beberapa tempat yang aneh. Siswa tidak diajari cara membaca situasi. Siswa hanya diajarkan cara mengikuti perintah dan diperlihatkan cara melakukannya. Tidak ada perdebatan dialog yang kritis, dan mahasiswa pasti akan lumpuh meskipun mereka berusaha kritis.

Mahasiswa kini juga siap beradaptasi dengan selera pasar. Jika dulu negara mengontrol ketat kampus, kini kampus dikontrol ketat berdasarkan permintaan pasar. Materi perkuliahan yang diberikan tidak jauh dari kebutuhan pasar dan ilmu yang diberikan kepada mahasiswa berorientasi pada adaptasi pasar tenaga kerja. Dampaknya adalah mahasiswa menjadi apatis. Mahasiswa dapat merasa bingung dan bingung ketika dihadapkan pada kelambanan sosiopolitik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun