Mohon tunggu...
Ananda Puspakartika
Ananda Puspakartika Mohon Tunggu... Guru - Teacher

Teaching, Traveling, and Journaling

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bersembunyi dalam Ruang Waktu

28 Juni 2023   16:17 Diperbarui: 31 Juli 2023   14:03 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.pexels.com/search/space/

Kuhirup aroma coklat panas ini dalam-dalam, seperti biasa aku selalu mengambil tempat favoritku dekat jendela. Ini waktunya untuk menikmati suasana yang tenang dan nyaman. Pikiranku rasanya tak karuan, berkecamuk. Namun, saat ini lebih sedikit bisa bersahabat. Hp ku terus bergetar, beberapa pesan masuk. Sengaja tak ku aktifkan mode pesawat, meski ingin bersantai di akhir pekan, ada notifikasi yang memang kutunggu. Walaupun sebenarnya sudah tahu, memang tak akan ada, tapi hatiku selalu berharap. 

"Kak, ini pesanan nya. Apa ada lagi yang mau ditambah?"sembari menaruh kentang goreng di depanku.

 ''boleh mas, minta roti bakarnya satu makasih ya" jawabku sambil tersenyum. 

"Baik kak tapi agak menunggu sedikit lebih lama tidak apa-apa kak?" "Gak apa-apa kok Mas, sekalian saya ngabisin kentang dulu." "Baik kak, nanti akan saya antar jika pesanan sudah siap" Mataku memandang jauh ke depan pepohonan, pikiranku masih mengingat memori yang terjadi beberapa bulan yang lalu, rasanya seperti baru kemarin. 

"Ra, kamu sama Adri gak ke kampus bareng?biasanya kan suka barengan kalian kan satu pembimbing"Tanya Tata dengan wajah bingung dan heran. Kami bertemu di lorong perpus. 

''Adri nya gak tahu tuh, ceklis satu WA nya. Aku bukan mau bimbingan Ta, mau nyari referensi aja. ''

Semua sudah mengenal aku dan Adri sebagai bestie. Sebenarnya bukan hanya Adri kami berlima dekat satu sama lain. Aku, Mentari, Danish, Ajeng dan Adri. Pertemanan kami terbentuk dari semester ke-2 awal Ketika kami bertemu di himpunan dengan divisi yang sama. Kebersamaan juga terus berjalan makannya ada yang bilang Witing Tresno Jalaran Soko Kulino artinya Cinta Hadir Karena Terbiasa. Itu ungkapan jawa yang tepat pada saat itu Aku sampai lupa kapan hatiku berdebar, namun saat melihatmu rasanya tak karuan. Setiap harinya perasaan itu semakin tumbuh dan ternyata bukan hanya rasa suka tapi sayang. Sangat berdosa aku saat itu, mengisi hati kepada yang belum halal. Waktu terus berjalan, kegiatan kuliah dan himpunan memadati aktivitas kami. Tak lupa senda gurau juga menghiasi hari-hari kami. Masih teringat dalam memori ku saat Adri dan aku mulai dekat

 "Nanti aku anterin kamu pulang ya Ra, biar ga usah gojek sekalian aku mau ke daerah DU (dipatiukur)."Adri berjalan mendahuluiku "Okay, baguslah aku jadi berhemat hehe"aku tersenyum kecil. 

"Cie aku juga mau dong di anterin"Mentari menyenggol lenganku dengan tertawa cekikikan "Minta antar Danish aja tuh, kan kalian searah" celetuk Adri 

''Enggak ah mending naik angkot dah, serem banget dia bawa motornya"jawab Mentari dengan muka menyeringai. 

"Siapa juga yang mau bareng kamu Tar" Danish berlalu pergi sambil mengernyitkan dahi "Huu dasar baper"ucap Tari agak kesal. "Udah udah kalian ribut mulu, yuk ah ke kantin"ajeng mengalihkan pembicaraan Begitulah kami yang selalu bersama-sama. Lebih tepatnya lagi aku sering menghabiskan waktu bersama mereka. Lamunanku terhenti, suasana kafe pada saat ini tidak terlalu ramai. Dibilang sepi juga tidak. Tempat ini sungguh nyaman Masagi Coffe menjadi salah satu tempat favorit dari zaman kuliah hingga saat ini. Pepohonan yang rindang menjadikan suasana sangat syahdu. Di tempat inilah aku bersembunyi. Mengingat kembali memori usang. Akhir dari kisah kita yang tak jelas dan berakhir. Karena memang hanya aku yang berharap lebih. 

"Kamu tau kan Ra, kalau Adri punya temen deket selain kita loh, terus temennya tuh perempuan lagi" Tari terlihat agak kesal. Tari tahu aku menyukai Adri, dia adalah sahabat dekatku. Apalagi selama ini banyak hal yang aku ceritakan soal Adri. Bagaimana ia bersikap sangat baik. Mulai nganterin pulang yang bisa di bilang hampir setiap hari. Entah karena kami harus rapat ketika acara di himpunan. Tapi sikap Adri yang memang membingungkan, dia yang selalu nemenin ke perpus. Terus suka ngajakin jalan kalau hari libur dan pokoknya yang buat merasa aku special. 

"Kata siapa itu Tar?"aku mencoba bersikap biasa 

"Danish yang bilang kemarin pas kamu belum datang ke himpunan, itupun dia keceplosan. Terus aku maksa dan nanya. Akhirnya dia cerita tapi rada ga jelas gitu deh" 3 Penggalan memori terus memenuhi otakku. Kutarik nafas dan mencoba fokus pada layar laptop saat ini. Ada beberapa tugas pekerjaan yang penuh deadline.Tepat di hari wisuda itu kita sama-sama paham dan mengerti kalau aku bukanlah orang yang istimewa buat kamu. Semua itu karena prasangka, tak pernah ada yang mengungkapkan rasa. Masing-masing dari kami sibuk menyimpulkan. Apalagi memang sikap Adri yang baik dan ramah pada semua orang. Ternyata memang hanya perasaanku semata saja. Kampus begitu ramai, di auditorium juga begitu penuh, kegembiraan begitu terpancar dari semua wajah mahasiswa. Rasanya beban di Pundak hilang. Padahal kehidupan yang sebenarnya baru di mulai. Mengingat momen menyelesaikan skripsi bisa dibilang sungguh menguras tenaga. Jika di ingat-ingat hampir ingin menangis. Aku duduk bersebelahan dengan Tari yang dari tadi memang sibuk membenarkan toganya. Di samping Tari ada Adri yang mencoba menghindari tatapanku. Awal dari kerenggangan persahabatan kami pada saat Danish tidak sengaja membicarakan seseorang yang memang mungkin akan datang pada saat ini, gadis yang merupakan teman dekat Adri. 

''Wih selamat yaa kalian berlima wisudanya barengan" Kia salah satu teman kami di himpunan ikut memberikan selamat. Hari itu rasanya aku begitu terkesiap kaget. jadi selama ini Adri memang hanya menganggapku teman, disampingnya berdiri salah seorang gadis yang tersenyum tersipu malu, ia begitu anggun. Mentari menatapku dengan penuh khawatir. 

''Ra, ayo jalan itu kayaknya ibu sama bapak kamu deh" Tari mencoba mengalihkan perhatianku 

"Iya Tar ayo"aku d melewati keluarga Adri dengan penuh rasa yang tak karuan. Kami bersalaman dengan kedua orang tuanya dan adiknya. Tak banyak yang kami obrolkan hanya ucapan selamat dan juga 1 kali berfoto bersama

Bersembunyi, saat ini menangis sendiri

 Kepadamu...bukan pergi untuk kembali Namun perpisahan untuk selamanya 

Tak seperti lembayung senja meski sebentar akan kembali esok 

Cerita kita memiliki batasan. Berhenti dan terjadi antara ruang dan waktu. Sela di antara ruang penyesalan Rasanya aku harus memberi jeda Pada diriku sendiri juga pada dirimu Masa depan sulit diprediksi. Sudahi kisah ini

 "Mohon maaf ka menunggu lama, ini roti bakar nya, semua pesanan sudah ya ka" suara dari pramusaji membuyarkan lamunanku. "Terima kasih"kataku

 Kali aku lebih berhati-hati terhadap perasaanku sendiri, berpikir jernih bukan menerka-nerka kembali dan menyimpulkan sendiri.. Darimu aku belajar bahwa rasa suka bisa datang setiap saat, yang harus kita kendalikan. Saat moment itu baru di sadarkan mungkin aku terlalu menyukaimu padahal sebenarnya rasa suka dan sayang itu cepat berubah, ada rindu dan kasih yang tak pernah berhenti yakni kasih sayang Sang Pencipta kepada hambanya. Momen patah hati pada saat itu menjadikan aku yang kuat saat ini. Itulah kenangan saat masih duduk di perkuliahan. Haru biru, gembira, suka duka dan Bahagia. Menjadikan episode dalam kehidupan penuh warna. Yang harus di ingat. Jadi perempuan jangan mudah terbawa perasaan. Harus mawas diri dan juga gak boleh terus menyimpulkan pikiran sendiri. Yang terpenting dari kisah yang lalu jangan berharap pada siapapun. Allah selalu siapkan rencana terbaik untuk kita semua

 Saat ini aku mengenal beberapa orang dengan pola pikir yang berbeda Sudah cukup lama merasa seperti tidak nyata Aku hanya khawatir terluka kembali Jangan membuat kesalahpahaman diantara kita Aku tidak ingin bersama dengan orang yang merubah segala sesuatunya Kita semua takut untuk terluka Dari itu libatkan Allah pada setiap urusan yang sulit menjadi mudah.

Hp ku terus bergetar bukan lagi notifikasi pesan masuk, kali ini nomor tak dikenal tertera di layar. Malas sekali untuk kuangkat. Namun terus bergetar dan mungkin sepertinya penting. 

"Halo Assalamualaikum Ra"suara yang sangat kukenal. Aku terdiam sejenak. Mencoba menerka-nerka apa yang terjadi. ***

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun