KEBERPIHAKAN MEDIA SEBUAH KENISCAYAAN
Subjektifitas ini adalah realitas sejati, artinya subjektifitas seorang wartawan dalam menghasilkan karya jurnalistik adalah sebuah keniscayaan.
Teun A Van Dijk dengan paradigma kritisnya mengatakan bahwa sebuah teks (dalam konteks bahasan kita, produk jurnalistik) itu dihasilkan dengan tiga struktur yang mempengaruhinya. Teks (bisa berupa gambar, video, tulisan, dll) dihasilkan dari kognisi sosial (pengetahuan) seseorang. Sedangkan kognisi sosial ini dipengaruhi oleh konteks sosial (lingkungan) wartawan tersebut. Berdasarkan rumusan Van Dijk tadi, nilai ideal yang ada pada KEJ akan “sangat sulit” sekali terwujud.
Jurnalis pasti menulis berita sesuai dengan pengetahuan yang dipengaruhi oleh lingkungan yang dimilikinya. Maka sangat tidak salah jika saat ini banyak media massa berpihak ke salah satu ideologi politik.
Subjektifitas ini akan menghasilkan produk jurnalistik yang subjektif pula, dan yang patut kita ingat bahwa ini adalah sebuah keniscayaan. Manusia tidak bisa diperintahkan untuk berlaku objektif, karena manusia bukan benda yang tidak terpengaruh oleh lingkungan. Jika wartawan adalah benda mati, barulah objektifitas bisa didapatkan, tapi selama wartawan masih bernyawa, memiliki lingkungan, beridiologi, beragama, dan bermasyarakat, objektifitas tidak akan pernah bisa terwujud, yang ada hanya upaya dari jurnalis untuk meminimalisir subjektifitas yang ada.
Kesimpulan Saya, karya jurnalistik yang dihasilkan tidak bisa objektif (ini tidak lantas menjadi buruk), khususnya yang berkaitan dengan isu-isu ideologi politik dan ekonomi media massa yang bersangkutan. Apakah hal ini salah? Saya pikir tidak karena memang subjektifitas adalah sebuah keniscayaan dan objektifitas adalah suatu uhtopia dalam karya jurnalistik.
Idealnya pengajar dan akademisi di bidang jurnalistik di kampus-kampus lebih mendalami paradigma kritis media dari pada secara terus menerus menekankan objektifitas jurnalis/ produk jurnalistik yang tidak akan pernah ada (pandangan positivis).
Mereka yang sedang menimba ilmu kejurnalistikan harus lebih ditekankan pada karya-karya yang berpihak pada sebuah ideologi. Karya jurnalistik itu tidak netral, tapi berpihak. Berpihak pada nilai-nilai kebenaran pribadi jurnalis dan nilai-nilai kebenaran umum yang berlandaskan pada hukum yang berlaku.
Wartawan yang berusaha idealis itu banyak, tapi wartawan yang objektif tidak akan ada, karena idealis adalah upaya mempertahankan dan memasukkkan nilai-nilai kebenaran pribadi pada karya jurnalistik yang dihasilkan. Dan sekali lagi, ini adalah sebuah keniscayaan.
Ukuran objektifitas sebuah karya jurnalistik hanya bisa diukur lewat mode kuantitatif, dan hal ini hampir mustahil, karena wartawan tidak akan pernah menghitung jumlah kata-kata ideologis yang dimuat dalam karyanya ketika menulis teks. Terlebih karena sentimen produk jurnalistik tidak bisa pula diukur secara kuantitas. Hal ini semakin memperkuat teori bahwa teks (produk jurnalistik) tidak bisa berdiri sendiri karena dipengaruhi subjektifitas wartawan.
Masyarakat dan akademisi harusnya bukan mengkritisi media massa/ jurnalis yang berpihak kepada salah satu ideologi, tapi kritik harusnya ditujukan pada konten karya jurnalistiknya. Karya jurnalistik yang baik juga memperhatikan isu sosial dan efek dimasyarakat sebagai sebuah social control. Berhentilah menghujat media karena keberpihakan adalah sebuah kepastian, dan netralitas adalah sebuah uthopi. sumber : anandapuja.com