Sistem keuangan syariah yang berkembang pesat saat ini terdiri dari dua pilar penting yaitu pasar modal syariah dan perbankan syariah. Dari kedua komponen ini sangat penting di negara-negara dengan mayoritas penduduk Muslim seperti Indonesia. Di dalam prinsip syariah melarang transaksi riba, gharar (ketidakpastian), dan maysir. Namun, dari sudut pandang hukum, keduanya saling mendukung dalam mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis syariah.
Konsep Dasar Pasar Modal dan Perbankan Syariah
Pasar modal syariah adalah bagian dari pasar modal yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah adalah pasar modal syariah. Instrument yang diperdagangkan, seperti sukuk dan saham syariah, harus memenuhi standar yang ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) atau otoritas yang relevan. Kegiatan investasi di pasar modal syariah harus bebas dari riba, gharar, dan maysir. Sedangkan, perbankan syariah adalah lembaga keuangan yang didasarkan pada hukum Islam yang mengutamakan keadilan, kemitraan, dan tanggung jawab sosial selain melarang riba. Pembiayaan murabahah (jual-beli), mudharabah (bagi hasil), dan musyarakah adalah beberapa layanan yang ditawarkan oleh bank syariah.
Hubungan Hukum antara Pasar Modal dan Perbankan Syariah
Pertama ada penyediaan dana dan investasi syariah yang dimana bank syariah juga dapat berinvestasi di pasar modal melalui instrumen yang sesuai dengan prinsip syariah, seperti sukuk dan saham syariah. Mereka juga sering bertindak sebagai underwriter atau penjamin emisi dalam penerbitan sukuk. Bank syariah dilindungi secara hukum oleh regulasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN-MUI). Regulasi ini menjamin bahwa investasi di pasar modal tidak melanggar prinsip syariah.
Kedua produk dan instrumen syariah yang terkait yaitu sukuk, instrumen ini diterbitkan berdasarkan kontrak syariah seperti ijarah (sewa) atau mudharabah (bagi hasil), dan berfungsi sebagai alternatif obligasi konvensional dan merupakan sumber pendanaan yang signifikan untuk bisnis dan proyek infrastruktur. Selanjutnya reksa dana syariah, bank syariah sering berperan sebagai penjual atau pengelola reksa dana syariah, di mana dana diinvestasikan dalam saham dan obligasi syariah yang telah diverifikasi oleh DSN.
Terakhir perlindungan hukum bagi investor ialah hukum pasar modal, yang juga mengatur pasar modal syariah, melindungi investor syariah dari pelanggaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku dari OJK dan DSN-MUI. Selain itu, perbankan syariah harus memastikan bahwa semua kegiatan investasi dan pembiayaan sesuai dengan peraturan syariah. Hal ini penting untuk menjaga integritas dan kepercayaan investor dan nasabah.
Tantangan Hukum dalam Integrasi Pasar Modal dan Perbankan Syariah
Regulasi yang terintegrasi untuk memastikan bahwa pasar modal dan perbankan syariah bekerja sama, diperlukan kerangka hukum yang lebih padu. Harmonisasi antara regulasi OJK dan fatwa DSN sangat penting agar tidak terjadi tumpang tindih. Sehingga, perlindungan konsumen syariah sangat penting dalam beberapa kasus karena ada kekhawatiran tentang kredibilitas produk syariah di pasar modal. Akibatnya, pengawasan yang lebih ketat diperlukan untuk memastikan bahwa produk tersebut benar-benar sesuai dengan prinsip syariah.
Kesimpulan dari tulisan diatas ialah dalam mendukung pertumbuhan ekonomi berbasis syariah, pasar modal dan perbankan syariah bekerja sama. Dari sudut pandang hukum, kerja sama antara keduanya harus didukung oleh regulasi yang lebih komprehensif dan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip syariah. Penguatan kerangka hukum yang menyeluruh dapat membantu pertumbuhan industri keuangan syariah dan meningkatkan kepercayaan investor dan nasabah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H