PETA sebagai Organisasi untuk Hewan yang Penuh Kontroversi
Apa Itu Organisasi PETA?
PETA, yang merupakan singkatan dari People for the Ethical Treatment of Animals, adalah sebuah lembaga non-pemerintah yang memiliki tekad untuk mengakhiri perlakuan yang tidak baik terhadap hewan dalam berbagai sektor bisnis dan masyarakat. Tujuan mereka juga mencakup mengedukasi tentang pentingnya mempertimbangkan kepentingan hewan dalam pengambilan keputusan sehari-hari, serta dalam kebijakan dan praktik umum.
Sejarah organisasi PETA
PETA didirikan pada tahun 1980 oleh Ingrid Newkirk dan Alex Pacheco, yang terinspirasi oleh buku etikawan Australia, Peter Singer, berjudul "Animal Liberation" (1975). Awalnya, PETA berfokus pada mengungkap dan mengajukan gugatan terhadap laboratorium penelitian pemerintah dan swasta yang menggunakan hewan dalam pengujian. Seiring berjalannya waktu, organisasi ini mulai berupaya membujuk berbagai industri, termasuk industri kosmetik dan farmasi yang sebelumnya melakukan pengujian produk secara luas dan invasif pada hewan, untuk berpindah ke alternatif yang bebas dari kekejaman terhadap hewan. Upaya ini bertujuan untuk menghentikan pengujian hewan dan mengedepankan metode alternatif yang lebih etis. Saat ini, banyak pemimpin industri kosmetik telah menghentikan praktik pengujian produk pada hewan, dan lebih dari 500 perusahaan kosmetik telah berkomitmen untuk tidak melakukan percobaan pada hewan. PETA juga mengecam dan berkontribusi dalam menghentikan penggunaan hewan dalam pengujian tabrakan di industri otomotif. Dengan adanya dukungan dan upaya bersama dari berbagai pihak, semakin banyak perusahaan dan sektor industri yang beralih ke metode pengujian yang tidak melibatkan hewan, mencerminkan kesadaran dan perhatian yang meningkat terhadap kesejahteraan hewan dan etika dalam bisnis.
Misi Organisasi PETA
Orgaisasi PETA juga berfokus pada bidang perdagangan lain yang terkait erat dengan penyalahgunaan hewan. Mereka prihatin terhadap penggunaan hewan untuk bulu dalam industri fashion, dan dukungan mereka mendorong banyak pemimpin industri, termasuk Georgio Armani, Calvin Klein, dan Ralph Lauren, untuk mengadopsi kebijakan "bebas dari bulu". Penggunaan hewan dalam hiburan, khususnya di industri sirkus, yang dahulu umum terjadi, juga telah mengalami penurunan. Perubahan ini dipicu tidak hanya oleh adanya undang-undang yang lebih ketat, tetapi juga oleh standar industri baru yang ditetapkan oleh sirkus-sirkus alternatif seperti Cirque du Soleil, yang tidak memanfaatkan pertunjukan dengan melibatkan hewan.
Selain itu, perubahan signifikan juga terjadi dalam peningkatan standar perlakuan terhadap hewan oleh pemasok di rantai makanan cepat saji. Dorongan dari PETA dan kesadaran publik yang semakin meningkat terhadap praktik penyalahgunaan pemasok di negara-negara seperti Cina, yang belum memiliki legislasi perlindungan hewan yang memadai, juga telah berdampak pada kesadaran akan pentingnya perlindungan hewan di seluruh industri dan negara.
Mengapa PETA dipandang Buruk menurut beberapa Masyarakat?
Pertama, PETA menganggap bahwa Kebun Binatang sebagai tempat eksploitasi binatang.
Sebagian besar hewan yang dijaga di kebun binatang sebenarnya tidak termasuk dalam kategori hewan yang terancam punah, dan kebun binatang tidak mengarahkan untuk melepaskan mereka kembali ke habitat alami. Hewan-hewan ini, termasuk spesies-spesies seperti gajah, beruang kutub, gorila, harimau, dan simpanse, sulit untuk dilepaskan ke alam liar setelah dibesarkan dalam penangkaran. Kebun binatang biasanya tidak bertujuan untuk mengembangbiakkan hewan dengan maksud menggantikan populasi yang terancam punah.
Salah satu alasan kebun binatang membiakkan hewan adalah untuk menarik kunjungan pengunjung, khususnya dengan kelahiran hewan-hewan muda yang mengundang perhatian dan minat. Sayangnya, pembiakan hewan di penangkaran ini bisa memberikan kesan yang keliru kepada publik tentang kondisi spesies tersebut, terutama mengenai status konservasi mereka. Hal ini menyebabkan beberapa orang menjadi kurang mendukung upaya konservasi di habitat asli hewan (in-situ).
Tapi kenyataannya tidak setiap kebun binatang yang ada, melakukan eksploitasi terhadap binatang yang ada di dalamnya. Sebagai contoh, Taman Safari merupakan kebun binatang yang aktif berpartisipasi dalam inisiatif konservasi satwa liar di Indonesia. Upaya konservasi yang dilakukan oleh Taman Safari Indonesia mencakup keterlibatan aktif dalam program pemuliaan, pelestarian habitat, dan kampanye kesadaran publik. Selain itu, Taman Safari juga menjalin kerjasama erat dengan organisasi lokal maupun internasional untuk mendukung penelitian dan berkontribusi pada upaya konservasi, yang bertujuan untuk melindungi spesies yang terancam punah.
Di samping itu, menurut Alexander Zulkarnain (Vice President Media, Event and Digital Taman Safari Indonesia), Taman Safari Indonesia tetap berkomitmen pada misinya untuk mengembangkan pemahaman dan penghargaan yang lebih besar terhadap alam. “Sambil menginspirasi generasi mendatang untuk melindungi dan melestarikan keanekaragaman hayati bumi yang kaya,” ucapnya, karena kebun binatang juga berfungsi sebagai tempat edukasi agar kita lebih mengerti dalam memahami binatang-binatang yang ada di kebun binatang, karena pada dasarnya kita manusia hidup berdampingan bersama binatang dan tumbuhan, sebagai makhluk hidup, manusia harus mengerti bagaimana cara menjaga keseimbangan ekosistem bumi ini.
Kedua, Kampanye atau Demo yang dilakukan PETA terlalu exrtreme.
PETA memang dikenal karena pendekatan mereka yang provokatif dalam kampanye-kampanye mereka, yang seringkali berusaha untuk menggemparkan orang dan menarik perhatian media. Namun, seperti yang Anda sebutkan, beberapa orang mengkritik taktik kejut mereka, karena dianggap dapat merugikan daripada memberikan manfaat bagi organisasi tersebut. Salah satu masalah utama yang sering ditemukan dalam kampanye PETA adalah perbandingan yang dibuat antara hewan dan manusia. Beberapa orang menganggap hal ini sebagai upaya untuk menyamakan kedua entitas tersebut, yang dapat menjadi kontroversial dan diperdebatkan dari sudut pandang etika.
Beberapa kampanye PETA juga dikritik karena dianggap seksis. Misalnya, kampanye "Lebih baik telanjang daripada memakai bulu" yang telah mendapat perhatian luas, terutama karena pesertanya yang sering kali adalah wanita dan pose yang digunakan yang terkadang dianggap 'menarik'. Ini memunculkan pertanyaan tentang pandangan perempuan dalam kampanye tersebut dan mengenai apakah pendekatan semacam itu mempengaruhi pesan yang ingin disampaikan.
Artikel ini sebagai salah satu syarat Tugas II Mata kuliah Aktor Non Negara (Non State Actor) dengan Dosen Pengampu: Fadlan Muzakki, S.IP., M.Phil., LLM.
Sumber referensi:
https://www.britannica.com/topic/People-for-the-Ethical-Treatment-of-Animals
https://greenecofriend.co.uk/why-do-people-hate-peta/
https://www.peta.org/about-peta/faq/dont-zoos-help-to-preserve-endangered-species/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H