Ketika media sosial saat ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, Australia membuat gebrakan besar dengan memberlakukan undang-undang yang melarang anak di bawah 16 tahun menggunakan platform media sosial seperti Instagram, Tiktok, Facebook. Langkah ini bertujuan untuk melindungi anak-anak dari ancaman cyberbullying dan dampak negatif lainnya. Namun, apakah kebijakan adalah solusi tepat, atau justru mengekang kebebasan berekspresi generasi muda?
Pada tanggal 29 November 2024 melalui parlemen Australia telah mengesakan Undang-Undang Keamanan Daring, untuk anak-anak dibawah umur 16 tahun dilarang menggunakan media sosial. Daftar media sosial yang dilarang seperti Instagram, Facebook, Snapchat, Tiktok, dan lain sebagainya. Undang-undang ini berhasil disetujui oleh 34 Senat dengan 19 lainnya menolak, dan 102 anggota DPR menyetujui sedangkan 13 lainnya menolak.
Dengan disahkannya undang-undang tersebut, menjadikannya sebagai salah satu aturan paling ketat di dunia untuk penggunaan media sosial. Tujuan Perdana Menteri Anthony Albanese mengeluarkan kebijakan tersebut, sebagai upaya pemerintah Australia untuk melindungi anak-anak yang masih rentan terhadap pengaruh negatif media sosial.
Alasan di Balik Kebijakan Australia
Media sosial saat ini telah menjadi salah satu bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan, termasuk juga pada anak-anak dan remaja. Lebih dari 80% anak-anak berusia 10-15 tahun sekarang sudah memiliki akun media sosial, berdasarkan dari laporan Komisi Kesehatan Australia (eSafety Commissioner).Â
Terjadi peningkatan kasus cyberbullying dan penyebaran konten tidak pantas, memunculkan berbagai efek negatif bagi kesehatan mental anak-anak. Melihat hal itu semakin mendorong pemerintah Australia untuk mengambil langkah tegas, terhadap penggunaan media sosial bagi anak dibawah umur 16 tahun.
Undang-undang yang diusung oleh pemerintah Australia mewajibkan platform media sosial untuk bisa memverifikasi terlebih dahulu usia penggunanya, bagi mereka yang berusia di bawah 16 tahun maka wajib mendapatkan persetujuan dari orang tua. Jika aturan tersebut gagal dipatuhi, maka perusahaan media sosial tersebut harus membayar denda kepada pemerintah.
Larangan tersebut sebagai bentuk perlindungan pemerintah Australia, kepada generasi muda dari ancaman dan bahaya media sosial yang semakin sulit terkendali. Studi menunjukkan bahwa penggunaan media sosial bisa menimbulkan berbagai gangguan psikologis seperti depresi, gangguan tidur, kecemasan, dan insecure melihat diri sendiri.Â
Pada beberapa platform media sosial banyak menampilkan berbagai tekanan, terutama untuk anak-anak agar mereka mematuhi standar yang ada hingga gaya hidup yang tidak sehat. Fenomena cyberbullying yang semakin meresahkan dan sering terjadi saat ini, kebanyakan korbannya berasal dari kalangan anak-anak.
Kebijakan tersebut dianggap sebagai sebuah alasan proaktif pemerintah dalam melindungi perkembangan sosial dan menjaga kesehatan mental anak-anak. Mereka diharapkan untuk lebih bisa mengembangkan hubungan sosial yang lebih baik, serta mengurangi berbagai perbandingan sosial yang saat ini banyak terjadi di media sosial.
Larangan yang dianggap dapat membawa dampak positif kepada anak-anak, agar mereka lebih berfokus pada aktivitas yang lebih produktif seperti olahraga, membaca, berenang, dan berbagai keterampilan lainnya. Dengan begitu dapat membantu pertumbuhan otak serta tumbuh kembang yang lebih baik untuk kedepannya.
Semua upaya tersebut diharapkan mampu menjaga kesehatan anak-anak sebagai alasan utama dibuatnya kebijakan ini oleh pemerintah Australia.
Pro dan Kontra di Masyarakat
Apakah kebijakan ini merupakan langkah yang tepat? Beberapa orang menganggap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah Australia telah melanggar kebebasan berekspresi. Saat ini media sosial telah mengalami perkembangan yang pesat, bukan hanya sebagai alat komunikasi saja tetapi juga sebagai tempat untuk mengekspresikan diri.
Dengan adanya larangan tersebut tentu akan membuat anak-anak merasa terisolasi dari interaksi sosial, mereka juga akan sulit untuk menyesuaikan diri dengan dunia modern saat ini.
Terdapat berbagai kekhawatiran dengan hadirnya larangan ini, karena dapat mendorong anak-anak untuk mencari akses lain yang lebih berbahaya dan akhirnya masuk dalam "sudut gelap internet".
Jika anak-anak tidak diperbolehkan untuk bisa mengakses platform resmi yang seharusnya, dikhawatirkan mereka akan terpapar berbagai konten negatif yang ada di media sosial. Selain itu, beberapa perusahaan teknologi juga mempertanyakan  keefektifan adanya undang-undang keamanan daring.
Pemerintah Australia telah mengambil langkah besar dengan melarang penggunaan media sosial bagi anak-anak di bawah 16 tahun, dalam upaya melindungi kesehatan mental dan mencegah ancaman dunia digital saat ini. Namun agar kebijakan tersebut bisa diterapkan dengan efektif, diperlukannya berbagai pertimbangan yang matang dan adil agar tidak menimbulkan rasa kecewa karena hilangnya tempat untuk mereka mengekspresikan dirinya.
Perlunya kolaborasi dari pemerintah, keluarga, platform media sosial, dan lembaga pendidikan dan perlindungan anak agar kebijakan tersebut bisa berjalan optimal. Orang tua yang berperan penting dalam meningkatkan literasi digital anak-anak, tentang cara bagaimana mereka menggunakan media sosial yang aman dan sehat. Tentunya didorong dengan pengembangan aplikasi khusus untuk memenuhi kebutuhan anak-anak, yang dilakukan oleh pemerintah dan lembaga pendidikan dan perlindungan anak yang bekerjasama dengan platform media sosial. Dimana di dalam aplikasi tersebut tersedia mode khusus bagi anak-anak dan aman dari berbagai konten negatif.Â
Selain itu orang tua juga harus memberikan edukasi tentang manfaat dan resiko apa saja yang bisa ditimbulkan dari penggunaan media sosial, sehingga anak-anak bisa mengerti sejak dini bagaimana cara penggunaan media sosial yang baik dan aman serta mereka tetap memiliki interaksi positif secara online maupun offline.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI