Kedua, tindakan afektif yang merupakan tindakan berdasarkan keadaan dan arah emosional aktor/aktor. Perilaku ini mengacu pada tindakan yang didasarkan pada perasaan pribadi. Seperti sebelumnya, tindakan emosional ini bukan karena pemikiran rasional, karena dorongan emosional lebih kuat. Contohnya tindakan menangis yang secara spontan terjadi saat seseorang merasakan sakit, baik fisik maupun perasaan.Â
Ketiga, tindakan rasionalitas instrumental tindakan yang didasarkan pada pencapaian tujuan yang diperhitungkan secara wajar dan diupayakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Perilaku ini mengacu pada perilaku yang mengandalkan rasionalitas aktor untuk mencapai tujuan tertentu. Tindakan ini disebut juga tindakan instrumental yang berorientasi pada tujuan karena dilakukan melalui usaha dan usaha untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Kata-kata rasional mengandung makna logis dan instrumental implisit untuk mencapai suatu tujuan. Artinya, tindakan ini didasarkan pada perencanaan dan pemikiran yang matang.Â
Terakhir, tindakan rasionalitas nilai tindakan yang masuk akal dan berdasarkan nilai yang diambil untuk alasan dan tujuan yang terkait dengan nilai-nilai yang dipegang secara pribadi, tanpa memperhatikan prospek keberhasilan atau kegagalan tindakan tersebut. Perilaku ini mengacu pada perilaku yang didasarkan pada keyakinan pada seperangkat nilai tertentu. Tentu saja tindakan ini dilakukan dengan pemikiran rasional dan pertimbangan berbagai nilai yang ada. Artinya individu yang bertindak mengutamakan apa yang baik, wajar, wajar, dan benar dalam masyarakat. Hal-hal yang baik dapat berasal dari etika, agama, atau sumber nilai lainnya. Hal ini selaras dengan self diagnosis dimana para pelaku atau aktornya melakukan sebuah tindakan mendiagnosa diri sendiri karena melihat atau mendapat informasi dan menjadikan informasi tersebut sebagai apa yang diyakininya (memiliki nilai) (Ritzer, 2014).Â
Kesimpulannya self diagnosis dan medikalisasi timbul atau terjadi karena adanya dorongan nilai, budaya, tradisi, dan kebiasaan yang terjadi, sehingga mereka melakukan hal tersebut. Yang mana hal tersebut sesuai dengan teori tindakan sosial milik Weber, dimana tindakan sosial terjadi karena adanya faktor-faktor sebagai dorongan suatu tindakan sosial berdasarkan apa yang diyakini dan dipercaya oleh individu tersebut.Â
DAFTAR PUSTAKAÂ
Akbar. (2019). Analisis pasien self diagnosis berdasarkan internet pada fasilitas kesehatan tingkat pertama. INA-Rxiv. doi:https://doi.org/10.31227/osf.io/6xunsÂ
Darmadi, D. (2022, Januari 6). "Self Diagnosis" dan Pamer "Mental Illness". Retrieved from Detik News: https://news.detik.com/kolom/d-5886182/self-diagnosis-dan-pamer-mental-illnessÂ
F, A. M. (2019). Analisis pasien self diagnosis berdasarkan internet pada fasilitas kesehatan tingkat pertama. INA-Rxiv. doi:https://doi.org/10.31227/osf.io/6xunsÂ
Faradiba, N. (2022, Januari 14). Definisi Sehat Menurut WHO dan Kemenkes, Tidak Hanya Soal Penyakit. Retrieved from Kompas.com: https://www.kompas.com/sains/read/2022/01/14/164500923/definisi-sehat-menurut-who-dan-kemenkes-tidak-hanya-soal-penyakit#:~:text=Sehat%20menurut%20Kemenkes&text=Menurut%20Undang%2DUndang%20Nomor%2036,produktif%20secara%20sosial%20dan%20ekonomis.Â
Johnson, D. P. (1986). Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta: Gramedia.Â
Maskanah, I. (2022). Fenomena Self-Diagnosis di Era Pandemi COVID-19 dan Dampaknya terhadap Kesehatan Mental . JoPS: Journal of Psychology Students, Vol.1 No.1, 1-10.Â