Mohon tunggu...
Ananda Herdi Saputra
Ananda Herdi Saputra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Fakultas Ekonomi dan Bisnis (S1 Manajemen) Dosen : Prof. Dr. Apollo, M.Si, Ak Mercubuana_NIM: 43122010384

Fakultas Ekonomi dan Bisnis (S1 Manajemen) Dosen : Prof. Dr. Apollo, M.Si, Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

TB 2 - Kasus Asuransi Jiwasraya Membahas Panopticon Jeremy Bentham dan Kejahatan structural Gidenns Anthony

27 Mei 2023   00:39 Diperbarui: 27 Mei 2023   00:39 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

NAMA : Ananda Herdi Saputra

NIM : 43122010384

DOSEN : Prof. Dr. Apollo, M.Si, Ak

WHAT

Jiwasraya memiliki berbagai item baik perorangan maupun grup dan terus menerus menghadapi kemajuan dan peningkatan, disesuaikan dengan kebutuhan dan kapasitas daerah setempat. Untuk memberikan bantuan yang luar biasa bagi pemegang polis, Jiwasraya saat ini memiliki pusat Administrasi Prosedur bancassurance dan Kolusi, pusat Administrasi Program Keuntungan Perwakilan, 14 kantor provinsi, 71 kantor cabang, dan 494 unit kerja Wilayah yang didukung penuh oleh 15 ribu tenaga ahli di seluruh Indonesia. Presentasi dan eksekusi organisasi yang luar biasa, ditunjukkan untuk menyampaikan Jiwasraya siap meraih beberapa penghargaan luhur di tahun 2015, antara lain: MURI Record Award untuk salah satu kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) Jiwasraya dalam rangka HUT ke-156 perusahaan, Juara 1 Indonesia Original Brand SWA Award, Info bank Insurance Award untuk kategori asuransi dengan kinerja sangat baik antara tahun 2010 dan 2014, dan Top IT Implementation on Insurance Sector Award pada tahun 2015.

A) Jeremy Bentham dan Konsep Panopticon

Jeremy Bentham (1748-1832) adalah seorang filsuf, penulis hukum, dan ahli utilitarianisme asal Inggris. Salah satu kontribusi paling terkenalnya adalah pengembangan konsep panopticon, yang pertama kali diperkenalkan dalam karya berjudul "Panopticon; or, The Inspection-House" yang diterbitkan pada tahun 1791.

Konsep panopticon yang dikembangkan oleh Jeremy Bentham pada abad ke-18 memiliki relevansi yang menarik ketika diterapkan dalam konteks kasus korupsi asuransi jiwasraya. Panopticon, sebuah desain institusi pengawasan yang efisien, menekankan pada penggunaan kekuatan pengawasan yang konstan untuk mengendalikan perilaku individu. Dalam  ini, kita akan menjelajahi konsep panopticon Jeremy Bentham dan menghubungkannya dengan kasus korupsi yang terjadi dalam konteks asuransi jiwasraya di Indonesia.

Panopticon, yang merupakan kombinasi dari kata Yunani "pan" (semua) dan "optikon" (melihat), adalah sebuah struktur fisik yang didesain untuk memungkinkan pengawasan yang efektif terhadap sejumlah besar orang. Konsep ini didasarkan pada ide bahwa orang-orang akan mengatur perilaku mereka sendiri ketika mereka merasa terus-menerus diamati, bahkan jika mereka tidak tahu apakah mereka sedang diamati pada saat itu.

Dalam desain panopticon, penjaga berada di pusat menara pengawas yang mengelilingi sel-sel tahanan atau ruangan individu. Sel-sel tersebut memiliki dinding transparan, sehingga tahanan tidak dapat melihat apakah mereka sedang diawasi atau tidak. Konsep ini memberikan kekuasaan dan kendali kepada penjaga, sementara individu yang diawasi menjadi objek pengawasan yang tak henti-hentinya.

b) Kejahatan structural Giddens Anthony

Kejahatan struktural adalah konsep yang dikemukakan oleh Anthony Giddens, seorang sosiolog terkenal, yang mengacu pada jenis kejahatan yang terjadi sebagai akibat dari kegagalan atau disfungsi dalam struktur sosial, politik, dan ekonomi suatu masyarakat. Dalam konteks ini, kita akan mengaitkannya dengan kasus korupsi yang melibatkan perusahaan asuransi Jiwasraya di Indonesia. Kasus ini menjadi salah satu contoh nyata kejahatan struktural yang memiliki dampak sosial dan ekonomi yang luas di Indonesia. Dalam esai ini, kita akan melihat lebih dekat tentang kejahatan struktural, konsep-konsep yang dikemukakan oleh Giddens, dan bagaimana hal itu dapat diterapkan pada kasus Jiwasraya.

Kejahatan struktural adalah jenis kejahatan yang terkait erat dengan struktur dan sistem sosial. Dalam masyarakat modern, struktur tersebut mencakup institusi-institusi politik, ekonomi, dan sosial yang membentuk dasar kehidupan kita. Giddens mengemukakan bahwa kejahatan struktural terjadi ketika struktur-struktur ini gagal berfungsi atau malah dimanipulasi untuk keuntungan individu atau kelompok tertentu, sementara masyarakat secara keseluruhan menderita akibatnya.

Ketika kita mengaitkan kejahatan struktural dengan kasus korupsi asuransi Jiwasraya, kita melihat adanya pola penyalahgunaan kekuasaan dan manipulasi sistem yang melibatkan individu-individu di dalam perusahaan tersebut. Dalam kasus Jiwasraya, terungkap bahwa ada praktik korupsi yang dilakukan oleh pejabat dan pihak terkait dalam mengelola dana investasi dan klaim asuransi.

Kejahatan struktural dalam kasus Jiwasraya terjadi melalui penyalahgunaan posisi dan kekuasaan oleh individu-individu yang berada dalam posisi kunci dalam struktur perusahaan. Mereka menggunakan kelemahan dalam sistem pengawasan dan tata kelola perusahaan untuk memperkaya diri sendiri dengan cara mengalihkan dana investasi ke proyek-proyek yang meragukan atau dengan tidak mengelola klaim asuransi dengan benar.

Praktik korupsi semacam ini dalam kasus Jiwasraya memiliki dampak yang merugikan. Nasabah asuransi yang telah menginvestasikan uang mereka ke dalam Jiwasraya kehilangan tabungan hidup mereka dan kepercayaan mereka terhadap perusahaan tersebut. Ini menciptakan kerugian finansial yang signifikan bagi nasabah dan juga menciptakan ketidakpercayaan masyarakat terhadap lembaga keuangan publik.

Salah satu faktor penting dalam kejahatan struktural adalah celah dan kelemahan dalam sistem pengawasan dan tata kelola. Dalam kasus Jiwasraya, celah ini memungkinkan praktik korupsi terjadi tanpa terdeteksi selama periode yang cukup lama. Kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam struktur perusahaan menciptakan lingkungan yang memungkinkan tindakan korupsi.

Kejahatan struktural dalam kasus Jiwasraya juga mencerminkan kegagalan sistem pengawasan dan penegakan hukum di Indonesia. Kasus ini menyoroti perlunya perbaikan dalam sistem pengawasan dan penegakan hukum untuk mencegah terjadinya kejahatan semacam ini di masa depan. Penegakan hukum yang efektif, transparansi, dan akuntabilitas yang ketat dalam institusi-institusi publik adalah langkah-langkah penting untuk mencegah terjadinya kejahatan struktural.

Korupsi dalam kasus Jiwasraya juga memiliki dampak sosial yang luas. Kehilangan uang dan kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan dan lembaga keuangan publik menciptakan keretakan dalam struktur sosial.

Jiwasraya dikerjakan dari sejarah yang panjang. Ini dimulai dengan terbitan 31 Desember 1859 NILLMIJ, Nederlandsch Indiesche Levensverzekering en Liffrente Maatschappij. Dengan akta notaris No. 1, Perusahaan Asuransi Jiwa pertama di Indonesia (saat itu Hindia Belanda) didirikan. 185 dari William Hendry Herklots. Kasus Asuransi Jiwa yang saat ini menjadi bahan penyelidikan dikaitkan dengan prinsip dasar Ausansi dalam KUHD. Perusahaan di bidang keuangan negatif. Mereka bahkan mengklaim bahwa mereka adalah perusahaan asuransi Indonesia dengan default polis terbanyak dalam sejarahnya. Nilai Jiwasraya pada kuartal kedua dari triwulan terakhir 2019 tercatat short Rp23, 92 triliun-obligasinya Rp49. 6 triliun, namun asetnya hanya Rp25. enam miliar. Jiwasraya juga mencatat defisit sebesar Rp13, 74 triliun per September 2019. Administrasi Jiwasraya yang lama, seperti yang ditunjukkan oleh BPK, tidak meruntuhkan pembelian dan penawaran penawaran atas informasi yang sah dan obyektif. Hal ini terlihat dari aset keuangan pada instrumen saham yang bisa mencapai Rp5, 7 triliun atau 22,4%. Hanya 5% dari dana yang diinvestasikan pada saham perusahaan yang kinerjanya baik (LQ 45), sedangkan sisanya diinvestasikan pada saham yang kinerjanya buruk. Saham dikatakan dibeli dan dijual menggunakan "kesepakatan harga", tetapi harga beli dan jual tidak mencerminkan harga sebenarnya. Sejumlah pihak juga diduga menerima pungutan dari transaksi tersebut. Selain itu, aset keuangan Jiwasraya dalam instrumen reksa dana tidak memperhitungkan prinsip kehati-hatian.

6 (enam) macam aturan prinsip yang harus dipenuhi dalam perlindungan, khususnya:

1) Kepentingan yang dapat diasuransikan (Insurable interest)

Pilihan untuk melindungi, muncul dari hubungan moneter, antara yang dijamin dan yang dijaga dan dirasakan secara sah. Pasal 250 KUHP menekankan asas kepentingan, yang menyatakan bahwa tertanggung harus memiliki kepentingan terhadap benda yang dipertanggungkan dalam perjanjian asuransi.


2) Tindakan mengungkapkan semua fakta (Utmost good faith)

 tentang sesuatu yang akan diasuransikan, baik yang diminta maupun tidak, dengan itikad baik: Tertanggung juga harus memberikan informasi yang akurat dan tepat tentang objek atau kepentingan yang dipertanggungkan, dan penanggung harus dengan jujur menjelaskan segala sesuatu tentang ruang lingkup syarat dan ketentuan. Istilah "itikad baik", juga dikenal sebagai "kepercayaan goed "atau" itikad baik sepenuhnya", mengacu pada "niat baik" suatu pihak untuk melakukan tindakan hukum untuk mencapai hasil yang diinginkan. Niat jujur selalu dijaga oleh peraturan, sedangkan kekurangan komponen-komponen tersebut tidak dijamin ( Purwosutjipto, 1990: 92).


3) Penyebab aktif dan efektif /Proximate cause

tentang yang memulai serangkaian peristiwa yang menghasilkan akibat tanpa campur tangan penyebab baru yang independen.


4) Pembayaran Kembali (Indemnity Indemnitas )

menyiratkan pembayaran kembali. Tertanggung hanya berhak atas ganti rugi dari penanggung atas kerugian yang ditimbulkan, yang merupakan prinsip dasar ganti rugi. metode di mana perusahaan asuransi memberikan kompensasi kepada tertanggung dalam upaya mengembalikannya ke situasi keuangan sebelum kerugian (KUHD pasal 252, 253, dan penekanan pada Pasal 278). Pedoman idemnitas ini hanya berlaku untuk perlindungan kesialan dan tidak berlaku untuk pertanggungan jiwa, dengan alasan bahwa dalam jaminan tambahan, pencapaian rencana cadangan adalah membayar sejumlah uang yang telah ditentukan sebelumnya pada saat kesepakatan dibuat (Purwosutjipto, 1990: 43). Standar penggantian tidak menjadi masalah bagi perlindungan bencana dengan alasan bahwa bagaimanapun juga jiwa manusia sama sekali tidak dapat, bentuk atau bentuk dihargai dengan uang tunai (Emmy Pangaribuan, 1990 : 10).


5) Subrogasi (Subrogation)

Pengalihan hak klaim tertanggung kepada penanggung setelah pembayaran klaim. Menurut Pasal 284 KUHP, hak tertanggung terhadap pihak ketiga yang menyebabkan kerugian dialihkan kepada penanggung yang membayar kerugian atas suatu benda yang dipertanggungkan. Istilah untuk ini adalah subrogasi.

6)Kontribusi (Contribution)

Hak penanggung iuran untuk mengundang penanggung lain untuk berbagi secara setara, tetapi tidak harus sama, tanggung jawab memberikan ganti rugi kepada tertanggung.


Fokusnya adalah pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Pada September 2019, ekuitas Jiwasraya negatif sebesar Rp23, 92 triliun, dan perseroan membutuhkan pemulihan Rp32, 89 triliun. Jiwasraya adalah perusahaan asuransi jiwa tertua di Indonesia.

Tampaknya kasus Jiwasraya hanyalah puncak dari masalah yang lebih besar. Permasalahan Jiwasraya dapat ditelusuri kembali ke tahun 2000-an. Terakhir, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan garis waktu yang komprehensif atas kasus yang menjerat Jiwasraya hingga tidak mampu membayar polis asuransi atas JS Savings Plan (wanprestasi). Direktur BPK Ri Agung FirmanSampurna mengatakan, pendorong utama ketidakmampuan Jiwasraya membayar adalah salah langkah dalam mengawasi kepentingan organisasi. Pendukung keuangan sering kali memasukkan uang tunai untuk gagal memenuhi ekspektasi saham. Diyakini bahwa kasus Jiwasraya dimulai pada tahun 2002. Sempat beredar rumor saat itu bahwa BUMN asuransi sedang mengalami kesulitan. Bagaimanapun, mengingat catatan BPK, Jiwasraya telah membukukan keuntungan semu mulai sekitar tahun 2006.

 Alih-alih mengerjakan presentasi organisasi dengan mempertimbangkan penawaran berkualitas, Jiwasraya justru menuangkan aset sponsorship untuk klub sepak bola dunia, Manchester City, pada 2014. Setelah itu, Jiwasraya memperkenalkan produk JS Saving Plan pada tahun 2015 yang memiliki biaya dana yang sangat tinggi dibandingkan dengan bunga obligasi dan deposito. Sedihnya, dana tersebut kemudian dimasukkan ke dalam reksa dana dan instrumen saham berkualitas rendah.

WHY

Dokpri.
Dokpri.

Beberapa alasan Mengapa kasus korupsi jiwasraya dapat merugikan nasabah adalah sebagai berikut:

  • Penipuan klaim: Pihak yang terkait dengan asuransi jiwa mungkin melakukan penipuan dengan menolak atau menunda pembayaran klaim yang sah. Mereka dapat menggunakan berbagai alasan untuk menghindari pembayaran, seperti menyatakan bahwa nasabah tidak mengungkapkan informasi penting atau menuduh nasabah melakukan penipuan.
  • Penjualan polis palsu: Dalam beberapa kasus, pihak yang tidak jujur dapat menjual polis asuransi jiwa palsu kepada nasabah yang percaya bahwa mereka memiliki perlindungan asuransi. Nasabah mungkin membayar premi secara teratur, tetapi ketika ada klaim, mereka menemukan bahwa polis tersebut tidak sah.
  • Penjualan produk yang tidak sesuai: Terkadang, nasabah dapat diarahkan untuk membeli produk asuransi jiwa yang tidak sesuai dengan kebutuhan atau kondisi keuangan mereka. Pihak yang tidak jujur mungkin mendorong nasabah untuk membeli polis dengan janji manfaat yang tidak realistis atau tidak relevan dengan situasi nasabah.
  • Ketidakjelasan dalam kontrak: Beberapa nasabah mungkin tidak memahami sepenuhnya ketentuan dan persyaratan polis asuransi jiwa yang mereka beli. Pihak yang tidak jujur dapat memanfaatkan ketidaktahuan nasabah untuk mengeksploitasi mereka, seperti mengenakan biaya tersembunyi atau mengubah ketentuan polis tanpa pengetahuan nasabah.

Semua ini dapat menyebabkan kerugian finansial dan emosional bagi nasabah. Oleh karena itu, sangat penting bagi nasabah untuk berurusan dengan perusahaan asuransi yang terpercaya

Kekurangan yang membuat terjadinya fraud dalam Kerangka Pengendalian Internal di PT Asuransi Jiwasraya:

Organisasi mendapatkan komitmen untuk pembayarannya yang paling penting melalui item pengaturan tabungan. Namun, suku bunga tinggi dan manfaat asuransi tambahan ditawarkan oleh produk perbankan (bancassurance). Namun, manfaat yang ditawarkan tidak memperhitungkan harga asuransi.

Penataan pusat administrasi Komunitas bancassurance di SPV tempat bancassurance tidak sesuai dengan pengaturannya. Selain itu, usulan biaya dana ditinjau kembali dan biaya dana diserahkan langsung kepada direksi tanpa melibatkan divisi terkait. Karena pihak terkait Jiwasraya mendapatkan santunan atas penjualan produk, maka ada kemungkinan terjadi benturan kepentingan dalam pemasaran produk savings plan. Melanggar peraturan, saham perusahaan berkualitas rendah dibeli. Untuk menghindari pencatatan kerugian yang belum direalisasi atau melakukan window dressing, pembelian dan penjualan saham juga dilakukan secara berdekatan, sehingga analisisnya tidak didasarkan pada data yang valid dan objektif. Cara paling umum dalam memperdagangkan saham diselesaikan dengan tawar-menawar untuk mendapatkan harga yang keren, dan tanggung jawab atas saham melampaui sejauh mungkin, yaitu di atas 2,5 persen. Pihak menyambut baik pelaksanaan pembagian saham oleh dewan Jiwasraya ini merupakan silaturahmi yang serupa, sehingga diduga ada keuangan organisasi yang diberikan melalui silaturahmi tersebut.

Jiwasraya dalam rencana berlangganan reksa dana diduga dibuat secara perkiraan sehingga manajer investasi dapat dipilih oleh Jiwasraya untuk melakukan investasi dan tampak memiliki kinerja yang baik.

Spekulasi aset umum memiliki penawaran fundamental berkualitas rendah dan mtn (catatan jangka menengah) dan pertukaran atas penawaran ini terbukti dilakukan oleh kelompok anak perusahaan.

Lembaga Peninjau Unggulan (BPK) menggambarkan secara mendalam urutan kasus yang menjerat Jiwasraya hingga akhirnya tidak layak membayar kontrak asuransi Rencana dana Investasi JS (wanprestasi). Tampaknya kasus Jiwasraya hanyalah puncak dari masalah yang lebih besar. Permasalahan Jiwasraya dapat ditelusuri kembali ke tahun 2000-an. Akhirnya, diketahui bahwa ketidakmampuan Jiwasraya untuk membayar terutama disebabkan oleh kelalaian dalam pengelolaan investasi perusahaan. karena Jiwasraya sering menginvestasikan dana pada saham dengan kinerja yang buruk. Dalam perkara Jiwasraya, jaksa agung telah mengidentifikasi enam tersangka, yaitu: Benny Tjokro, Joko Hartono Tirto, Heru Hidayat, Hendrisman Rahim, HaryPrasetyo, dan Shahmirwan.

HOW

dokpri.
dokpri.

A) Penerapan konsep Panopticon Jeremy Bentham dalam kasus Jiwasraya

Ketika melihat kasus ini melalui lensa konsep panopticon, ada beberapa kaitan yang menarik.

Asuransi Jiwasraya adalah perusahaan asuransi jiwa yang beroperasi di Indonesia. Pada tahun 2018, kasus korupsi terungkap di dalam perusahaan ini, yang melibatkan dugaan penyelewengan dana yang signifikan dan pelanggaran etika oleh pihak-pihak terkait.

  • Pengawasan dan Kekuasaan

Dalam kasus korupsi Asuransi Jiwasraya, terdapat elemen pengawasan dan kekuasaan yang terkait erat dengan konsep panopticon. Para pelaku korupsi di perusahaan tersebut memanfaatkan posisi dan kekuasaan mereka untuk mengendalikan aliran dana dan menghindari deteksi.

Pada awalnya, para pelaku mungkin merasa terpantau dan takut akan konsekuensi hukum jika kecurangan mereka terbongkar. Namun, seiring berjalannya waktu, mereka berhasil menciptakan lingkungan di mana mereka merasa dapat melakukan tindakan korupsi tanpa terdeteksi. Mereka mungkin merasa aman dan tak terlihat, seolah-olah tidak ada yang mengawasi mereka secara efektif.

Konsep panopticon memberikan sudut pandang yang menarik dalam hal ini. Bahkan jika pengawasan tidak selalu hadir secara fisik, keberadaan potensi pengawasan yang terus-menerus dapat mempengaruhi perilaku individu. Dalam konteks kasus korupsi Asuransi Jiwasraya, ketika para pelaku merasa dapat menghindari pengawasan dan memperoleh keuntungan secara ilegal, mereka merasa memiliki kebebasan untuk melakukan tindakan korupsi tanpa konsekuensi.

  • Transparansi dan Pemantauan

Salah satu elemen penting dalam konsep panopticon adalah transparansi ruangan atau sel yang diamati. Dalam kasus korupsi Asuransi Jiwasraya, dapat dipahami bahwa informasi dan transaksi yang terjadi di dalam perusahaan tidaklah sepenuhnya transparan.

Informasi tentang dana dan investasi yang seharusnya dikelola dengan integritas mungkin disembunyikan atau dimanipulasi oleh pelaku korupsi. Ketika ada kekurangan transparansi, proses pemantauan dan pengawasan menjadi lebih sulit dilakukan secara efektif.

Dalam konteks ini, penting bagi institusi seperti Asuransi Jiwasraya untuk memastikan transparansi yang tinggi dalam hal keuangan dan operasional mereka. Dengan adanya sistem yang terbuka dan transparan, potensi pelanggaran etika dan korupsi dapat lebih mudah dideteksi dan dicegah.

  • Konsekuensi dan Disiplin

Salah satu aspek penting dari konsep panopticon adalah pengaruh yang dimilikinya terhadap perilaku individu. Dalam panopticon, individu merasa selalu terpantau, dan ini dapat mempengaruhi perilaku mereka. Mereka cenderung mematuhi aturan dan norma karena takut akan konsekuensi jika mereka melanggarnya.

Dalam kasus korupsi Asuransi Jiwasraya, dapat diasumsikan bahwa para pelaku korupsi mungkin merasa terbebani oleh potensi konsekuensi hukum dan reputasi yang akan mereka hadapi jika tindakan mereka terungkap. Namun, di dalam panopticon yang terdistorsi, kekuatan pengawasan dan disiplin tampaknya tidak efektif dalam mencegah mereka melakukan tindakan korupsi.

Dalam situasi seperti ini, penting bagi lembaga penegak hukum dan sistem peradilan untuk memastikan bahwa konsekuensi yang tegas diberlakukan terhadap pelaku korupsi. Hal ini penting untuk memberikan sinyal yang kuat bahwa tindakan korupsi tidak akan ditoleransi dan akan dihadapi dengan konsekuensi yang serius.

Konsep panopticon Jeremy Bentham memberikan sudut pandang yang menarik ketika diterapkan dalam konteks kasus korupsi asuransi jiwasraya. Meskipun panopticon awalnya dikembangkan untuk menggambarkan struktur fisik penjara, prinsip-prinsipnya tetap relevan dalam menganalisis kekuatan pengawasan dan disiplin dalam situasi korupsi yang kompleks.

Dalam kasus korupsi asuransi jiwasraya, ditemukan kaitan dengan konsep panopticon dalam hal pengawasan dan kekuasaan, transparansi dan pemantauan, serta konsekuensi dan disiplin. Penting untuk mempelajari karya-karya Jeremy Bentham dan literatur terkait lainnya, serta mengacu pada sumber-sumber yang memberikan pemahaman tentang kasus korupsi asuransi jiwasraya secara spesifik.

Melalui pemahaman yang mendalam tentang konsep panopticon dan analisis kasus korupsi asuransi jiwasraya, kita dapat mengidentifikasi tantangan dan peluang untuk mencegah dan mengatasi korupsi dalam industri asuransi.

B) Penerapan konsep Giddens tentang kejahatan struktural dalam kasus Jiwasraya

Salah satu contoh kejahatan struktural yang menggemparkan Indonesia adalah kasus korupsi yang melibatkan perusahaan asuransi Jiwasraya. Jiwasraya adalah perusahaan asuransi milik negara yang mengelola dana masyarakat untuk investasi dan pembayaran klaim asuransi. Namun, ditemukan bahwa ada praktik korupsi yang melibatkan pejabat dan pihak terkait yang mengalihkan dana investasi Jiwasraya ke proyek-proyek yang meragukan, dengan tujuan pribadi untuk memperkaya diri sendiri.

Dalam kasus Jiwasraya, kejahatan struktural terjadi melalui penyalahgunaan kekuasaan oleh individu-individu yang berada dalam posisi penting dalam struktur perusahaan. Mereka memanfaatkan celah dan kelemahan dalam sistem pengawasan dan tata kelola perusahaan untuk melakukan tindakan korupsi. Praktik korupsi ini tidak hanya merugikan perusahaan Jiwasraya sebagai institusi, tetapi juga masyarakat secara keseluruhan yang memiliki kepentingan finansial dalam perusahaan ini.

Dampak dari kejahatan struktural seperti kasus Jiwasraya dapat sangat merugikan. Jutaan nasabah asuransi yang menginvestasikan uang mereka di Jiwasraya kehilangan tabungan hidup mereka. Banyak dari mereka adalah orang-orang biasa yang berharap asuransi mereka akan memberikan perlindungan dan jaminan keuangan di masa depan. Namun, akibat dari korupsi dan penggelapan dana ini, nasabah kehilangan uang mereka dan kepercayaan mereka pada lembaga keuangan publik hancur.

Selain kerugian finansial bagi nasabah, kejahatan struktural juga memiliki dampak sosial yang luas. Kasus Jiwasraya mengungkapkan kelemahan dalam sistem pengawasan dan penegakan hukum di Indonesia. Hal ini menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan lembaga-lembaga publik. Kehilangan kepercayaan ini dapat menyebabkan ketidakstabilan sosial, meningkatkan tingkat korupsi secara keseluruhan, dan memperburuk ketimpangan ekonomi yang sudah ada.

Penerapan konsep Giddens tentang kejahatan struktural dalam kasus Jiwasraya juga mengungkapkan pentingnya memperbaiki dan memperkuat sistem pengawasan dan tata kelola dalam institusi-institusi publik. Perlindungan hukum dan transparansi yang lebih baik harus diterapkan untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan praktik korupsi yang merugikan masyarakat.

Selain itu, penting juga untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang kejahatan struktural dan dampaknya. Pendidikan yang mempromosikan nilai-nilai etika, akuntabilitas, dan keadilan sosial harus didorong untuk mencegah terjadinya kejahatan semacam ini di masa depan.

Dalam kesimpulan, kasus korupsi Jiwasraya merupakan contoh nyata dari kejahatan struktural yang dikemukakan oleh Anthony Giddens. Penyalahgunaan kekuasaan dan sistem yang rapuh menghasilkan kerugian finansial dan sosial yang luas bagi masyarakat. Untuk mencegah terjadinya kejahatan struktural seperti ini, perbaikan dalam sistem pengawasan, penegakan hukum, dan pendidikan masyarakat perlu dilakukan. Kejahatan struktural bukan hanya merupakan masalah individu, tetapi juga mencerminkan kegagalan sistem yang perlu diperbaiki untuk mencapai masyarakat yang lebih adil dan berkelanjutan.

PT Asuransi Jiwasraya sendiri merupakan badan usaha milik negara (Bumn) yang ikut serta dalam kawasan perlindungan tersebut. Organisasi ini menawarkan administrasi tentang perlindungan kecelakaan, kesejahteraan, instruksi, pensiun, dan perlindungan jiwa. . Negara mengalami kerugian sebesar Rp16, 81 triliun akibat korupsi di perusahaan yang didirikan tahun 1859 itu. Selain itu, pejabat dari OJK( Otoritas Jasa Keuangan), 13 korporasi lainnya, dan pimpinan dari perusahaan asuransi Jiwasraya semuanya terlibat dalam korupsi ini.

Kasus Jiwasraya ini sudah terjadi sejak awal tahun 2000, namun baru belakangan ini muncul. Pada Oktober 2018, Jiwasraya gagal membayar polis kepada pelanggannya. Namun, sejak tahun 2017, perusahaan mengalami peningkatan yang signifikan karena produk JS Saving Plan yang menjanjikan suku bunga tetap hingga 10% di atas suku bunga deposito rata-rata.

Dalam laporan keuangannya tahun 2017, Jiwasraya kembali mendapat opini yang tidak beralasan. Faktanya, hingga saat ini Jiwasraya dapat membukukan keuntungan sebesar Rp360, 3 miliar. Penilaian yang tidak wajar didapat karena tidak adanya simpanan sebesar Rp 7,7 triliun. Pada tahun 2018, Jiwasrayaakhirnya melaporkan kerugian sebesar Rp15, 3 triliun yang tidak diaudit. Pada September 2019, kerugian berkurang menjadi Rp13, 7 triliun. Perusahaan kemudian memiliki ekuitas negatif sebesar Rp 27,2 triliun pada November 2019. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, penjualan produk savings plan Jiwasraya dengan biaya dana yang tinggi di atas suku bunga deposito dan obligasi menjadi penyebab utama kerugian tersebut. Selain itu, menurut catatan BPK, produk saving plan memberikan kontribusi pendapatan paling besar sejak tahun 2015. Sejak tahun 2010 hingga 2019, BPK melakukan pemeriksaan Jiwasraya sebanyak dua kali: pada tahun 2016 untuk pemeriksaan dengan tujuan khusus (PDTT) dan pada tahun 2018 untuk pemeriksaan investigasi pendahuluan. Berdasarkan temuan investigasi BPK tahun 2016, Jiwasraya sering berinvestasi di saham gorengan seperti TRIO, SUGI, dan LCGP. Temuan ini terkait dengan manajemen bisnis, investasi, pendapatan, dan beban operasional pada tahun 2014-2015. Sekali lagi, studi tentang usulan penempatan saham yang cukup tidak mendukung investasi tersebut. Selain itu, Jiwasraya diperingatkan pada tahun 2016 tentang kemungkinan wanprestasi atas kesepakatan investasi dengan PT Hanson Internasional. Disamping itu, Jiwasraya kurang ideal dalam mencermati cadangan bersama yang dimiliki. Kemudian, pada tahun 2018, BPK akhirnya meluncurkan penyelidikan pendahuluan sebagai tanggapan atas temuan tahun 2016 tersebut. Temuan investigasi ini, yang mengejutkan, mengungkapkan ketidakberesan yang menunjukkan penipuan manajemen investasi. Praktek jual beli saham secara serentak untuk menghindari pencatatan kerugian yang belum direalisasi menimbulkan kemungkinan terjadinya kecurangan. Pembelian kemudian dilakukan dengan menegosiasikan harga yang diinginkan dengan pihak-pihak tertentu. Parahnya lagi, kepemilikan saham tertentu melebihi batas maksimal 2,5% selain berinvestasi di saham gorengan. Saham Fried yang sering ia beli antara lain saham PT PP Properti Tbk, saham Semen Baturaja (SMBR), dan saham bankbjb (BJBR). Saham-saham tersebut menunjukkan kenakalan di wilayah Rp 4 triliun. Agung menyatakan bahwa investasi langsung pada saham yang tidak likuid dengan harga yang tidak wajar juga disembunyikan di beberapa produk reksa dana sebelum presentasinya. Dua puluh dari 28 produk reksa dana Jiwasraya memiliki pangsa pasar melebihi sembilan puluh persen per 30 Juni 2018. Yang terhormat, Agung memberikan 20 nama reksa dana tersebut. Jelaslah bahwa mayoritas reksa dana berkualitas buruk. Selain itu, BPK mendapat permintaan untuk melakukan tambahan PDTT terkait hal tersebut dalam bentuk surat tertanggal 20 November 2019 dari Komisi XI DPR RI. Selain DPR, BPK juga disebutkan oleh Kejaksaan Agung. untuk mengaudit kerugian di negara. Sebuah surat dikirimkan dengan permintaan tersebut pada 30 Desember 2019. Kasusnya masih berlangsung, dan BPK saat ini sedang melakukan dua hal: menginvestigasi permintaan DPR dan melihat temuan penyelidikan pendahuluan. Atas permintaan Kejaksaan Agung, sekaligus menghitung kerugian negara. BPK dankejagung menjamin, dalam waktu tidak kurang dari dua bulan akan mengungkap pelaku yang dimaksud, instansi yang bersangkutan, dan jumlah spesifik.

Hary Prasetyo, Hedrisman Rahim, Shahmirwan, dan Joko Hartono Tirto mendapat hukuman maksimal penjara seumur hidup dan denda uang dari hakim pengadilan tindak pidana korupsi. Sementara itu, untuk mengadili Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat, mereka tidak hanya harus membayar denda dan hukuman seumur hidup, tetapi juga menutup kerugian sebesar Rp6, 078 triliun untuk Bentjok dan Rp10, 72 triliun untuk Heru.

Kasus korupsi pt asuransi jiwasraya telah diinvestigasi oleh kejaksaan agung. Lima tersangka sudah dibawa ke pengadilan tipikor di PN Jakarta Pusat saat ini. Keenam tersangka tersebut terdiri dari hendrisman Rahim (presiden pengawas jiwasraya), Harry Prasetyo (mantan kepala bagian keuangan jiwasraya), Syahmirwan (sebelumnya kepala bagian spekulasi dan uang jiwasraya), Benny Tjokrosaputro (Magistrat PT HansonInternasional Tbk (MYRX)), Heru Hidayat (presiden Direktur PT Trada AlamMinera Tbk (Cable car)), dan Joko Hartono Tirto (pengawas PT Maxima).Terhadap semua tersangka, kantor Kepala bagian hukum mendakwa primair (essential) dan pembantu (auxiliary) yang terdiri dari: 1. Dakwaan utama memuat Pasal 2 Ayat 1 Pasal 18 Undang-Undang No. 31 tahun 1999, sebagaimana telah diamandemen dan ditambah dengan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi 20 Tahun 2001, yang mengubah Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang pemusnahan kekotoran batin Pasal 55 ayat 1 sampai 1 KUHP.Pasal 2 Ayat (1) undang-undang tersebut berbunyi: "Siapa pun yang dihukum karena memperkaya diri sendiri, orang lain, atau perusahaan secara tidak sah dengan cara yang dapat merugikan keuangan atau ekonomi negara dikenakan hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara paling sedikit empat tahun. di penjara dan maksimal dua puluh tahun penjara, serta denda paling sedikit Rp200.000 dan tidak lebih dari Rp1. 000. 000. Pungutan tambahan tersebut antara lain Pasal 3 dan 18 Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, sebagaimana diubah dan disempurnakan dengan Peraturan No. 20 Tahun 2001, yang mengubah Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan pencemaran nama baik dan Pasal 55 (1) ayat-1 KUHP. "Menurut Pasal 3" Siapa saja yang menyalahgunakan wewenang, kesempatan, atau sarana yang tersedia baginya karena kedudukannya atau kedudukannya yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dihukum penjara seumur hidup atau pidana penjara selama minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun dan atau denda minimal Rp50.000. 000 dan maksimal Rp1. 000. 000."3 Dalam putusan MA ini, Heru Hidayat dan Benny Tjokcrosaputro divonis pidana penjara seumur hidup sebesar 078 triliun (Benny). Sementara itu, narapidana yang berbeda seperti Shahmirwan, HaryPrasetyo, Hendrisman Rahim, dan Joko Hartono Tirto dijatuhi hukuman penahanan dalam jangka waktu yang cukup lama dan denda tambahan sebesar Rp1 miliar untuk penahanan setengah tahun

Penyebab utama yang menimpa Jiwasraya adalah salah langkah dalam mengawasi kepentingan organisasi. Jiwasraya sering membeli saham dari bisnis yang gagal. Akibatnya, saham-saham yang berisiko tinggi menekan PT Asuransi Jiwasraya untuk melikuidasi, yang pada akhirnya mengakibatkan wanprestasi, dan spread negatif. Wajar saja, hal ini dikategorikan sebagai kasus korupsi besar-besaran karena partai besar yang menderita, dengan potensi kerugian sebesar Rp 13,7 triliun. Pemerasan untuk situasi ini termasuk pihak-pihak yang memiliki kendali luar biasa. , Badan Pengawas Keuangan (BPK) melacak abnormalitas dalam penyelenggaraan asuransiJiwasraya venture periode 2010-2019. Internal Jiwasraya setingkat direksi dan general manager terlibat dalam penyimpangan investasi ini, begitu pula pihak-pihak di luar perusahaan dimana pihak internal tersebut harus dapat menjalankan fungsi perusahaan secara efektif. Alinea ketiga Pasal 69 UU No. 40 tahun 2007 tentang Organisasi Kewajiban Terbatas menyatakan bahwa laporan keuangan yang disampaikan harus mencerminkan kondisi asli sumber daya, kewajiban, modal, dan konsekuensi kegiatan organisasi. Direktorat dan Pimpinan Pimpinan bertanggung jawab penuh atas kebenaran butir-butir dalam laporan fiskal organisasi. PT Jiwasraya, satu-satunya perusahaan asuransi jiwa yang dimiliki oleh Pemerintah Republik Indonesia (BUMN) dan perusahaan asuransi jiwa tertua di Indonesia, berdiri sebelum NILLMIJ van milik Belanda tahun 1859 dan saat ini merupakan perusahaan asuransi jiwa lokal terbesar di Indonesia. Untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat, mereka harus dapat berlatih secara efektif.

Prinsip Etika yang Dilanggar Ketika Audit :

1. Ketika laporan keuangan tahun 2016 yang telah diaudit dan ditandatangani oleh PwC mengungkapkan bahwa laba bersih konsolidasian tahun 2016 sebesar Rp1, 7 triliun atau meningkat 37%, auditor melanggar prinsip objektivitas. Namun hal tersebut bertentangan dengan informasi mengenai laporan keuangan non-konsolidasian Jiwasraya yang telah diaudit oleh PwC dan menunjukkan bahwa perusahaan memperoleh laba bersih sebesar Rp2, 1 triliun pada tahun 2016 (opini wajar tanpa pengecualian). Dari data yang bentrok jelas klien telah menyimpan data di mana terdapat perbedaan yang sangat besar antara manfaat yang diungkapkan akan mempengaruhi data moneter yang seharusnya ada dalam ringkasan fiskal harus memberikan data yang relevan dan harus memberikan data asli kepada reviewer sehingga pemeriksa dapat memberikan opni yang masuk akal.

2. Aturan kejujuran, Jiwasraya pada umumnya akan menutupi keuntungan organisasi dimana seharusnya dalam rangkuman fiskal seharusnya menjadi musibah dimana hal ini terlihat ketika laporan keuangan tahun 2017 dibagikan, tidak ada data yang masuk akal tentang adanya penilaian yang tidak bersahabat (unfavorable assessment) dari pemeriksa karena tidak adanya simpanan senilai Rp 7,7 triliun. Selain itu, Jiwasraya melaporkan kerugian yang tidak diaudit sebesar Rp15, 3 triliun pada tahun 2018. Serta Tinggi mengantisipasi kerugian sebesar Rp13, 7 triliun pada September 2019. Oleh karena itu, Hal ini menunjukkan bahwa Jiwasraya dan tidak bertindak secara tulus pada saat peninjauan dan memberikan data yang salah yang dapat menyesatkan pengguna laporan keuangan.

3. Kasus Pt. Jiwasraya  merongrong prinsip kepercayaan masyarakat karena telah mengakibatkan kerugian yang signifikan bagi para pemangku kepentingan. Hal ini dengan alasan mereka telah memberikan kepercayaan penuh kepada PT Jiwasrayauntuk menangani unag mereka yang tentunya nantinya akan didapatkan oleh para mitra dari spekulasi tersebut. Namun, Jiwaswaya gagal mengelola dana pemangku kepentingan secara efektif dalam bisnis berisiko tinggi yang memanipulasi laporan keuangan dan seharusnya merugi. Akibatnya, para pemangku kepentingan merasa tidak puas dan Jiwasraya yang telah dibangun selama bertahun-tahun kehilangan reputasinya.

Ketidakmampuan membayar sampai dugaan pencemaran nama baik yang terjadi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) tidak dapat dipisahkan dari pelaku atau tersangka yang melakukan misrepresentasi (pemerasan). Salah satu jenis Penipuan Pernyataan Keuangan melibatkan temuan tentang manajemen bisnis, investasi, pendapatan, dan biaya operasional. di mana tersangka atau pelaku terlibat dalam upaya penipuan dan penyembunyian yang disengaja. Pemerasan Pengumuman Uang dapat disembunyikan melalui distorsi arsip termasuk kontrol. Selain itu, ketika penyelidikan mengungkapkan penyimpangan yang mengarah pada penipuan manajemen rencana investasi dan tabungan. Tindakan jual beli saham dalam waktu dekat untuk menghindari pencatatan kerugian yang belum direalisasi berpotensi menjadi sumber penipuan. Kemudian, pembelian selesai dengan tawar-menawar dengan kelompok-kelompok tertentu untuk mendapatkan harga yang tepat. Representasi ringkasan fiskal terkadang disembunyikan dengan menutupi hal-hal seperti desain hierarkis yang memudahkan penyembunyian pemerasan. Kemampuan para aktor untuk terhubung satu sama lain adalah buktinya.

Diketahui bahwa karena Jiwasraya, prior telah menetapkan enam tersangka, khususnya:

1. Benny Tjokrosaputro, Hakim PT Hanson Worldwide Tbk;

2. Heru Hidayat, Presiden Direktur PT Trada Alam Minera

 3. Hendrisman Rahim, mantan presiden direktur PT Asuransi Jiwasraya (Persero);

4. Hary Prasetyo, sebelumnya Kepala Bagian Keuangan PT Asuransi Jiwasraya (Persero)

5. Syahmirwan, mantan kepala divisi investasi dan keuangan PT AsuransiJiwasraya (Persero)

 6. Selain itu, Joko Hartono Tirto menjabat sebagai direktur akhir organisasi.

Kesimpulan

Dalam konteks kasus korupsi PT Jiwasraya, konsep kejahatan struktural yang diperkenalkan oleh Anthony Giddens dapat memberikan pemahaman yang relevan. Kejahatan struktural merujuk pada tindakan kriminal yang terjadi dalam kerangka struktur sosial, dimana kekuatan dan ketimpangan struktural memainkan peran penting dalam mendorong dan memfasilitasi tindakan kriminal.Dalam kasus Jiwasraya, ditemukan adanya praktik korupsi yang melibatkan sejumlah pihak di dalam perusahaan. Praktik korupsi tersebut terjadi dalam konteks struktur sosial yang memungkinkan kejahatan tersebut terjadi, seperti kekurangan transparansi, lemahnya pengawasan, dan sistem yang rentan terhadap penyelewengan.Selain itu, konsep panopticon Jeremy Bentham juga dapat dikaitkan dengan kasus korupsi Jiwasraya. Panopticon menggambarkan kekuatan pengawasan yang terus-menerus dan potensi pengawasan yang membuat individu merasa selalu terpantau. Dalam kasus Jiwasraya, para pelaku korupsi mungkin merasa dapat menghindari pengawasan dan bertindak tanpa terdeteksi, seolah-olah mereka tidak sedang diamati.

Namun, seiring berjalannya waktu, praktik korupsi tersebut terbongkar dan terungkap ke publik. Meskipun para pelaku korupsi mungkin merasa tidak terlihat dan aman, tetapi konsekuensi dari tindakan mereka akhirnya menghampiri mereka. Proses hukum dan peradilan sedang berlangsung untuk menghadapi dan menghukum para pelaku korupsi yang terlibat dalam kasus ini.

Kasus korupsi Jiwasraya menjadi contoh konkret tentang bagaimana kejahatan struktural dan konsep panopticon dapat beroperasi dalam dunia nyata. Dalam hal ini, struktur sosial dan kelemahan sistem pengawasan memungkinkan terjadinya praktik korupsi yang merugikan banyak pihak.

Untuk mencegah dan mengatasi kasus korupsi seperti ini, diperlukan tindakan yang komprehensif, termasuk peningkatan transparansi, penguatan sistem pengawasan, penegakan hukum yang tegas, dan perbaikan tata kelola perusahaan.

Citasi/DAFTAR PUSTAKA

Bentham, Jeremy. "Panopticon; or, The Inspection-House." London: T. Payne, 1791.

Giddens, Anthony. The Consequences of Modernity. Polity Press, 1990.

Miettinen, Reijo. The Concept of Structural Crime in Giddens's Sociology: A Critical Review. The British Journal of Sociology, Vol. 43, No. 2, 1992.

Suharto, Bachtiar. "Jiwasraya Scandal: Corruption in Indonesia's Insurance Industry."

Haryanto, Ignatius. Jiwasraya and the Accountability of State-Owned Enterprises in Indonesia. Asian Journal of Comparative Law, Vol. 15, No. 1, 2020.

Ulya, Fika Nurul. 2020. "Simak, Ini Kronologi Lengkap Kasus Jiwasraya Versi BPK ". https://money.kompas.com/read/2020/01/09/063000926/simak-ini-kronologi-lengkap-kasus-jiwasraya-versi-bpk?page=all.     

https://money.kompas.com/read/2021/04/28/162735826/ini-3-akar-persoalan-yang-bikin-jiwasraya-gagal-bayar 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun