Resistensi antibiotik sering kali terjadi di masyarakat, terutama karena kurangnya pemahaman yang memadai tentang cara kerja antibiotik dan pentingnya penggunaannya yang bijak. Banyak individu yang menganggap antibiotik sebagai obat yang dapat digunakan untuk mengobati segala jenis penyakit, padahal antibiotik hanya efektif untuk infeksi yang disebabkan oleh bakteri, bukan virus. Kurangnya kesadaran ini sering mendorong masyarakat untuk menggunakan antibiotik secara sembarangan, seperti mengonsumsi antibiotik tanpa resep dokter atau menghentikan pengobatan sebelum waktu yang dianjurkan. Hal ini menyebabkan bakteri menjadi kebal terhadap antibiotik, sehingga infeksi yang semula bisa diobati menjadi semakin sulit ditangani. Oleh karena itu, peningkatan pendidikan dan penyuluhan mengenai penggunaan antibiotik yang rasional sangat penting untuk mengurangi risiko resistensi antibiotik di masyarakat. Apoteker menjadi salah satu tenaga kesehatan yang berperan dalam terjadinya kasus resistensi antibiotik.
Antibiotik adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi atau bakteri, yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen, sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Turunan zat-zat yang dibuat secara semi sintesis tersebut juga termasuk kelompok antibiotik, begitu pula senyawa sintesis dengan khasiat antibakteri (Tjay dan Rahardja, 2007). Antibiotik digunakan sebagai obat utama untuk menangani berbagai jenis penyakit infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri. Namun, penggunaan antibiotik harus dilakukan secara rasional, tepat, dan aman agar dapat memberikan manfaat maksimal. Penggunaan antibiotik yang tidak rasional, seperti penggunaan yang berlebihan atau tidak sesuai dengan indikasi medis, dapat menimbulkan berbagai dampak negatif yang serius. Salah satu dampaknya adalah terjadinya resistensi atau kekebalan mikroorganisme terhadap beberapa jenis antibiotik, yang membuat infeksi menjadi lebih sulit diobati. Selain itu, penggunaan antibiotik yang tidak tepat juga dapat meningkatkan risiko munculnya efek samping yang berbahaya bagi tubuh, seperti reaksi alergi, gangguan pencernaan, atau kerusakan organ. Dalam kasus yang lebih parah, penggunaan antibiotik yang salah bahkan dapat berujung pada kematian, baik karena infeksi yang semakin parah atau karena komplikasi dari efek samping obat itu sendiri. Oleh karena itu, penting bagi tenaga medis dan pasien untuk mengikuti pedoman penggunaan antibiotik yang sesuai agar dapat menghindari risiko-risiko tersebut.
Dampak negatif akibat penggunaan antibiotik yang tidak rasional, penggunaan antibiotik yang terlalu sering, penggunaan antibiotik baru yang berlebihan, dan penggunaan antibiotik dalam jangka waktu yang lama ialah timbulnya resistensi mikroorganisme terhadap berbagai antibiotik (multidrug-resistance). Hal ini mengakibatkan pengobatan menjadi tidak efektif, peningkatan morbiditas maupun mortalitas pasien, dan peningkatan biaya kesehatan (Kementerian kesehatan RI, 2005). Resistensi juga muncul karena penggunaan yang berlebihan dari antibiotik berspektrum luas atau penggunaan antibiotik yang ditujukan pada tanaman dan hewan dalam jangka waktu yang lama sehingga berimbas kepada manusia (Mulyani, 2013). Dampak dari resistensi antibiotik sangat fatal baik untuk individu maupun masyarakat luas seperti pengobatan yang lebih lama, pengobatan yang lebih lama dapat menghabiskan biaya yang lebih besar pula. Terjadinya resistensi antibiotik juga dapat mengakibatkan penyakit lebih ganas daripada yang sebelumnya hingga berpotensi menyebabkan kematian.Â
Lalu bagaimana peran apoteker mengenai kasus resistensi antibiotik yang terjadi di masyarakat? Peran apoteker  dalam kasus resistensi antibiotik yaitu mengedukasi masyarakat. Cara apoteker mengedukasi masyarakat bisa dengan banyak cara, seperti penyuluhan, promosi layanan masyarakat dengan memanfaatkan teknologi digital pada saat ini. Hal penting yang perlu diedukasikan kepada masyarakat adalah mengenai cara menggunakan antibiotik, hal-hal yang harus dan tidak boleh dilakukan ketika menggunakan anibiotik, serta dampak dari konsumsi antibiotik pada saat penyerahan antibiotik yang diterima oleh pasien. Apoteker juga bisa memantau pasien mengenai penggunaan antibiotik yang dijalani serta bersedia menjadi konsultan untuk pasien dan memberikan informasi yang membantu pasien dalam masalah menegnai antibiotik.
 Dapat disimpulkan bahwa resistensi antibiotik disebabkan oleh beberapa faktor seperti ketidaktepatan penggunaan antibiotik untuk penanganan sebuah penyakit yang berdampak fatal seperti penyembuhan dan pengobatan lebih lama dan penyakit atau bakteri menjadi lebih ganas yang bisa menyebabkan kematian. Kasus tersebut memerlukan solusi, salah satu solusi yang bisa dilakukan yaitu edukasi dan pemantauan terhadap masyarakat mengenai resistensi antibiotik yang dapat membahayakan kesehatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H