Lingkungan. Apa yang terlintas dipikiran kalian ketika mendengar tentang lingkungan? Sayangnya, masih banyak yang kurang tertarik dan peduli. Tapi jika mengenai trend masa kini apakah masih kurang tertarik?
Buang sampah sembarangan? Buang makanan begitu saja ketika sudah kenyang? Sengaja menghancurkan pangan agar harganya dinaikkan? Apa baju-baju yang tidak terpakai lagi dibiarkan saja terbuang? Mungkin ketika mendengar kata "lingkungan" kita menjadi acuh tak acuh.Â
Tapi pernahkah kalian terpikir dengan membiarkan begitu saja sampah-sampah tersebut akan berdampak pada diri kita sendiri. Air olahan limbah yang dibuang ke sungai lalu kita masak untuk dijadikan minum sehari-hari, untuk berjualan air dan digunakan untuk mandi. Menyeramkan bukan? Dan masih banyak lagi akibat krisis iklim lainnya.Â
Hal yang paling krusial akibat emergensi iklim ini ternyata berkaitan dengan adanya krisis kemanusiaan. Hasil penelitian PBB mendeklarasikan langsung hubungan emergensi iklim dengan krisis kemanusiaan terutama dalam keselamatan hidup sebagai seorang perempuan dikarenakan sebagian dari korban krisis ialah perempuan (National Geographic , 2018).Â
Pernah mendengar padanan kata "sustainable fashion"? setiap kali kita melihat model baju terbaru pasti semua tertarik ingin membelinya terlebih lagi untuk memenuhi kebutuhan bepergian dan menghadiri acara tertentu tetapi dibalik semua itu ada yang menjerit.Â
Air, udara, bahkan nama brand produk semakin mendunia tetapi buruh semakin diperbudak dengan sebuah sistem kerja yang tak logis dan lingkungan semakin menjadi tidak sehat. Untuk meminimalisir hal mengerikan tersebut maka dikeluarkanlah makna sustainable fashion berbasis simpatik alam (Firdhaussi, 2018).
sustainable fashion ternyata memiliki varian arti menurut Monika Jufry, seorang designer Indonesia (Radar Jogja, 2019). Adakah dari kalian yang suka berburu thrift shop?Â
Perlu diketahui ada banyak sekali manfaat berbelanja barang thrift -- mulai dari harganya yang ramah kantong, kita menjadi bebas untuk memilih keperluan sesuai kesukaan, mencoba trend remaja 90an, serta menyemangati ibu bumi dengan menggunakan kembali barang bekas yang tidak terpakai. Kita juga bisa menjual dengan label preloved untuk merapikan pakaian dan menambah uang saku.
Bisakah emergensi lingkungan berdampak terhadap krisis kemanusiaan?
Hal ini tentu berkaitan erat dengan penjelasan di awal mengenai lingkungan ke kemanusiaan. Tenaga buruh dihisap hingga habis sampai sistem kapitalisme yang diterapkannya telah merusak sistem feodalisme yang melakukam pengeksploitasian lebih parah.Â
Oleh karena itu para pebisnis lah yang mendominasi kedudukan parlemen karena ekonomi adalah salah satu taktik politik alasan khususnya yakni mereka mempunyai power. Para pebisnis menciptakan alat-alat produksi yang canggih hingga ia dapat mengontrol jalan kerjanya buruh dengan mengorbankan perkara iklim.Â
Maka dari itu masyarakat kecil diharapkan dapat melakukan revolusi untuk terbebas dari perbudakan.Â
Maka dari itu untuk menentang kaum borjuis si pemilik modal dan perusahaan yang banyak ini maka para kaum proletar harus melakukan suatu revolusi untuk membuat tatanan baru yang dinamis demi keberlangsungan hidupnya -- caranya dengan kaum proletar berkumpul dengan rasa kekhawatiran yang sama lalu menentukan sebuah pertemuan untuk mencari solusi yang tepat dengan mengumpulkan ide dan inovasi bersama lalu mereka bisa menjadi suatu kelompok yang besar dan hadir dengan kekuatan untuk membendung suatu perlawanan (Engels, 1959).Â
Kenyataannya manusia dan alam semesta saling berkaitan seperti yang tertulis di dalam buku yang berjudul Marx's Ecology: Materialism and Nature oleh Foster.Â
Foster berusaha menekankan bahwasanya kepekaan akan ekologi telah ditempatkan oleh Marx dengan keadaan kapitalisme yang menginginkan kesejahteraan ekonomi yang secara langsung berkaitan pula dengan kemanusiaan. Demi peningkatan keadaan ekonomi tenaga manusia dikeruk habis bersamaan dengan keadaan emergensi lingkungan kian melemah (Foster, 2000).
Lalu bagaimana dengan lingkungan semesta dan manusia? Â
Tempat yang kita tempati menjadi semakin tidak nyaman. Mau menghirup udara bebas dengan berjalan kaki pun tidak tenang, membasuh muka dengan air yang tercemari limbah lalu diberi kaporit membuat takut merusak kulit, elemen yang hidup di lautan pun tambah sulit untuk membedakan mana makanan mana racun, makan daging merah takut sakit perut dan semacamnya.
-- apa yang bisa kita lakukan sebagai seorang agent of change?
Kita bisa mulai dari sesuatu yang paling sederhana yakni dengan membawa botol minuman sendiri untuk menghindari single use plastic, berusaha untuk mengambil makanan seperlu mungkin agar terhindar dari food waste, naik angkutan umum, jangan takut panas naik angkutan umum ya teman-teman, perlu diketahui dengan naik angkutan umum kita sudah turut menyemangati ibu bumi untuk terus hidup dengan begitu efek rumah kaca akan sedikit terbenahi.
Serta tak lupa matikan listrik jika tidak digunakan ya untuk penghematan energi sangat disayangkan untuk sesuatu hal yang sia-sia. Yang malas untuk olahraga bisa coba untuk mencuci pakaian menggunakan tangan paling tidak kaum rebahan bisa bergerak sedikit-sedikit dan juga mengeringkan pakaian dengan panas alami matahari.Â
Ada lagi nih~ kalian para perempuan pasti punya botol kemasan bekas skincare atau kosmetik lainnya kan? Botol bekas micellar water misalnya, bisa kita isi dengan handsoap yang ramah tas (bisa dibawa kemana-mana tentunya). Dan yang paling penting mulai sekarang kita membiasakannya dengan begitu teman-teman disekitar kita bisa terpersuasi dan ikut menyemangati ibu bumi tentunya.Â
Buat yang suka jahit bisa banget mendaur ulang kembali dasar bahan dengan membuat semacam daster rumahan dan dijual dengan harga yang ramah kantong dengan begitu double kill dong, ramah kantong dan ramah lingkungan. Cukup sekian pembahasan kali ini, tulisan ini dibuat untuk memenuhi tugas ujian tengah semester oleh Ibu Nur Aslamiah Supli, BIAM, M.SC salah satu dosen pada mata kuliah Studi Keamanan Internasional, Universitas Sriwijaya, Palembang.
References
Engels, K. M. (1959). Surat Edaran Marx dan Engels Manifesto Partai Komunis 1848.
Firdhaussi. (2018, Oktober 10). Medium. Retrieved from Memahami Fast Fashion dan Sustainable Fashion
Foster, J. B. (2000). Marx's Ecology: Materialism and Nature. New York: Monthly Review Press.
National Geographic . (2018, Maret 9). National Geographic . Retrieved from Bagaimana Perubahan Iklim Memengaruhi Kehidupan Perempuan?
Radar Jogja. (2019, November 25). Radar Jogja. Retrieved from Sustainable Fashion, Tren Ramah Lingkungan
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI