Mohon tunggu...
Ananda Ardiansyah
Ananda Ardiansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu dan teknologi Pangan, IPB University

Saya merupakan mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan yang tertarik dalam bidang penulisan artikel

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Sertifikat Halal, Sebuah Kewajiban atau Kebutuhan?

16 Maret 2024   13:00 Diperbarui: 16 Maret 2024   16:53 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia merupakan salah satu negara populasi penduduk muslim terbesar di dunia. Data yang didapat dari The Royal Islamic Strategic Studies Center menunjukkan bahwa pada tahun 2023, Indonesia menduduki peringkat nomor 1 dengan penduduk sebanyak 240,62 juta jiwa, disusul oleh Pakistan sebanyak 232,07 juta jiwa, India sebanyak 208,58 juta jiwa, Bangladesh sebanyak 157,39 juta jiwa, dan yang terakhir yaitu Nigeria sebanyak 108,55 juta jiwa. Indonesia merupakan negara yang mengedepankan perlindungan kebebasan beragama dan beribadah bagi seluruh warganya. Hal tersebut tertuang dalam pasal 29 ayat 2 Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 bahwa "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaan itu". Jaminan agama menunjukkan bahwa setiap orang memiliki hak untuk mempraktekkan agama apapun sesuai yang mereka pilih. Sementara itu kebebasan untuk menjalankan ibadah sesuai dengan syariah merupakan suatu jaminan beribadah. Bagi umat islam, memiliki barang halal adalah kewajiban yang patut dihormati. Pemerintah juga turut serta dalam memikul tanggung jawab untuk menjaga dan memastikan ketersediaan barang-barang halal bagi penduduk muslim.

Halal merupakan segala sesuatu yang diizinkan dalam islam berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits. Penggunaan kata 'halal' sering merujuk terhadap istilah untuk makanan dan minuman. Padanan kata dari halal adalah thayib yang berarti 'baik'. Selain halal, makanan atau minuman juga harus thayib, yang berarti layak dikonsumsi atau menyehatkan. Halal merupakan antitesis dari haram. Halal menjadi salah satu dari lima hukum, yaitu fardhu (wajib), mustahab (disarankan), halal (diperbolehkan), makruh (dibenci), dan haram (dilarang). Selama 4 tahun, sejak 2020 hingga September 2023, jumlah makanan halal di Indonesia menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. 

Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), M. Aqil Irham menegaskan bahwa hingga 24 Oktober 2023, jumlah produk yang telah tersertifikasi halal mencapai 2,9 juta produk. Sektor yang paling menguntungkan dan banyak dibelanjakan oleh umat muslim di seluruh dunia adalah industri makanan dengan lebih dari USD 1,24 triliun dibelanjakan pada tahun 2016. Sebagai contoh, peritel halal terbesar di dunia, Lulu Hypermarket yang dikelola oleh seorang miliarder Abu Dhabi yang menawarkan berbagai macam produk halal dengan lebih dari 110 merek internasional. Berdasarkan data dari World Halal Food Council pada tahun 2017, terdapat 49 organisasi penjamin jalal yang berada pada setiap benua. Maraknya berbagai lembaga penjamin pangan halal tentunya berkaitan erat dengan adanya sertifikasi halal. 

Penggunaan sertifikasi halal sebagai salah satu pelabelan dalam komoditas perdagangan telah menyebar ke berbagai negara di belahan dunia, menggantikan tujuan awalnya untuk melindungi umat islam dari barang halal dan haram. Sertifikasi produk halal menjadi pokok fundamental bagi perluasan pasar global untuk makanan halal. Hingga tahun 2015, total pendapatan yang dihasilkan oleh produk bersertifikat halal di seluruh dunia mencapai USD 415 miliar.

Undang Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) merupakan salah satu regulasi yang mengatur adanya penjaminan produk halal. Pasal 4 UU JPH menegaskan bahwa semua produk yang beredar dan dipasarkan di wilayah Indonesia wajib memiliki sertifikat halal. Sertifikasi halal melibatkan sejumlah prosedur yang harus dilalui oleh pelaku usaha, baik perorangan maupun badan usaha yang berbadan hukum atau tidak berbadan hukum. Sertifikasi ini bertujuan untuk menunjukkan bahwa bahan baku, metode produksi, dan sistem jaminan kehalalan produk suatu perusahaan telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh LPPOM MUI dan sertifikat halal dapat diperoleh melalui berbagai tahapan pemeriksaan. Serangkaian pengujian akan dipimpin oleh para ahli di bidangnya masing-masing dan dilakukan dengan tujuan memastikan status kehalalan produk. Produsen dapat memperoleh sertifikat halal untuk produknya asalkan semua standar yang diperlukan telah memenuhi syarat. Produsen kemudian menggunakan sertifikat halal ini sebagai prasyarat untuk mendapatkan cantuman label halal dan nomor registrasi halal pada kemasan produk. Perusahaan biasanya menggunakan tanda halal ini untuk memenuhi persyaratan hukum mereka dalam menginformasikan ke pelanggan tentang kehalalan produknya.

Pemerintah dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2021 juga turut menegaskan bahwa sertifikat halal merupakan sebuah dokumen tertulis yang memberikan pengakuan kehalalan produk. Sertifikat ini akan diberikan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) sebagai lembaga yang berwenang berdasarkan fatwa tertulis Majelis Ulama Indonesia (MUI). Tahun 2024, pemerintah Indonesia memiliki rencana bahwa setiap makanan dan minuman wajib memiliki sertifikat halal karena target pemerintah di tahun tersebut yaitu menjadikan Indonesia sebagai pusat halal dunia dan pada tahun 2026, barang gunaan juga wajib bersertifikasi halal. Oleh karena itu, kewajiban produk bersertifikat halal merupakan kewajiban pemerintah yang baik dalam memajukan ekonomi Indonesia.

Barang yang telah bersertifikat halal memiliki keunggulan dibandingkan dengan kompetitor yang tidak bersertifikat halal, seperti permintaan yang lebih tinggi, nilai dan jaminan yang tinggi terhadap produk yang diedarkan, dan kepercayaan konsumen terhadap produk yang digunakan. Penelitian yang dilakukan pada netnographic studies menyatakan bahwa produk yang berlogo halal merupakan sebuah representasi dari sertifikat halal yang mampu meningkatkan penjualan produsen, seperti Zoya Hijab dan Wardah, meskipun penelitiannya bukan di bidang makanan dan minuman.

Komodifikasi (perubahan relasi sosial dari non komersial menjadi komersial) sertifikat halal pada produk yang beredar, yang mencantumkan lambang halal dan simbol-simbol keagamaan pada kemasan akan menjadi nilai tambah bagi pendapatan pelaku usaha. Sertifikasi halal menjadi aspek yang sangat signifikan dalam produksi dan peningkatan pangsa pasar suatu produk. Hal inilah yang seharusnya menjadi motivasi para pelaku usaha untuk melakukan tindakan, seperti mendaftarkan sertifikat halal untuk produknya.

Melihat dari sudut pandang yang lain, tidak semua pelaku usaha membutuhkan sertifikat halal. Hal tersebut dikarenakan beberapa alasan, seperti harga produknya yang terjangkau dan konsumen tetap banyak. Penelitian yang dilakukan di Pare-pare mengungkapkan bahwa masyarakat Parepare telah menaruh kepercayaan kepada produsen muslim yang mengharuskan produk yang dihasilkan halal. Hal yang sama juga terjadi pada produk khas Sumatera Barat, kue Bika Ambon. Bika Ambon sebelumnya telah memiliki sertifikat halal, namun ketika masa berlakunya telah habis, sertifikat tersebut tidak diperpanjang lagi. Produsen Bika Ambon mengklaim bahwa tanpa sertifikat halal dan lambang halal pada kemasannya pun, peminat akan tetap banyak dan penjualan akan semakin meningkat dan kuat.

Kajian yang dilakukan terkait wawancara dengan pelaku usaha (UMK) telah terlaksana dengan menggunakan aplikasi WhatsApp menegaskan bahwa bahwa setelah produk mereka bersertifikat halal, pangsa pasar produk meningkat secara signifikan, begitu pula dengan pendapatan. Sebagai contoh, di pasar produk minuman, merek "Bandrek Cap Singa" mengklaim bahwa setelah produknya mendapatkan sertifikat halal, penjualan meningkat dan diterima di tiga kota besar: Malang, Surabaya, dan Purwakarta. Ibu Salma, yang memiliki bisnis produk makanan "Oleh-Oleh 28", mengungkapkan bahwa setelah mendapatkan sertifikat halal, produk oleh-olehnya dapat dijual di berbagai supermarket.

Banyak pelaku usaha yang sadar akan pentingnya sertifikasi halal. Pelaku usaha yang memiliki sertifikat halal juga telah memenuhi amanat undang-undang. Sertifikasi halal juga sangat penting bagi pelaku usaha untuk dicapai karena memungkinkan mereka dalam meningkatkan dan memperluas pangsa pasar mereka, Jika kewajiban sertifikat halal diadopsi dan diimplementasikan dengan baik oleh semua pelaku usaha, pangsa pasar akan dapat diperbesar secara global. Kebutuhan akan sertifikat halal juga tergantung kepada pelaku usaha. Hal tersebut karena beberapa alasan yang telah dijelaskan bahwa tanpa adanya sertifikat halal, produk yang dikomersilkan juga akan tetap memiliki banyak peminat

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun