Mohon tunggu...
Ananda Amelia
Ananda Amelia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya

Mahasiswa aktif s1 di UIN Sunan Ampel Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Menyikapi Kurikulum Merdeka: Perspektif Guru dan Tantangan Implementasi

30 Mei 2024   12:18 Diperbarui: 30 Mei 2024   12:28 553
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Menyikapi Kurikulum Merdeka: Perspektif Guru dan Tantangan Implementasi

Dunia pendidikan terus berkembang seiring dengan perubahan zaman. Pandemi Covid-19 memperburuk ketidakstabilan pendidikan, menyebabkan krisis pembelajaran dan kehilangan efektivitas dalam proses belajar (Learning Loss). Menurut Andriani et al. (2021), pandemi ini memaksa 1,7 miliar siswa belajar tanpa tatap muka, menghadapi berbagai kesulitan dan kerugian dalam pembelajaran. Learning Loss mengakibatkan hilangnya kepekaan komunikasi antara guru dan siswa dalam berkolaborasi secara aktif. Problematika ini memerlukan kebijakan dan solusi strategis.

Untuk mengatasi krisis pembelajaran, pemerintah meluncurkan Kurikulum Merdeka Belajar atau kurikulum prototipe sebagai upaya menghidupkan kembali pendidikan dari keterpurukan. Menurut Suryaman (2020), Kurikulum Merdeka Belajar berfokus pada pencapaian hasil belajar konkret, termasuk pengetahuan, perilaku, kemampuan, dan hasil. Kurikulum ini dinilai mampu beradaptasi dengan berbagai masalah karena sifatnya yang fleksibel. Namun, penerapan kurikulum baru ini menghadapi tantangan dari berbagai elemen pendidikan. Meskipun dinilai terburu-buru, kebijakan ini memiliki sisi positif. Menurut Mulyasa (2021), refleksi diri dalam kebijakan ini diperlukan untuk menjawab tantangan pendidikan sesuai perkembangan zaman. Perbedaan esensi antara Kurikulum Merdeka dan Kurikulum 2013 terletak pada pendekatan yang digunakan: Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan berbasis sains (scientific approach), sedangkan Kurikulum Merdeka menggunakan pendekatan berbasis proyek (project-based learning). Menurut Sapitri (2022), masing-masing kurikulum memiliki struktur yang mengembangkan karakter luhur, tetapi pembelajaran berbasis proyek dalam Kurikulum Merdeka memungkinkan siswa belajar dari pengalaman.

Kurikulum Merdeka menjadi tantangan bagi sekolah, guru, dan peserta didik, yang semuanya berperan aktif dalam pembelajaran. Menurut Indarta et al. (2022), menghadapi tantangan ini memerlukan upaya strategis dari masing-masing elemen pendidikan. Sekolah harus memutuskan untuk tetap menggunakan kurikulum lama atau menggantinya sesuai karakteristik sekolah, peserta didik harus belajar sungguh-sungguh sesuai nilai kemerdekaan belajar, dan guru harus meningkatkan kualitas pembelajaran dengan kurikulum baru. Peran guru dalam kurikulum baru ini sangat penting. 

Menurut Daga (2021), kebebasan guru dalam merancang pembelajaran sesuai karakteristik peserta didik merupakan makna sebenarnya dari merdeka dalam pembelajaran. Kurikulum ini memberikan kesempatan kepada guru untuk merancang pembelajaran yang sesuai, menghapus stigma bahwa guru hanya harus memenuhi kompetensi yang ditetapkan kurikulum.

Berdasarkan argumen di atas, penelitian ini akan membahas kebijakan kurikulum baru dari segi skema, tujuan, dan implementasinya dalam pembelajaran di sekolah. Selain itu, penelitian ini juga berfokus pada peran guru dalam kurikulum baru, kompetensi apa yang harus dikuasai oleh guru, tuntutan menjadi guru sesuai kurikulum baru, dan bagaimana merealisasikan kurikulum baru untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran sesuai dengan cita-cita pendidikan nasional.

Kurikulum adalah perangkat wajib yang menjadi pegangan atau pedoman dalam pelaksanaan pendidikan dan proses pembelajaran di sekolah. Kurikulum dibuat sebagai acuan untuk meningkatkan mutu pendidikan sesuai perkembangan zaman. Perubahan kurikulum bertujuan menyesuaikan karakteristik pendidikan dengan berbagai tantangan dan peluang agar selaras dengan perubahan zaman yang cepat. 

Selain itu, perubahan kurikulum terjadi karena adanya perubahan sistem dan tatanan terkait aspek pendidikan. Perubahan sistem politik, kebudayaan, sosial, ekonomi, dan ilmu pengetahuan serta teknologi dapat mempengaruhi perubahan kurikulum. Artinya, kurikulum berkembang sesuai dengan arah perubahan dan berdampingan dengan dimensi atau aspek lainnya.

Perubahan kurikulum seharusnya menjawab berbagai masalah pendidikan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Pendidikan merupakan sarana bagi warga negara untuk memiliki pengetahuan dan nilai karakter yang luhur. Urgensi pelaksanaan pendidikan sangat esensial, karena pendidikan memungkinkan negara membangun komunitas dengan peradaban tinggi, yaitu yang mampu luwes, berpikir progresif, dan memiliki kepribadian berlandaskan karakter berbudaya.

Untuk menjawab tantangan dalam pendidikan, Kementerian Pendidikan, Riset, dan Teknologi meluncurkan program Kurikulum Merdeka Belajar atau kurikulum prototipe. Kurikulum baru ini bertujuan memulihkan harkat dan martabat pendidikan karena adanya ketidakmaksimalan dalam belajar (Learning Loss) dan kurang optimalnya pembelajaran akibat pandemi Covid-19. 

Konsep kurikulum ini adalah memperbaiki hal-hal yang sudah terjadi dengan memanfaatkan teknologi informasi sejalan dengan pendidikan karakter peserta didik. Artinya, pembelajaran tetap dapat dilakukan meskipun banyak tantangan yang menghalangi proses pembelajaran, misalnya dengan inovasi pembelajaran berbasis proyek.

Kurikulum baru ini mengubah cara berpikir yang semakin merdeka dengan berbagai kebijakan yang memberikan keluwesan serta kemerdekaan arah pendidikan dengan paradigma baru. Menurut Mustaghfiroh (2020), kebijakan-kebijakan baru dalam Kurikulum Merdeka Belajar adalah sebagai berikut:

1. Dari segi penilaian kelulusan, Ujian Nasional (UN) akan digantikan dengan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter. Penilaian ini berfokus pada literasi dan numerasi melalui tes PISA yang diselenggarakan pada kelas 4, 8, dan 11 untuk refleksi peserta didik.

2. Penilaian Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) dilimpahkan ke sekolah, memberikan kebebasan kepada sekolah dalam pelaksanaan ujian sesuai karakteristik sekolah, pendidik, dan peserta didik.

3. Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) disederhanakan, sehingga waktu pendidik tidak habis hanya untuk menyusun RPP, tetapi juga memikirkan implementasi pembelajaran sesuai rencana yang telah disiapkan.

4. Sistem zonasi diperluas dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB), memberikan kesempatan luas bagi peserta didik melalui jalur afirmasi dan prestasi, serta pemerintah daerah diberikan kesempatan dalam pelaksanaan PPDB sesuai zona daerahnya.

Fleksibilitas dalam penyelenggaraan pendidikan diperlukan di Indonesia yang memiliki banyak regulasi. Kurikulum Merdeka Belajar bisa menjadi solusi agar pendidikan tidak terbelenggu dalam paradigma lama karena ciri khas kurikulum ini adalah menjunjung fleksibilitas antara sekolah, pendidik, dan peserta didik dalam pembelajaran. Menurut Susilawati (2021), pengimplementasian Kurikulum Merdeka secara fleksibel memungkinkan peserta didik memilih elemen pendidikan dengan menekankan demokrasi dalam pendidikan.

Perbedaan mendasar antara Kurikulum 2013 dengan kurikulum baru dapat dilihat pada metode pembelajaran. Pada Kurikulum 2013, fokus utama adalah pembelajaran intrakurikuler, sedangkan kokurikuler sering kali diserahkan kepada kreativitas guru. Kurikulum 2013 dikembangkan berdasarkan filsafat eklektik inkorporatif yang menggabungkan elemen-elemen dari berbagai aliran filsafat asing dengan sistem pendidikan nasional. Sementara itu, kurikulum baru memperkuat pembelajaran yang terdiferensiasi sesuai tahap capaian peserta didik dan dikembangkan berdasarkan filsafat pendidikan humanisme. Filsafat ini menempatkan manusia sebagai objek utama dalam pendidikan, dengan harapan individu dapat mengembangkan potensinya secara optimal.

Dalam kurikulum baru ini, pendidikan menekankan pada proses kognitif dan afektif, menggabungkan kapabilitas dan potensi manusia sehingga mereka bisa mandiri dan mencapai aktualisasi diri sebaik-baiknya. Peran guru menjadi sangat penting dalam meningkatkan kualitas pembelajaran melalui kurikulum baru. Guru bertanggung jawab menciptakan pembelajaran yang efektif, bermakna, dan bermutu dengan fokus pada penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan siswa. Prinsip objektivitas, komprehensif, dan kesinambungan harus dipegang oleh guru dalam mencapai tujuan pendidikan.

Selama pandemi, kerjasama dengan lembaga pendidikan sangat penting untuk mengelola inovasi dalam pembelajaran dengan kebijakan kurikulum baru. Namun, ada guru yang kurang memiliki kesadaran kritis mengenai peran mereka sehingga sulit mengembangkan pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum baru ini. Pandemi Covid-19 telah memengaruhi dunia pendidikan dan peran guru sangat penting untuk mengatasinya.

Motivasi belajar siswa adalah faktor kunci dalam keberhasilan pembelajaran. Guru harus membangun motivasi ini agar pembelajaran bermakna. Penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran daring dapat memengaruhi motivasi belajar siswa, menunjukkan perlunya kerjasama antara guru dan orang tua dalam mendampingi siswa selama proses pembelajaran. Setelah motivasi belajar tertanam, guru dapat fokus menciptakan pembelajaran yang bermakna yang dapat diaplikasikan siswa dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam menjalankan peran dan fungsinya, guru perlu melibatkan semua komponen pendidikan, baik internal seperti kebijakan kurikulum baru, maupun eksternal seperti lingkungan pendidikan. Kerjasama antar guru dan refleksi diri sangat penting dalam menghadapi perubahan kurikulum. Tanpa perubahan kualitas dalam diri guru, peningkatan hasil belajar siswa dan mutu pendidikan tidak akan tercapai.

Masalah lain yang dihadapi guru adalah kurangnya pemahaman dalam menggunakan media pembelajaran, yang sering kali disebabkan oleh biaya dan kompleksitas materi. Kurikulum baru yang fleksibel memungkinkan guru untuk lebih leluasa menciptakan media pembelajaran yang inovatif, mendorong siswa untuk berinovasi dan mengembangkan pemikiran kreatif. Guru penggerak diharapkan menjadi agen perubahan yang mewujudkan konsep kurikulum baru ini, namun masih banyak guru yang belum memenuhi kriteria sebagai guru pemimpin.

Untuk menghadapi kebijakan kurikulum baru, guru harus memiliki kompetensi yang sesuai, terutama dalam penguasaan teknologi. Pandemi Covid-19 menekankan pentingnya literasi teknologi bagi guru dalam merancang dan mengembangkan media pembelajaran daring. Tanpa literasi teknologi yang memadai, guru tidak akan mampu mengatasi tantangan kebijakan kurikulum baru ini. Pelatihan yang memadai diperlukan untuk membantu guru mengintegrasikan teknologi secara optimal dalam pembelajaran.

Guru juga perlu memiliki pandangan yang baik terhadap model pembelajaran yang digunakan dalam kebijakan kurikulum baru ini. Model pembelajaran yang fleksibel memungkinkan penyesuaian sesuai kebutuhan, khususnya dalam meningkatkan literasi siswa. Penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran multiliterasi efektif dalam meningkatkan keterampilan literasi siswa dan memudahkan mereka memecahkan masalah.

Penguasaan kompetensi guru sangat penting untuk mewujudkan kualitas pendidikan yang diharapkan dalam kebijakan kurikulum baru. Kompetensi yang perlu dikuasai meliputi bidang pedagogik, sosial, profesional, dan kepribadian. Selain itu, guru harus memiliki kemandirian dan kesadaran untuk menumbuhkan sikap profesional dan inovatif dalam menjalankan peran dan tugasnya.

Keberhasilan peningkatan kualitas pendidikan sangat bergantung pada kualitas pendidik. Untuk menjadi guru yang berkualitas dalam menghadapi kebijakan kurikulum baru, diperlukan penguasaan pengetahuan yang luas, kemampuan untuk mengatasi berbagai permasalahan, keterampilan inovatif dalam pembelajaran, dan kepercayaan yang ditanamkan pada siswa untuk mengembangkan talenta yang bermutu dan nilai-nilai moral yang kuat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun