Dwi Haryanti, Elza Mega Pamela, Yulia Susanti.Â
Kesehatan mental merupakan aspek yang sangat penting bagi setiap fase kehidupan manusia. Kesehatan  mental terkadang mengalami siklus baik dan buruk. Setiap orang, dalam hidupnya mengalami kedua sisi tersebut. Kadang mentalnya sehat, terkadang sebaliknya. Pada saat mengalami masalah kesehatan mental, seseorang membutuhkan pertolongan orang lain untuk mengatasi masalah yang dihadapinya. Kesalahan mental dapat memberikan dampak terhadap kehidupan sehari-hari atau masa depan seseorang, termasuk anak-anak dan remaja. Merawat dan melindungi kesehatan mental anak-anak merupakan aspek yang sangat  penting yang dapat  membantu  perkembangan  anak yang lebih baik di masa  depan.
Masalah emosi dan perilaku pada anak dan remaja dapat berdampak negatif terhadap tumbuh kembang dan kehidupan sehari -- hari mereka. Gangguan perkembangan kognitif, kesulitan memusatkan perhatian yang akhirnya berujung pada kesulitan belajar. Memori daya ingat yang buruk dapat menjadi titik tolak berkembangnya pola perilaku menyimpang dan kriminalitas dimasa dewasa.
Remaja merupakan generasi bangsa yang harus diperhatikan dari segi perkembangan mental dan emosionalnya (Gunardi, 2010). Masa remaja merupakan masa yang kritis dalam siklus perkembangan seseorang sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Pada masa perkembangan ini rawan terjadi konflik antara remaja dengan diri sendiri maupun dengan lingkungan sekitar. Apabila konflik ini tidak dapat diselesaikan dengan baik maka akan memberikan dampak negatif terhadap perkembangan remaja, termasuk masalah mental emosional (IDAI, 2010).
Pentingnya keberhasilan perkembangan selama periode remaja dan konsekuensinya terhadap perkembangan dan kesehatan dimasa dewasa membuat isu tentang perkembangan mental emosional remaja menjadi hal yang menarik untuk diteliti(Septiani N., 2013). Masalah  mental emosional yang tidak diselesaikan dengan baik, maka akan memberikan dampak negatif terhadap perkembangan remaja tersebut dikemudian hari, terutama terhadap pematangan  karakter dan memicu terjadinya gangguan perkembangan mental emosional. Gangguan perkembangan mental emosional akan berdampak terhadap meningkatnya masalah perilaku pada saat dewasa kelak (Satgas, 2010).
- Pengertian Emosi
Prilaku kita sehari-hari pada umumnya disertai oleh perasaan-perasaan tertentu, seperti perasaan senang atau tidak senang. Perasaan senang atau tidak senang yang terlalu mempengaruhi prilaku kita disebut warna afektif. Warna afektif ini kadang-kadang kuat, kadang-kadang lemah atau kadang-kadang samar-samar. Jika warna afektif tersebut kuat, maka perasaan - perasaan menjadi lebih mendalam, lebih luas dan lebih terarah. Perasan-perasaan seperti itu disebut emosi oleh Sarlito wirawan. Menurut English and English emosi merupakan suatu keadaan perasaan yang kompleks yang disertai karakteristik kegiatan kelenjar dan motoris. Selanjutnya Daniel Goleman(1995) menjelaskan bahwa emosi merujuk kepada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian kecendrungan untuk bertindak. Chaplin membedakan emosi dengan perasaan, dan dia mendefinisikan perasaan (feelings) adalah pengalaman yang disadari yang diaktifkan baik oleh perangsang eksternal maupun oleh bermacam-macam keadaan jasmaniah. Emosi dan perasaan adalah dua hal yang bebeda. Tetapi perbedaan antara keduanya tidak dapat dinyatakan dengan tegas. Emosi dan perasaan merupakan suatu gejala emosional yang bersifat kualitatif berkelanjutan, akan tetapi tidak jelas batasnya. Pada suatu saat suatu warna afektif dapat dikatakan sebagai suatu perasaan, tetapi dapat juga dikatakan sebagai emosi ; contohnya marah yang ditunjukkan dalam bentuk diam. Crider dan kawan-kawan sebagaimana yang dikutip ole Elida Prayitno mengemukakan ada dua jenis emosi, yaitu emosi positif seperti gembira, bahagia, sayang, cinta dan berani dan emosi negatif seperti reaksi ketidakpuasan terhadap kebutuhan seperti kecewa, marah, cemas dan takut. Mematangkan emosional yang disebut dengan istilah kecerdasan emosional merupakan hal yang lebih penting, karena banyak orang yang memiliki kecerdasan intelektual tetapi tidak memiliki kecerdasan emosional mereka gagal dalam bekerja.
- Karakteristik Remaja
- Usia Remaja
Usia remaja pada kelompok remaja di panti asuhan rata-rata dengan usia 14 tahun, usia paling muda adalah 10 tahun, paling tua adalah
18 tahun. Kelompok remaja di lingkungan rumah rata-rata dengan usia 15 tahun, usia paling muda adalah 10 tahun, paling tua adalah 21 tahun. Usia menggambarkan sebuah tahapan-tahapan perkembangan. Usia 15-19 tahun merupakan tahap remaja pertengahan (Hurlock, 2010). Usia remaja 15-19 tahun berada pada rentang usia remaja pertengahan, cenderung membutuhkan kawan-kawan dan "narcistic" yaitu mencintai dirinya sendiri, suka dengan teman-teman yang memiliki sifat yang sama atau mirip dengan dia, dan bersifat labil atau mudah berubah-ubah tidak menentu atau plin plan (Santrock, 2013). Semakin bertambah usia maka emosi, minat, konsentrasi, dan cara berpikir remaja sudah mulai stabil. Kemampuan untuk menyelesaikan masalah sudah mulai meningkat. Remaja mulai minat terhadap fungsi-fungsi intelektual, egonya mencari kesempatan bersatu dengan orang-orang lain dan dalam pengalaman-pengalaman baru (Santrock, 2013).
- Jenis Kelamin Remaja
Jenis kelamin remaja pada kelompok remaja di panti asuhan dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 3 (15%) responden dan perempuan sebanyak 17 (85%) responden, sedangkan kelompok remaja di lingkungan rumah dengan jenis kelamin laki-lakisebanyak 41 (48,2%) responden dan perempuan sebanyak 44 (51,8%) responden. Jenis kelamin berpengaruh terhadap perkembangan masalah mental. Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa remaja perempuan cenderung lebih menunjukkan gejala masalah mental dari pada laki-laki. Penelitian lain menunjukkan bahwa perempuan menunjukkan gejala depresi dan keinginan bunuh diri yang lebih tinggi sedangkan laki laki cenderung lebih menunjukkan tindakan kekerasan (Pilgrim, 2012).
- Pendidikan Remaja
Pendidikan remaja pada kelompok remaja di panti asuhan dengan pendidikan SD sebanyak 5 (25%) responden, SMP sebanyak 4 (20%) responden, dan SMA sebanyak 11 (55%) responden, sedangkan kelompok remaja di lingkungan rumah dengan dengan pendidikan SD sebanyak 15 (18,8%) responden, SMP sebanyak 30 (35,3%) responden, dan SMA sebanyak 39 (45,9%) responden. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin luas wawasan berpikir sehingga memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri dengan lebih terbuka. Semakin orang berpendidikan akan semakin mengenal dirinya secara lebih baik, termasuk kelebihan dan kekurangannya, sehingga mereka cenderung mempunyai rasa percaya diri. Pengalaman pendidikan formal akan mempengaruhi sikap, konsepsi, dan cara berpikir dalam bertingkah laku lebih fleksibel dan terbuka terhadap hal baru, serta ingatan dan perasaan yang luas, akan membawa seseorang menjadi percaya diri dan perkembangan emosionalnya (Desmita, 2010).
- Perkembangan Mental Emosional Remaja yang Tinggal di Panti Asuhan
Hasil penelitian menunjukkan perkembangan mental emosional remaja yang tinggal di panti asuhan mayoritas remaja pada kategori kurang baik yaitu sebanyak 14 (70%) remaja, sedangkan pada kategori baik yaitu sebanyak 6 (30%) remaja. Masalah mental emosional pada anak dan remaja dibagi menjadi dua kategori, yaitu internalisasi dan eksternalisasi (Damayanti, 2011). Gambaran masalah mental emosional internalisasi seperti temperamen, bingung, cemas, khawatir berlebihan, pemikiran pesimistis, perilaku menarik diri, dan kesulitan menjalin hubungan dengan teman sebaya (terisolasi, menolak, bullied), sedangkan gambaran masalah mental emosioanal eksternalisasi, temperamen sulit, ketidakmampuan memecahkan masalah, gangguan perhatian, hiperaktifitas, perilaku bertentangan (tidak suka ditegur/diberi masukan positif, tidak mau ikut aturan), dan biasanya timbul perilaku agresi. Perkembangan mental emosional remaja yang kurang baik seperti lebih suka menyendiri, merasa cemas atau khawatir terhadap apapun, sering merasa tidak bahagia, tertekan atau menangis, sulit memusatkan perhatian pada apapun, sering merasa ketakutan dan mudah takut terhadap sesuatu, memiliki fokus dan perhatian yang kurang baik. Penelitian Wahyuningrum (2013) menghasilkan bahwa remaja yang tinggal di panti asuhan cenderung labil dan mudah berubah-ubah. Hal ini disebabkan karena adanya beberapa faktor perkembangan yang belum terpenuhi diantaranya adalah faktor pengasuhan.
- Perkembangan Mental Emosional Remaja yang Tinggal di Rumah
Hasil penelitian menunjukkan perkembangan mental emosional remaja yang tinggal di lingkungan rumah sebagian besar pada kategori baik yaitu sebanyak 47 (55,3%) responden, sedangkan pada kategori kurang baik yaitu sebanyak 38 (44,7%) responden. Meskipun mayoritas perkembangan mental emosional dilingkungan rumah baik akan tetapi banyak juga perkembangan mental emosional yang kurang baik. Hal ini sejalan dengan penelitian Damayanti (2011) menemukan 35% remaja mengalami masalah mental dan emosional.Sama halnya dengan penelitian Hartanto (2011) yang menghasilkan 40% remaja mempunyai masalah mental emosional. Masalah mental emosional pada anak yang tinggal dengan orangtua kandung berhubungan dengan masalah internalisasi. Damayanti (2011) menyatakan bahwa masalah mental emosional pada anak dan remaja dibagi menjadi dua kategori, yaitu internalisasi dan eksternalisasi. Gambaran masalah mental emosional internalisasi seperti temperamen, bingung, cemas, khawatir berlebihan, pemikiran pesimistis, perilaku menarik diri, dan kesulitan menjalin hubungan dengan teman sebaya (terisolasi, menolak, bullied). Masalah mental emosional internalisasiterutama terjadi pada anak yang kedua orangtuanya bekerjayang menetapkan jadwal dan aturan yang kaku bagi anaknya selama di rumah. Selain itu, dengan kedua orangtua bekerja terkadang timbul perasaan lelah dan beban yang besar untuk memenuhi      kebutuhan               ekonomi keluarga.Keadaan ini sangat mungkin sebagai dasar terjadinya masalah internalisasi. Seperti yang dijelaskan Zulkifi (2008) bahwa masalah mental emosional dapat dipengaruhi oleh lingkungan mikro dan lingkungan mini.Lingkungan mikro merupakan lingkungan terkecil bagi seorang individu. Ibu merupakan unsur utama yang paling berperan dalam lingkungan mikro.Peran ibu adalah memberikan kecukupan gizi anak pada awal kehidupan, sehingga anak dapat mencapai pertumbuhan yang optimal.
- Perkembangan Mental Emosional antara Remaja yang Tinggal di Panti Asuhan dan yang Tinggal di Rumah
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan mental emosional remaja yang tinggal di lingkungan rumah lebih baik dibandingkan dengan remaja yang tinggal di panti asuhan. Hasil uji mann whitney dengan nilai (<0,05) juga didapatkan nilai sebesar 0,006 yang artinya ada perbedaan secara bermakna antara perkembangan mental emosional antara remaja yang tinggal di panti asuhan "putri aisyiah" dan yang tinggal di rumah. Remaja yang dibesarkan di lingkungan panti asuhan mendapatkan riwayat kasih sayang dan penanganan yang berbeda dengan remaja yang tinggal bersama kedua orangtuanya (Hasnida, 2014).Penelitian yang dilakukan oleh Riyadi (2014) tentang risiko masalah perkembangan dan mental emosional anak yang diasuh di panti asuhan dibandingkan dengan diasuh orangtua kandung menghasilkan bahwa masalah perkembangan anak di panti asuhan lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang tinggal dengan diasuh orangtua.
SIMPULAN
Dari hasil penelitian diatas ternyata dapat dibuktikan bahwa remaja di panti asuhan memiliki resiko lebih tinggi masalah perkembangan mental emosionalnya dibandingkan dengan remaja yang tinggal dirumah. Terdapat beberapa perbedaan yang signifikan antara masalah mental emosional remaja panti asuhan  dengan remaja yang tinggal dirumah. terdapat perbedaan yang bermakna antara perkembangan mental emosional antara remaja yang tinggal di panti asuhan dan yang tinggal di rumah. Dibuktikan dengan hasil uji mann whitney dengan nilai ( 0,05) menunjukkan nilai sebesar 0,006. Remaja di panti asuhan memiliki resiko lebih tinggi masalah perkembangan mental emosionalnya dibandingkan dengan remaja yang tinggal di rumah.
Daftar pustaka :Â
https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/JKJ/article/view/4395
https://doi.org/10.24090/komunika.v4i1.140
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H