Nampaknya membuang dan menyisakan makanan bagi sebagian orang merupakan kebiasaan spele dan tidak kita sadari efek jangka panjang dari pembuangan sampah makanan menjadi masalah yang menimbulkan berbagai kerugian, salah satunya bagi lingkungan.Â
Saat ini limbah sisa makanan menjadi isu lingkungan paling serius dan berbahaya bagi dunia mulai dari menimbulkan gas metana hingga perubahan iklim dan berpengaruh besar bagi pemanasan global.
 Limbah makanan menyumbang antara 8% dan 10 % emisi gas rumah kaca. Tahukah kalian bahwa 1/3 (sepertiga) dari makanan yang diproduksi untuk konsumsi manusia di dunia dibuang sebagai sampah.Â
Ini berarti sekitar sepertiga dari semua makanan yang diproduksi untuk konsumsi manusia, dan menghasilkan sekitar 8% dari emisi gas rumah kaca dunia, angka ini lebih besar dari emisi yang dihasilkan dari produksi plastik dan ekstraksi minyak yang masing-masing menyumbang 3,8% emisi.Â
Jumlahnya sekitar 1,3 milyar ton per tahun. Nilai dari sampah makanan yang terbuang diperkiran USD 680 milyar untuk negara maju dan USD 310 milyar untuk negara berkembang. Sedangkan 795 juta manusia di dunia menderita kelaparan.Â
Total sampah yang ada sebenarnya dapat menghidupi 2 milyar orang malah terbuang sia-sia. Hal ini ironis dimana bagi sebagian orang makanan sangat berharga dan sulit didapatkan namun sebagian lagi malah dibuang sia-sia.Â
Sampah makanan adalah makanan yang terbuang dan tidak termakan. Penyebabnya banyak dan terjadi dalam proses produksi, pengolahan, distribusi, penyajian dan konsumsi. Sampah terjadi didalam setiap mata rantai dari produksi sampai konsumsi.
Indonesia saat ini menjadi pembuang sampah makanan nomor 2 di dunia setelah Arab Saudi. Menurut FAO (2016) sampah makanan di Indonesia berjumlah 13 juta ton setiap tahun, sama dengan 500 x berat Monas di Jakarta dan diperkirakan mampu menghidupi 28 juta orang. Sampah berasal dari retail, restoran, rumah tangga maupun industri pengolahan makanan dan dijalur distribusi.Â
Menurut kajian Bappenas, sampah makanan yang terbuang di Indonesia pada 2000-2019 mencapai 23-48 juta ton per tahun atau setara 115-184 kilogram per kapita setiap tahunnya.Â
Kemudian berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada tahun 2021, di antara semua jenis sampah yang dibuang, sampah sisa makanan menjadi komposisi sampah yang paling banyak yaitu sebesar 29,1 persen dari total sampah.
Pertama, bahaya tumpukan limbah makanan berdampak pada timbulnya gas metana. Limbah Makanan sangat berkontribusi terhadap emisi gas rumah kaca. Saat membusuk di tempat pembuangan sampah, ia menghasilkan gas rumah kaca yang disebut metana, yang lebih berbahaya daripada CO. Gas rumah kaca juga dikeluarkan dalam produksi dan transportasi makanan. Emisi dari kendaraan yang mengangkut makanan menghasilkan CO.Â
Kelebihan jumlah gas rumah kaca seperti metana, CO dan CFC menyerap radiasi infra merah dan memanaskan atmosfer bumi, menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Para ilmuwan percaya bahwa jika kita berhenti membuang makanan, kita dapat mencegah 11% emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh sistem pangan.
Sebagian besar dari sampah makanan akan menjadi "sampah kota" (municipal solid waste atau MSW dan berakhir di TPA (tempat pembuangan akhir). Sampah kota di Indonesia rata-rata masih mengandung 55 -- 60% bahan organik.Â
Timbunan sampah makanan dan sampah kota dengan kandungan bahan organik yang tinggi (55-60%) akan menimbulkan gas methan (CH4) yang berpotensi menimbulkan ledakan. Ledakan gas methana pada timbunan sampah telah terjadi antara lain di TPA Leuwigajah, Cimahi (Jawa Barat) pada tanggal 21 Februari 2005.Â
Ledakan ini mengakibatkan 2 desa hilang tertimbun longsoran sampah dan menyebabkan 157 orang meninggal. Dari kejadian ini, setiap tanggal 21 Februari pemerintah memperingati Hari Peduli Sampah Nasional.
Kedua, setiap kali makanan terbuang, semua sumber daya yang digunakan untuk setiap langkah tersebut juga terbuang sia-sia. Misalnya, plastik yang digunakan sebagai kemasan sayuran beku yang dibuang. Atau, semua asap dan bahan bakar yang dikeluarkan saat buah dikirim dari suatu wilayah ke wilayah lain.Â
Untuk setiap makanan yang terbuang, didalamnya juga terdapat biaya lingkungan yang harus dibayar. misalnya, air selalu digunakan dalam setiap tahap proses produksi makanan.Â
Saat ini, sekitar 70% dari sumber daya air tawar global yang tersedia digunakan untuk mengairi tanaman dan menghasilkan makanan. Pengemasan dan pengangkutan makanan juga membutuhkan air. Ketika membuang makanan, semua air itu juga terbuang sia-sia. Begitu juga air di dalam makanan yang terbuang misalnya buah yang mengandung air. Air yang terbuang tersebut setara dengan sekitar 170 triliun liter (atau 45 triliun galon) air per tahun.Â
Menurut WHO, jumlah minimum air yang dibutuhkan setiap orang per hari adalah sekitar 15-20 liter. Jika sebagian kecil dari air yang terbuang dapat diselamatkan, hal tersebut sangat membantu dalam menyediakan air bagi orang-orang di seluruh dunia. Membuang-buang makanan artinya membuang begitu banyak air.Â
Sehingga, jika digabungkan, dapat menutupi semua kebutuhan air rumah tangga dunia. Kita juga harus mengingat langkah-langkah yang telah dilakukan untuk menghasilkan makanan sejak awal. Misalnya, untuk membuat pabrik, harus membuka lahan. Pembukaan lahan dapat menghancurkan habitat satwa liar dan dapat mengurangi keanekaragaman hayati.
Solusi untuk meminimalkan limbah makanan dapat dilakukan dari berbagai pihak, baik pihak produsen, supermarket, pemerintah, sektor swasta dan bagi konsumen.Â
Sebagai konsumen, langkah kecil yang dapat kita lakukan adalah dengan tidak membuang makanan sia-sia, khususnya yang masih layak konsumsi, dimulai dengan mendonasikan makanan ke orang-orang yang membutuhkan, dengan ini dapat membantu sesama tanpa membuang makanan sia-sia.Â
Kemudian mempelajari mengenai perbedaan expired date dan best before date. Expired date adalah tanggal batas maksimal produk aman dikonsumsi, terkait keamanan pangan sehingga apabila melewati tanggal ini tidak dapat dikonsumsi lagi.Â
Best before date adalah tanggal dimana makanan memiliki ketahanan berarti konsumsi sebaiknya dilakukan sebelum waktu yang tercantum pada kemasan. Hal ini berkaitan dengan penurunan mutu atau kualitas, perubahan rasa atau atribut sensori lainnya (warna, aroma, tekstur), namun setelah best before makanan masih layak dikonsumsi.
Sampah organik yang dimiliki dapat kita diamkan dalam ruang terbuka kemudian dimanfaatkan menjadi pupuk organik. Langkah selanjutnya mengurangi timbunan sampah dapat dengan pilah sampah, pengangkutan, pengelolaan dan pemanfaatan di pusat penimbunan sampah dengan budidaya maggot, untuk pakan ternak, pembuatan pupuk organik dan pembuatan eco enzyme.
Cara yang dapat membantu kita dalam menghindari food waste adalah meal planning dan meal preparation. Meal planning adalah melakukan perencanaan untuk makanan yang ingin kamu konsumsi. Meal planning dapat kamu buat dalam bentuk list untuk seminggu kedepan atau bahkan sebulan kedepan.Â
Dengan meal planning, kamu dapat menyesuaikan bahan makanan apa saja yang diperlukan untuk membuat rencana masakanmu. Setelah membuat meal planning, ada baiknya untuk segera membuat meal preparation.Â
Meal preparation dapat membuat waktu persiapan memasak jauh lebih efektif. Pastikan untuk menyimpan bahan makanan di tempat yang sesuai, seperti daging, buah, dan sayuran yang harus disimpan di dalam freezer dan bumbu dapur yang harus disimpan di wadah dengan rapat. Dengan penyimpanan yang benar, bahan makanan akan tersimpan dengan aman dan tidak terbuang.
Bagi pihak produsen dapat melakukan peningkatan perencanaan produksi selaras dengan permintaan pasar dan melakukan pengemasan yang lebih ramah lingkungan. Pihak pemerintah dapat insentif mendukung kampanye aksi mengurangi food waste dan food loss serta mengadakan pelatihan dan mendukung teknologi dan inovasi, termasuk produsen skala kecil.Â
Terakhir, sektor swasta menciptakan lingkungan yang mendukung kebijakan dan kelembagaan, mendukung produk dan proses inovatif, peningkatan kesadaran dan advokasi mengenai limbah makanan serta pengembangan kemitaraan dan aliansi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya