Mohon tunggu...
Ananda Fitriana
Ananda Fitriana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurusan Biologi Universitas Andalas

Halo semuanya! Perkenalkan nama saya Ananda Fitriana Mahasiswa Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat. Sebagai seorang mahasiswa biologi, saya sangat tertarik mengenai berbagai isu lingkungan, mulai dari lingkungan hidup disekitar kita, biokonservasi, kesehatan, flora dan fauna, habitat alam dan masih banyak lagi. Artikel yang penulis terbitkan di Blog Kompasiana ini, diharap dapat membuat para pembaca dapat memahami dan peduli mengenai lingkungan hidup kita demi kenyamanan dan kestabilitas kehidupan di muka bumi ini. Semoga pembaca dapat merasakan manfaat dan menambah informasi dari artikel yang telah ditulis. Terimakasih banyak atas perhatiannya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Buang Makanan: Kebiasaan Sepele yang Menjadi Isu Lingkungan Serius Dunia, Ancaman Limbah Makanan

16 Desember 2023   20:45 Diperbarui: 16 Desember 2023   21:04 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pembukaan Lahan Pertanian (DOK. Humas Kementerian Pertanian)

Kemudian berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada tahun 2021, di antara semua jenis sampah yang dibuang, sampah sisa makanan menjadi komposisi sampah yang paling banyak yaitu sebesar 29,1 persen dari total sampah.

Penumpukan Sampah Makanan di Jakarta, Indonesia (Albertus Krisna)
Penumpukan Sampah Makanan di Jakarta, Indonesia (Albertus Krisna)

Pertama, bahaya tumpukan limbah makanan berdampak pada timbulnya gas metana. Limbah Makanan sangat berkontribusi terhadap emisi gas rumah kaca. Saat membusuk di tempat pembuangan sampah, ia menghasilkan gas rumah kaca yang disebut metana, yang lebih berbahaya daripada CO. Gas rumah kaca juga dikeluarkan dalam produksi dan transportasi makanan. Emisi dari kendaraan yang mengangkut makanan menghasilkan CO. 

Kelebihan jumlah gas rumah kaca seperti metana, CO dan CFC menyerap radiasi infra merah dan memanaskan atmosfer bumi, menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Para ilmuwan percaya bahwa jika kita berhenti membuang makanan, kita dapat mencegah 11% emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh sistem pangan.

Sebagian besar dari sampah makanan akan menjadi "sampah kota" (municipal solid waste atau MSW dan berakhir di TPA (tempat pembuangan akhir). Sampah kota di Indonesia rata-rata masih mengandung 55 -- 60% bahan organik. 

Timbunan sampah makanan dan sampah kota dengan kandungan bahan organik yang tinggi (55-60%) akan menimbulkan gas methan (CH4) yang berpotensi menimbulkan ledakan. Ledakan gas methana pada timbunan sampah telah terjadi antara lain di TPA Leuwigajah, Cimahi (Jawa Barat) pada tanggal 21 Februari 2005. 

Ledakan ini mengakibatkan 2 desa hilang tertimbun longsoran sampah dan menyebabkan 157 orang meninggal. Dari kejadian ini, setiap tanggal 21 Februari pemerintah memperingati Hari Peduli Sampah Nasional.

Ledakan Sampah TPA Leuwigajah, Cimahi, Jawa Barat (Kompas.com)
Ledakan Sampah TPA Leuwigajah, Cimahi, Jawa Barat (Kompas.com)

Kedua, setiap kali makanan terbuang, semua sumber daya yang digunakan untuk setiap langkah tersebut juga terbuang sia-sia. Misalnya, plastik yang digunakan sebagai kemasan sayuran beku yang dibuang. Atau, semua asap dan bahan bakar yang dikeluarkan saat buah dikirim dari suatu wilayah ke wilayah lain. 

Untuk setiap makanan yang terbuang, didalamnya juga terdapat biaya lingkungan yang harus dibayar. misalnya, air selalu digunakan dalam setiap tahap proses produksi makanan. 

Saat ini, sekitar 70% dari sumber daya air tawar global yang tersedia digunakan untuk mengairi tanaman dan menghasilkan makanan. Pengemasan dan pengangkutan makanan juga membutuhkan air. Ketika membuang makanan, semua air itu juga terbuang sia-sia. Begitu juga air di dalam makanan yang terbuang misalnya buah yang mengandung air. Air yang terbuang tersebut setara dengan sekitar 170 triliun liter (atau 45 triliun galon) air per tahun. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun