Pengalaman hidup sering kali menjadi guru terbaik. Salah satu pengalaman paling berharga dalam hidup saya adalah ketika saya menjalani program Asistensi Mengajar di SMKN 1 Malang selama tiga bulan. Program ini tidak hanya memberikan saya kesempatan untuk berkontribusi di dunia pendidikan, tetapi juga menjadi ruang untuk belajar memahami dinamika kehidupan di sekolah. Dengan mengajar mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), saya mengalami berbagai momen yang penuh tantangan, kebahagiaan, dan pembelajaran yang tak terlupakan.
Awal Perjalanan: Kesan Pertama di SMKN 1 Malang
Ketika menerima penempatan di SMKN 1 Malang, saya merasa sangat antusias sekaligus cemas. Antusias karena sekolah ini dikenal memiliki reputasi baik di bidang pendidikan kejuruan. Namun, saya juga merasa gugup karena ini adalah pengalaman pertama saya mengajar mata pelajaran PPKn secara langsung di lingkungan sekolah formal. Sebagai seseorang yang masih belajar, saya khawatir apakah saya bisa menyampaikan materi dengan baik dan bagaimana saya akan diterima oleh para siswa.
Kesan pertama saya tentang SMKN 1 Malang sangat positif. Ketika tiba pada hari pertama, saya disambut dengan hangat oleh para guru dan staf sekolah. Lingkungan sekolah yang tertata rapi, siswa yang bersemangat, serta budaya saling menghormati yang terasa kental membuat saya merasa diterima sejak awal. Dalam pertemuan pertama dengan guru pembimbing, saya dijelaskan tentang peran saya selama tiga bulan ke depan. Saya ditugaskan untuk membantu pengajaran PPKn di beberapa kelas, mendampingi siswa dalam kegiatan pembelajaran, dan terlibat aktif dalam program-program sekolah.
Hari-Hari Awal: Adaptasi yang Penuh Tantangan
Minggu pertama menjadi masa adaptasi yang cukup menantang bagi saya. Mata pelajaran PPKn sering dianggap sebagai mata pelajaran yang "teoritis" oleh siswa, sehingga sebagian dari mereka kurang antusias. Tugas pertama saya adalah memecahkan stigma tersebut dengan cara membuat pembelajaran menjadi lebih menarik dan relevan.
Saya memulai dengan mengenal siswa-siswa di kelas yang saya bimbing. Dalam beberapa pertemuan awal, saya lebih banyak mendengarkan mereka berbicara tentang pandangan mereka terhadap PPKn. Hal ini memberikan wawasan yang penting bagi saya untuk menyusun strategi pengajaran. Saya berusaha untuk tidak hanya membahas teori Pancasila atau UUD 1945, tetapi juga mengaitkannya dengan kehidupan sehari-hari dan isu-isu yang relevan dengan dunia mereka.
Salah satu pendekatan yang saya gunakan adalah pembelajaran berbasis kasus. Misalnya, saya membawa berita-berita aktual yang berhubungan dengan nilai-nilai Pancasila dan meminta siswa untuk menganalisisnya. Ketika kami membahas tema "Hak dan Kewajiban Warga Negara," saya mengadakan simulasi sidang di kelas, di mana siswa diminta berperan sebagai anggota parlemen yang harus menyusun rancangan undang-undang. Aktivitas ini tidak hanya membuat mereka lebih memahami materi, tetapi juga meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan komunikasi mereka.
Tantangan yang Dihadapi
Selama menjalani program asistensi mengajar, saya menghadapi beberapa tantangan yang cukup kompleks. Salah satu tantangan utama adalah menghadapi siswa yang kurang termotivasi untuk mengikuti pelajaran PPKn. Beberapa siswa menganggap bahwa mata pelajaran ini tidak relevan dengan jurusan keahlian mereka, seperti Teknik Otomotif atau Akuntansi.
Untuk mengatasi masalah ini, saya mencoba menghubungkan materi PPKn dengan bidang keahlian mereka. Misalnya, ketika membahas topik etika kerja, saya mencontohkan bagaimana nilai-nilai Pancasila dapat diterapkan dalam dunia kerja, seperti menjunjung tinggi keadilan dan profesionalisme. Saya juga memberikan studi kasus yang relevan dengan profesi mereka, sehingga mereka merasa bahwa pembelajaran ini memiliki manfaat praktis.