Stunting merupakan kondisi kurang gizi kronis bagi waktu yang lama dalam masa kritis pertumbuhan dan perkembangan di awal kehidupan dari anak usia 0--59 bulan anak yang terdiagnosa stunting dapat mengalami gangguan tumbuh kembang pada kognitif mereka, pertumbuhan kognitif yang lambat di kemudian hari bisa menyebabkan anak mengalami penurunan fungsi intelektual, kesulitan memproses informasi, serta susah berkomunikasi, sehingga akan memengaruhi proses belajar anak di sekolah dan di rumah, sekaligus membuat mereka kesulitan bergaul serta bermain bersama rekan sebaya. Survey Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 prevalensi balita gizi kurang sebesar 7,1 % dan balita stunting sebesar 24,4%, tahun 2022 terjadi penurunan yaitu 21,6%. Di Jawa Timur prevalensi stunting tahun 2022 sebesar 19,2%. Namun penanganan penanganan stunting masih membutuhkan upaya optimal guna mencapai target 14% tahun 2024, dan 0% pada 2030 (Kemenkes, 2023). Menurut survey pendahuluan yang dilakukan pada bulan September 2022 diketahui bahwa Desa Sengon,
Komunikasi terapeutik termasuk bagian dari komunikasi interpersonal dengan memberikan pemahaman antara tenaga kesehatan dengan masyarakat, khususnya pada ibu yang mempunyai anak dengan stunting. Komunikasi terapeutik meliputi pertanyaan terbuka, mendengarkan, refleksi, diam, kejelasan, sinyal nonverbal atau verbal, mengidentifikasi dan memberikan bukti, dan meringkas nada emosi Proses komunikasi terapeutik yang dilakukan antara bidan (tenaga kesehatan) kepada masyarakat khususnya ibu yang mempunyai anak dengan stunting dimulai dari pengkajian, menentukan masalah kesehatan,rencana tindakan dan melakukan rencana tindakan, melakukan tindakan kesehatan sesuai dengan perencanaan hingga evaluasi tindakan.
Menurut penulis terjadinya perubahan perilaku pada kategori baik sesudah intervensi disebabkan oleh strategi dalam melaksanakan komunikasi terapeutik pada kelompok. Upaya penerapan strategi dalam metode komunikasi terapeutik pada kelompok dengan memposisikan komunikator atau tenaga kesehatan terhadap ibu yang mempunyai anak dengan kondisi stunting antara lain :
a)Saling memahami kondisi dan perasaan serta percaya antar anggota kelompok
b)Tenaga kesehatan sebagai ketua kelompok dapat mengatur jalannya intervensi dan mengatur dengan baik setiap anggota kelompok agar proses intervensi berjalan dengan baik
c)Setiap anggota kelompok dalam berkomunikasi tidak saling menyinggung, harus sesuai peraturan dan etika yang berlaku sopan, dan jelas
d)Saling menghargai dan tidak menyela pembicaraan serta selalu memperhatikan anggota yang berbicara
e)Berikan respon yang baik dan positif agar masalah dapat teratasi
Salah satu target pemerintah dalam menurunkan prevalensi stunting, Komunikasi terapeutik termasuk bagian dari komunikasi interpersonal dengan memberikan pemahaman antara tenaga kesehatan dengan masyarakat, khususnya pada ibu yang mempunyai anak dengan stunting Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku ibu dalam penanganan anak dengan Stunting adalah pengalaman Adanya hubungan antara pengetahuan dengan perilaku ibu dalam pemberian makan pada anak tingkat pendidikan ibu yaitu pendidikan tinggi akanlebih mudah menerima suatu ide baru dibandingkan ibu yang berpendidikan rendah. Melakukan komunikasi dengan tujuan merubah perilaku yang dilakukan secara konsisten oleh tenaga kesehatan dapat menurunkan jumlah anak yang mengalami stunting, dengan melakukan pemberian stimulus melalui metode cara penyampaian, isi penyajian, kredibilitas dan gaya bicara dari komunikator.
Komunikasi terapeutik yang dilakukan dalam kelompok akan berpengaruh terhadap perubahan perilaku dalam penanganan ibu yang mempunyai anak stunting. Peserta juga harus mematuhi peraturan yang berlaku dan menghargai antar peserta lainnya sehingga masalah dapat teratasi dalam penanganan anak stunting. Bagi tenaga kesehatan menjaga kredibilitas dan gaya bicara, cara penyampian dan isi penyajian yang menarik sehingga terjadi trust antar tenaga kesehatan dengan peserta.
REFRENSI
Amoah, V. M. K., Anokye, R., Boakye, D. S., Acheampong, E., Budu-Ainooson, A., Okyere, E., Kumi-Boateng, G., Yeboah,
C., & Afriyie, J. O. (2019). A qualitative assessment of perceived barriers to effective therapeutic communication among nurses and patients. BMC Nursing, 18(1), 1--8.
Arif, M., Shinta, F., Chaarnaillan, A., Saudi, A., Rustam, & Hanifahturahmi. (2023). Komunikasi Perubahan Perilaku Melalui Pendekatan S-O-R (Stimulus, Organism, Dan Respon) Dalam Penanggulangan Stunting Di Kelurahan Tanjung RHU. 5(2), 328--332.
Azizah, E. N., & Wardhani, R. K. (2020). Gerakan Kader Posyandu Sadar Stunting di Desa Ringinpitu Kecamatan Plemahan. Journal of Community Engagement in Health, 3(2), 229--232.
Darwis, D., Abdullah, R., Amaliah, L., Bohari, B., & Rahman, N. (2021). Experience of mother in taking care of children with stunting at Majene regency, Indonesia. Open Access Macedonian Journal of Medical Sciences, 9(E), 33--38.
Dewi, R. (2015). Komunikasi Terapeutik Konselor Laktasi Terhadap Klien Relaktasi. Jurnal Kajian Komunikasi, 3(2), 192--211.
Grimm, T. R. (2015). The Art of Communication in Nursing and Health Care In Issues in Mental Health Nursing (1st ed., Vol. 36, Issue 7). Springer Publising Company, LLC.
Haurissa, T. G., Manueke, I., & Kusmiyati, K. (2019). Pengetahuan dan Sikap Ibu Menyusui dengan Perilaku Pemberian ASI Eksklusif. JIDAN (Jurnal Ilmiah Bidan), 6(2), 58--64.
Kemenkes. (2023). Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022. In Kemenkes (pp. 1--7).
Lee, H. J., Park, B. M., Shin, M. J., & Kim, D. Y. (2022). Therapeutic Communication Experiences of Nurses Caring for Patients with Hematology. Healthcare (Switzerland), 10(12), 1--15.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H