Mohon tunggu...
Ananda Haman
Ananda Haman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Undergraduate Environmental Health Student at Universitas Indonesia

Work hard in silence, let success make the noise

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Fenomena Zoom Fatigue di Masa Pandemi Covid-19

17 November 2021   09:30 Diperbarui: 17 November 2021   10:24 1043
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Skala Zoom Fatigue/Fauville et.al, 2021.

Pada masa pandemi ini, banyak hal beralih menjadi serba virtual. Mulai dari pekerjaan, pendidikan, hubungan pribadi antar teman, dan hal lainnya. Teknologi telah memudahkan penggunaan platform online sebagai pengganti pertemuan langsung. Rapat virtual, kelas virtual, hingga nongkrong virtual, kini menjadi kegiatan rutin sehari-hari dan bukan lagi hal yang tidak lazim. Kegiatan yang serba daring ini menjadikan penggunaan platform online meeting semakin meningkat. Google Meet, Skype, Zoom, dan Facetime, sudah menjadi istilah yang akrab dipergunakan di kehidupan masa pandemi ini. 

Meningkatnya penggunaan platform online meeting menjadikan jumlah pengguna hingga 300 juta orang di dunia terhitung pada April 2020. Penggunaan yang sangat adaptif untuk dilakukan pada saat pandemi berlangsung agar mencegah tersebarnya virus Covid-19 karena, semua orang hanya bertemu melalui layar gadget. Selain dari fungsinya yang sangat baik di samping itu terdapat fenomena baru yang dirasakan seperti, kelelahan, kecemasan, dan kekhawatiran yang dihasilkan dari berlebihannya menggunakan virtual platform tersebut. Terdapat survei yang telah dilakukan pada mahasiswa Amerika Serikat menunjukkan sekitar 94% memiliki kesulitan cukup besar dengan pembelajaran daring (Peper et al., 2021). Menurut Stanford University’s Virtual Human Interaction Lab, canggihnya teknologi dapat mempengaruhi metode komunikasi yang telah digunakan semua orang dalam puluhan tahun dan menjalankan sebuah kehidupan, namun transisi perubahan yang begitu cepat dengan adanya pandemi sehingga komunikasi antar seseorang pun berubah. Terlihat dari tampaknya hal-hal yang terjadi secara langsung, terdapat jeda umpan-balik komunikasi seseorang. Berbeda dengan secara luring yang menggunakan vokalisasi tepat waktu, gerakan, bahasa tubuh, dan tanggapan dua arah sehingga satu sama lain memahami pembicaraan yang berlangsung (Brenda, 2020). Terdapat adanya peningkatan masalah fisik, kebiasaan, dan psiko-sosial, seperti sakit punggung, sakit kepala, sakit perut, kelelahan mata, sakit leher dan nyeri bahu, kelebihan atau kekurangan; makan, tidur, aktivitas fisik (Peper et al., 2021). Dengan penggunaan platform meeting online yang meningkat, maka munculah istilah Zoom fatigue yang dialami oleh para pengguna. Secara singkat, zoom fatigue disebabkan oleh penggunaan platform meeting online yang intens, tidak hanya melalui penggunaan software Zoom, tapi juga penggunaan platform meeting online lainnya sehingga menyebabkan stress. 

Zoom Fatigue: Kelelahan karena Meeting Online?

Terdapat beberapa istilah yang merujuk pada kelelahan dalam penggunaan platform meeting online, yaitu zoom fatigue maupun zoom in fatigue. Menurut Zaini (2021), zoom in fatigue adalah perasaan lelah, gelisah atau cemas selama mengikuti kegiatan video conference. Walaupun istilahnya menggunakan kata zoom, namun hal ini tidak hanya merujuk pada platform aplikasi Zoom, melainkan juga berkaitan pada platform meeting online lainnya seperti Whatsapp Video Call, Google Meet, Skype, Facetime, dan platform lainnya (Zaini & Supriyadi, 2021).

Gaya Komunikasi yang Berbeda

Sampai abad ke-20, hampir semua komunikasi termasuk ekspresi nonverbal. Pembicara menggunakan ekspresi verbal dan nonverbal, sedangkan lawan bicara akan langsung menunjukkan reaksi kepada pembicara. Terjadi pertukaran verbal dan nonverbal yang dinamis terus menerus. Pendengar akan menanggapi pembicara. Jika pendengar setuju, mereka mengangguk. Jika mereka tidak setuju atau terintimidasi, mereka akan memberikan gerakan tubuh alternatif (misalnya menggelengkan kepala) atau ekspresi wajah (misalnya memalingkan muka atau mengerutkan kening). Selama percakapan normal, ekspresi wajah dan bahasa tubuh pembicara diperhatikan dan ditanggapi, yang pada gilirannya dapat digunakan sebagai umpan balik oleh lawan bicara. Meskipun online meetings memberikan umpan balik visual dan pendengaran yang dinamis, terutama dalam sesi one to few, dalam sesi grup besar dengan banyak peserta, umpan balik visual berkurang dan respons wajah sulit dibedakan, terutama saat dalam tampilan galeri. Dalam lingkungan online meetings, pengirim dan penerima menonton layar komputer tanpa menyadari bahwa isyarat nonverbal sangat penting untuk tujuan memahami tidak hanya apa yang dikatakan tetapi juga untuk makna tersirat dan pentingnya menonton video hiburan di mana kita duduk untuk waktu yang lama dan diam-diam dikondisikan untuk tidak bertindak  (Peper et al., 2021). 

Penyebab Zoom Fatigue

Berdasarkan artikel yang ditulis oleh (Ramachandran, 2021) dalam website berita Universitas Stanford, terdapat 4 penyebab zoom fatigue, yaitu sebagai berikut:

  1. Kontak mata jarak dekat yang intens dan berlebih.
    Dalam rapat biasa secara offline, seseorang biasanya akan memandang ke arah pembicara, mencatat, atau memandang ke arah lainnya, namun dalam  online meeting, seluruh partisipan saling melihat ke arah partisipan lainnya sekaligus dalam waktu bersamaan. Bahkan ketika kita bukan menjadi pembicara, orang-orang tetap melihat ke arah kita dan hal tersebut seakan menjadikan kita sebagai pembicara nonverbal. Hal tersebut menyebabkan kontak mata yang meningkat secara dramatis dan menyebabkan stress seperti ketika kita sedang berada di situasi yang menyebabkan kita dipandang oleh seluruh orang.
    Sumber stress lainnya adalah monitor. Ukuran monitor dapat menjadi salah satu pengaruh penyebab stress. Wajah yang muncul dalam layar tampak lebih besar dari yang biasa kita lihat secara langsung. Di dunia nyata, ketika wajah seseorang tampak begitu dekat dengan wajah kita, otak kita menafsirkan situasi tersebut sebagai situasi yang intens. 
  2. Melihat diri sendiri
    Dalam platform video, terdapat sebuah kotak yang menampakkan diri sendiri. Namun, menurut Bailenson hal tersebut merupakan hal yang tidak natural. Hal tersebut seperti ketika di dunia nyata, ada seseorang yang mengikuti gerak-gerik kita. Ketika kita melihat cerminan diri sendiri, kita akan merasa lebih kritis terhadap diri sendiri. 
  3. Mengurangi mobilitas
    Obrolan telepon secara audio masih memungkinkan kita untuk bergerak dan berpindah tempat. Namun, dengan video conference, kamera yang terus menyala mengharuskan kita untuk berada di tempat yang sama. 
  4. Muatan kognitif lebih besar di video chat
    Bailenson menyatakan bahwa dalam pertemuan tatap muka biasa, komunikasi nonverbal terjadi dengan natural dan masing-masing pihak secara natural menafsirkan gestur nonverbal secara tidak sadar. Namun, dengan video chat, kita harus bekerja lebih keras lagi untuk mengirim dan menerima sinyal. Misalnya, untuk menyatakan bahwa kita setuju akan suatu pendapat, kita harus menganggukkan kepala lebih keras atau memberikan jempol.

Dampak Pada Orang Yang Sering Mengikuti Video Conference

Seseorang yang sering mengikuti pertemuan daring dapat membuat pengguna platform online meeting merasa lelah dan kosong karena tidak adanya interaksi fisik. Kurangnya kehadiran fisik ini juga yang menjadikan pertemuan daring melelahkan secara emosional (Amponsah et al., 2021). Partisipan dalam studi yang dilakukan oleh (Amponsah et al., 2021) juga mengeluhkan lelah secara fisik dan sakit kepala setelah sesi video conference yang panjang, hal ini menyebabkan mereka tidak dapat fokus pada hal yang diskusikan.

Skala Zoom Fatigue

Apakah Anda mengalami Zoom Fatigue? Coba jawab pertanyaan berikut ini:

  1. Apakah Anda merasa capek setelah melakukan video conference?
  2. Apakah Anda merasa sangat lelah setelah melakukan video conference?
  3. Apakah Anda merasa terkuras secara mental setelah video conference?
  4. Apakah Anda merasakan pandangan buram setelah melakukan video conference?
  5. Apakah Anda merasakan iritasi pada mata setelah melakukan video conference?
  6. Apakah Anda merasakan sakit pada mata setelah melakukan video conference?
  7. Apakah Anda cenderung menghindari situasi sosial setelah melakukan video conference?
  8. Apakah Anda merasa ingin sendirian setelah melakukan video conference?
  9. Apakah Anda merasa butuh waktu sendirian setelah melakukan video conference?
  10. Apakah Anda merasa takut untuk melakukan sesuatu setelah melakukan video conference?
  11. Apakah Anda merasa tidak ingin melakukan apapun setelah melakukan video conference?
  12. Apakah Anda merasa terlalu lelah untuk melakukan hal lain setelah melakukan video conference?
  13. Apakah Anda merasa terkuras secara emosional setelah melakukan video conference?
  14. Apakah Anda merasa mudah marah setelah melakukan video conference?
  15. Apakah Anda merasa murung setelah melakukan video conference?

Sumber: Skala Zoom Fatigue/Fauville et.al, 2021.
Sumber: Skala Zoom Fatigue/Fauville et.al, 2021.

Pertanyaan di atas merupakan adaptasi dari pertanyaan skala Zoom Fatigue (Fauville et al., 2021). Jika Anda banyak menjawab “Ya”, mungkin Anda mengalami zoom fatigue. Lalu bagaimana cara mencegah zoom fatigue?

Mencegah Zoom Fatigue

Menurut (Ramachandran, 2021) dalam website berita Universitas Stanford, terdapat 4 solusi dari zoom fatigue yaitu sebagai berikut:

  1. Mengeluarkan platform konferensi video dari opsi layar penuh dan mengurangi ukuran jendelanya
  2. Direkomendasikan agar platform mengubah praktik default mengirimkan video ke diri sendiri dan orang lain, ketika itu hanya perlu dikirim ke orang lain
  3. Direkomendasikan agar orang lebih memikirkan ruangan tempat mereka melakukan konferensi video, di mana kamera diposisikan
  4. Selama rapat yang panjang, beri diri Anda istirahat dengan mematikan kamera anda dan hanya mendengarkan melalui audio sembari meregangkan tubuh Anda

Anjuran di atas dapat Anda lakukan agar tetap produktif dan sehat.
Salam sehat bagi kita semua!

Referensi

Amponsah, S., Van Wyk, M. M., & Kolugu, M. K. (2021). Academic experiences of “zoom-Fatigue” as a virtual streaming phenomenon during the COVID-19 Pandemic. International Journal of Web-Based Learning and Teaching Technologies, 17(6). https://doi.org/10.4018/IJWLTT.287555

Fauville, G., Luo, M., Queiroz, A. C. M., Bailenson, J. N., & Hancock, J. (2021). Zoom Exhaustion & Fatigue Scale. Computers in Human Behavior Reports, 4(July), 100119. https://doi.org/10.1016/j.chbr.2021.100119

Peper, E., Wilson, V., Martin, M., Rosegard, E., & Harvey, R. (2021). Avoid zoom fatigue, be present and learn. NeuroRegulation, 8(1), 47–56. https://doi.org/10.15540/NR.8.1.47

Ramachandran, V. (2021). Stanford researchers identify four causes for ‘Zoom fatigue’ and their simple fixes. Stanford University Communications. https://news.stanford.edu/2021/02/23/four-causes-zoom-fatigue-solutions/

Zaini, M., & Supriyadi. (2021). ZOOM IN FATIGUE PADA MAHASISWA KEPERAWATAN SELAMA PERIODE. Jurnal Ilmu Kesehatan, 5(1), 64–70.

Disusun oleh: 

Ananda Haman, Agit Christy, Rheisya Ghinaa

Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun