Mohon tunggu...
Ananda Wigneswara
Ananda Wigneswara Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Pegawai di Direktorat Jenderal Pajak

Menulis untuk mengingat

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Penyederhanaan Kepatuhan Perpajakan: Menilik Lebih Dekat Implementasi PP-58/2023 tentang Pemotongan PPh Pasal 21 di Indonesia

20 Maret 2024   19:59 Diperbarui: 20 Maret 2024   21:27 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: ilustrasi pribadi

Biaya kepatuhan pajak adalah biaya yang dikeluarkan wajib pajak untuk memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh undang-undang dan otoritas perpajakan. Biaya tersebut meliputi biaya moneter, biaya psikologis, serta biaya waktu. Besaran biaya ini memiliki korelasi positif dengan tingkat kepatuhan wajib pajak (Juliardi, 2023). Oleh karenanya, pemerintah selalu mengupayakan penyederhanaan regulasi dan perbaikan sistem perpajakan.

Baru-baru ini, Pemerintah Republik Indonesia menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2023 tentang Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi. Melaluinya, pemerintah memperkenalkan tabel Tarif Efektif Rata-Rata (TER) untuk keperluan perhitungan PPh Pasal 21 bulanan bagi pegawai tetap dan pegawai tidak tetap.

Pada siaran persnya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyatakan tujuan penerbitan PP tersebut adalah memberi kemudahan dalam penghitungan pajak terutang. "Dengan PP ini, penghitungan pajak terutang cukup dilakukan dengan cara mengalikan penghasilan bruto dengan tarif efektif," ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti (Jumat, 29/12).

Implementasi Tabel TER 

PP-58/2023 memperkenalkan dua jenis tabel: 1. Tabel TER bulanan dan 2. Tabel TER harian. Tabel TER bulanan diperuntukkan bagi pegawai tetap dan pegawai tidak tetap yang menerima penghasilan secara bulanan. Berdasarkan nilai Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) nya, tabel tersebut dibagi menjadi 3 kategori: 1. Kategori A bagi karyawan dengan PTKP s.d. Rp58.500.000, 2. Kategori B bagi karyawan dengan PTKP Rp63.000.000 s.d. Rp67.500.000, dan 3. Kategori C bagi karyawan dengan PTKP Rp72.000.000. Tiap kategori terdiri dari puluhan rentang penghasilan bruto dan tarif pajaknya. Berikut adalah ilustrasi penggunaan Tabel TER bulanan.

Tn. X adalah pegawai tetap dengan status PTKP TK/0 (tidak kawin tanpa tanggungan). Sesuai undang-undang, nilai PTKP TK/0 adalah Rp54.000.000. Oleh karena itu, perhitungan PPh Pasal 21 bulanan Tn. X merujuk ke Tabel TER bulanan kategori A. Jika penghasilan bruto yang diperoleh Tn. X pada suatu bulan adalah Rp8.000.000, maka akan dikenai PPh Pasal 21 senilai Rp120.000 (tarif 1,5%). Jika penghasilan bruto yang ia peroleh pada bulan berikutnya adalah Rp12.000.000, maka akan dikenai PPh Pasal 21 senilai Rp480.000 (tarif 4%). Begitu seterusnya hingga bulan November tahun berjalan atau bulan sebelum ybs. berhenti bekerja.

Sementara itu, Tabel TER harian diperuntukkan bagi pegawai tidak tetap dengan rata-rata gaji harian hingga Rp2.500.000. Tabel tersebut meliputi dua tarif: 1. Tarif 0% untuk gaji harian sebesar Rp0 s.d. Rp450.000 dan 2. Tarif 0,5% untuk gaji harian > Rp450.000 s.d. Rp2.500.000. Berikut adalah ilustrasi penggunaan Tabel TER harian.

Tn. Y adalah pegawai tidak tetap. Sesuai kondisi tersebut, Tn. Y wajib merujuk ke Tabel D. Jika penghasilan harian yang diperoleh Tn. Y adalah Rp1.100.000, maka akan dikenai PPh Pasal 21 senilai Rp5.500 (tarif 0,5%).

Untuk membantu perhitungan pajak, DJP telah menyediakan layanan Kalkulator Pajak pada laman pajak.go.id. Wajib pajak hanya perlu mengklik Kalkulator Pajak, pilih jenis pajak PPh Pasal 21, lalu melengkapi kolom jenis pemotongan, kode objek pajak, dan kolom pertanyaan lanjutan lainnya.

Dampak

Sebelumnya, perhitungan PPh Pasal 21 diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016. Pada aturan tersebut, ada banyak kondisi perhitungan yang perlu bendahara gaji perhatikan. Jika seorang pegawai memperoleh bonus, lalu memperoleh kenaikan gaji dan rapel, lalu mutasi unit kerja; bendahara setidaknya butuh 3x menghitung ulang dengan metode penyetahunan. Perhitungan akan semakin rumit seiring banyaknya jumlah pegawai.  

Pada PP-58/2023, bendahara gaji hanya perlu mencocokkan total penghasilan bruto bulanan pegawai dengan tabel TER. Hal tersebut dilakukan sepanjang tahun berjalan. Bendahara cukup melakukan 1x rekalkulasi pada bulan Desember atau bulan pegawai tersebut berhenti bekerja.

PP-58/2023 tidak mengubah metode rekalkulasi PPh Pasal 21. Akibatnya, total PPh Pasal 21 terutang setahun seharusnya juga tidak berubah. Salah hitung yang terjadi selama menggunakan ketentuan PER-16/2016 mungkin membuat pajak terutang terkesan lebih besar pasca implementasi Tabel TER. Terlepas dari itu, tabel ini tetap wajib digunakan bagi seluruh pegawai termasuk PNS, TNI, POLRI, pejabat negara, dan pensiunannya sejak 1 Januari 2024.

Implementasi di Jurisdiksi Lain

Indonesia bukanlah pionir tabel tarif efektif atas pajak penghasilan imbalan kerja. Pemerintah Federal Australia (1999) dan Amerika Serikat telah lebih dahulu menerapkannya.

Pemerintah Federal Australia menetapkan tabel tarif pajak efektif atas pembayaran upah secara mingguan, dua mingguan, bulanan, dan harian/pekerja lepas. Pada setiap tabel (kecuali harian/pekerja lepas), terdapat tarif efektif bagi pengguna/non PTKP. PTKP berlaku bagi setiap wajib pajak residen dengan nominal yang sama rata (tanpa mempertimbangkan status pernikahan dan/atau jumlah tanggungan).

Terdapat tabel khusus atas pembayaran imbalan kepada wajib pajak tertentu seperti lansia dan veteran, aktor dan penghibur lainnya, pekerja perkebunan dan peternakan domba, serta pegawai dengan visa bekerja dan berlibur. Selain itu, terdapat tabel khusus untuk pembayaran spesifik seperti pembayaran anuitas, pembayaran komisi, bonus, dan back payment, pembayaran cuti tidak terpakai sehubungan PHK, dan pembayaran pesangon.

Sementara itu, Pemerintah Federal Amerika Serikat menetapkan tabel tarif pajak efektif atas pembayaran upah secara mingguan, dua mingguan, setengah bulanan, bulanan, dan harian. Untuk setiap jenis pembayaran upah, terdapat dua versi tabel: 1. Tabel Metode Braket Upah serta 2. Tabel Metode Persentase. Perbedaan keduanya ada pada batas rentang gaji dan jumlah tanggungan yang dapat diakomodir oleh tabel serta terpenuhi/tidaknya kewajiban penyampaian formulir W-4 oleh pegawai kepada pemberi kerja. Setiap tabel memiliki tarif bagi pengguna/non PTKP. PTKP berlaku bagi setiap wajib pajak residen dengan besaran yang proporsional terhadap status pernikahan dan jumlah tanggungan.

Adapun tabel khusus berlaku atas pembayaran distribusi laba permainan Indian kepada anggota suku. Selain itu, terdapat tarif khusus atas pembayaran seluruh jenis penghasilan yang bersifat tidak teratur.

Simpulan 

Melalui PP-58/2023, pemerintah memperkenalkan metode perhitungan PPh Pasal 21 bulanan dengan tabel tarif efektif. Metode tersebut bertujuan untuk mempermudah pemberi kerja dalam melaksanakan kewajibannya sebagai pemotong pajak. Harapannya, kebijakan ini dapat meminimalkan biaya kepatuhan bagi wajib pajak. Metode serupa juga telah diterapkan di jurisdiksi-jurisdiksi lain seperti Australia dan Amerika Serikat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun