Menurut prespektif Keadilan Bermartabat, suatu sistem tidak mengijinkan terjadinya konflik didalamnya. Sehingga dalam filsafat Keadilan Bermartabat tidak ada antinomie. Tidak ada pertentangan antara keadilan dan kemanfaatan. Begitupula tidak pertentangan antara kemanfaatan dan kepastian hukum. Keadilan, kepastian, dan kemanfaatan sebagai tujuan hukum adalah satu kesatuan keseimbangan.Â
Setiap kali hukum dibicarakan maka otomatis di dalamnya terkandung makna keadilan, sekaligus ada kepastian dan semua hukum yang bermanfaat. Berikut penulis akan jelaskan bagaimana cara revitalisasai nilai kemanusiaan dalam etika penegakan hukum sehingga mencapai keadilan hukum bermartabat.
1. Evaluasi Pelaksanaan Nilai Kemanusiaan Kode Etik Penegak Hukum
Kode etik profesi dibutuhkan sebagai sarana kontrol sosial, Â pencegah campur tangan pihak lain, pencegah kesalahpahaman dan konflik. Fungsi lain merupakan kriteria prinsip profesional yang telah digariskan, sehingga dapat diketahui dengan pasti kewajiban profesional anggota lama, baru, ataupun calon anggota kelompok profesi; dapat mencegah kemungkinan terjadi konflik kepentingan antara sesama anggota kelompok profesi, atau antara anggota kelompok profesi dan masyarakat.[3]Â
Norma kemanusiaan menuntut agar dalam penegakan hukum manusia senantiasa diperlakukan sebagai manusia yang memiliki keluhuran pribadi. Martabat manusia yang terkandung di dalam hak-hak manusia menjadi prinsip dasar hukum, yaitu dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Faktor struktur hukum ini mempunyai peran yang sangat penting, karena orang sering berpikiran bahwa meskipun substansi hukumnya tidak sempurna, akan tetapi apabila struktur hukum atau aparat penegak hukum jujur, adil, dan mempunyai integritas yang tinggi, maka hukum yang berperikemanusiaan dan berkeadilan tetap dapat ditegakkan.
2. Â Sosialisasi Masyarakat Pentingnya Nilai Kemanusiaan
Kejadian tragis seperti ini juga pernah menimpa seorang pria bernama Zoya pada 1 Agustus 2017. Saat itu korban tewas dibakar massa karena dituding mencuri alat pengeras suara (amplifier) sebuah musala di sebuah desa di Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi.[4]
Diakui atau tidak, kemunculan perilaku seperti ini tak lepas dari makin menurunnya rasa percaya masyarakat terhadap hukum di negeri ini. Hukum yang sering menunjukkan anomali misalnya tumpul ke atas, namun tajam ke bawah, tidak ada perlakuan yang sama di depan hukum, sudah menjadi pengetahuan kolektif sehingga itu memunculkan lapisan-lapisan ketidakpuasan di masyarakat. kibat itu, setiap memiliki kesempatan, mereka mencoba menegakkan hukum dengan cara mereka sendiri. Fakta ini hakitkatnya menjadi peringatan bagi pemerintah, terutama para aparat penegakan hukum agar selalu menjadikan hukum sebagai panglima.Â
Nilai kemanusiaan seakan telah hilang begitu saja pada tiap diri di dalam masyarakat. Pemerintah dan Para sendi penegak hukum perlu untuk melakukan sosialisasi masyarakat secara intens, karena hal-hal seperti ini merupakan sebuah citra yang buruk dan melukai nilai-nilai kemanusiaan yang harusnya dimiliki pada jiwa murni manusia.
3. Â Mereka yang dihukum berhak dimanusiakan
Maksud dari poin ini adalah tiap manusia mungkin bisa dikatakan pernah khilaf, pernah melakukan kesalahan dan pada akhirnya Tuhan memberikannya teguran dengan di hukum. Penegak hukum memiliki tugas hanya sebagai alat yang menegakkan hukum. Ketika hukum telah di tegakkan mereka pada pelaku juga perlu untuk dimanusiakan. Sebagai contoh pada narapidana yang telah dihukum perlu untuk diberikan bimbingan karena mereka merupakan warga negara Indonesia yang perlu diberikan edukasi sebelum waktunya kembali ke masyarakat.Â