[caption id="" align="aligncenter" width="333" caption="image : hizbut-tahrir.or.id"][/caption]
Anta syamsun anta badrun
Anta nurun fawqa nuri
(Engkaulah matahari, engkaulah purnama.Engkau cahaya di atas cahaya)...
Nasabun tahsibul 'ulâ bihulâhu
qalladathâ nujûmahal jawza-u
(Inilah rangkaian nasab yang dengan menyunting namanya menjadi tinggi, laksana gemerlap bintang Aries di antara bintangbintang yang mengelilingi).
Habbadzâ 'iqdu sûdadiw wa fakhâri
anta fîhil yatimatul 'ashma-u
(Indah nian untaian yang sangat mulia dan membanggakan itu, dan engkau tak ubahnya liontin berkilau di dalamnya)
Alunan syair-syair indah tentang sejarah dan kemuliaan Muhammad saw berkumandang di berbagai musolla, pondok, mesjid, institusi pendidikan, dan majelis taklim selama 12 (dua belas) hari sejak tanggal 24 Januari hingga puncaknya tanggal 4 Februari 2012, atau tepat hari lahir Nabi Muhammad saw tanggal 12 Rabiul Awal.
Masyarakat muslim di Indonesia umumnya menyambut Maulid Nabi dengan mengadakan perayaan-perayaan keagamaan seperti pembacaan shalawat nabi, pembacaan syair Barzanji dan pengajian. Menurut penanggalan Jawa bulan Rabiul Awal disebut bulan Mulud, dan acara Muludan juga dirayakan dengan perayaan dan permainan gamelan Sekaten
Tradisi memuliakan kelahiran Nabi dan Rasul Akhir zaman ini sering disebut dengan istilah Perayaan Maulid atau Muludan. Muludan lazimnya dilaksanakan usai shalat maghrib atau isya’. Bahkan di sebagian daerah dilaksanakan usai shalat Dhuhur atau Ashar.
Dengan tradisi ini menjadikan tempat-tempat ibadah semarak dari hari-hari biasa dan mampu menjadikannya sebagai wahana silaturrahim dan interaksi sesama warga menjadi lebih intens, di mana karena kesibukan aktivitas rutin warga di lingkungan tempat ibadah, hanya bisa hadir pada saat berjamaah sholat fardhu saja.
Menggunakan sistem bergantian dalam memimpin alun syair Barzanji, membuat remaja berlomba mencipkan irama yang paling indah dan variatif, layaknya komposer musik.
Kesemarakan Muludan tambah terasa apabila anak-anak juga turut serta untuk sekedar menunggu dibagikan jajan setelah acara selesai. Dengan cara begini orang tua berkesempatan mendidik mengenalkan tempat dan cara praktik beribadah sekaligus menunjukkan pentingnya bersosialisasi dengan warga lain.
Perayaan Maulid Nabi diperkirakan pertama kali diperkenalkan oleh Abu Said al-Qakburi, seorang gubernur Irbil, di Irak pada masa pemerintahan Sultan Salahuddin Al-Ayyubi (1138-1193). Adapula yang berpendapat bahwa idenya justru berasal dari Sultan Salahuddin sendiri. Peringatan Maulid, sebenarnya hanya berperan menghidupkan kembali atau merevitalisasi Maulid yang pernah ada pada masa Dinasti Fatimiyah Tujuannya adalah untuk membangkitkan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW, serta meningkatkan semangat juang kaum muslimin saat itu, yang sedang terlibat dalam Perang Salib melawan pasukan Kristen Eropa dalam upaya memperebutkan kota Yerusalem dan sekitarnya.
Dari kalangan Sunni, pertama kali diselenggarakan di Suriah oleh Nuruddin pada abad XI. Pada abad itu juga Maulid digelar di Mosul Irak, Mekkah dan seluruh penjuru Islam. Kendati demikian, tidak sedikit pula yang menolak memperingati karena dinilai bid’ah (mengada-ada dalam beribadah).
Adapun historisitas Barzanji berawal dari lomba menulis riwayat dan puji-pujian kepada Nabi yang diselenggarakan Shalahuddin pada 580 H/1184 M. Dalam kompetisi itu, karya indah Syekh Ja`far al-Barzanji tampil sebagai yang terbaik. Sejak itulah Kitab Al-Barzanji mulai disosialisasikan.
Di Indonesia, tradisi Muludan, Barzanji, atau Berjanjen bukan hal baru, terlebih di kalangan Nahdliyyin (sebutan untuk warga NU). Berjanjen tidak hanya dilakukan pada peringatan Maulid Nabi, namun kerap diselenggarakan pula pada tiap malam Jumat, pada upacara kelahiran, akikah dan potong rambut, pernikahan, syukuran, dan upacara lainnya. Bahkan, pada sebagian besar pesantren, Berjanjen telah menjadi kurikulum wajib.
Selain al-Barzanji, terdapat pula kitab-kitab sejenis yang juga bertutur tentang kehidupan dan kepribadian Nabi. Misalnya, kitab Shimthu al-Durar karya al-Habib Ali bin Muhammad bin Husain al-Habsyi. Ada pula al-Burdah karya al-Bushiri dan al-Diba’ karya Abdurrahman al-Diba’iy. Namun, yang masyhur di masyarakat adalah al-Barzanji dan al-Diba’
Anta syamsun anta badrun
Anta nurun fawqa nuri
(Engkaulah matahari, engkaulah purnama.Engkau cahaya di atas cahaya)...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H