SERULING sepi yang tak lagi terdengar lirih
rintih bahasa jiwa dari kesendirian waktu
terkulai tak berdaya pada pangkuan peri kecil
seperti bayi yang tertidur pulas ditimang kasih
bermimpi dan mencari keindahan tak bersuara
berdansa dalam ruang sunyi tak terjamah raga
Duhai sang penakluk cahaya mata dan kalbu
betapa pesonamu abadi dalam rindu dan cintaku
kaulah bintang terang diantara gemerlap lainnya
betapa aku tak bisa hapus kemuliaan namamu
pesona rupawanmu makin membius dalam damba
kaulah permata hati yang takkan pernah terganti
Apakah kau dengar bisik lirih suara sukmaku
memahat kasidah liris suara pilu perasaanku
dari palung terdalam yang tak tuntas tertuang?
Sekarang duduklah di sini bersama rinduku
dekaplah segala luap rasaku yang menggebu
agar ia tak bergolak bagai ombak menerjang
redam rasaku dengan sentuh lembut kasihmu
biarkan mimpiku tertidur dalam pengkuanmu
sebab inilah permintaan terdalam lubuk hatiku
yang dicekam akut kepedihan atas perpisahan
Sungguh bila itu terjadi, tak bisa kubayangkan
bagaimana jiwaku menahan segala rasa
yang lahir dan menghujam diri ini tiap waktu
Yogyakarta, 17 Juli 2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H