Mohon tunggu...
Anam Melisfoba
Anam Melisfoba Mohon Tunggu... -

Bising di keramaian kota, pergilah kesuatu tempat dimana kamu bisa menemukan keheningan untuk senantiasa mendekatkan diri pada Tuhan YME.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Come Practice Pancasila in Earnest

14 September 2012   08:04 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:28 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semua orang di negeri ini tentu mengetahui Pancasila. Mendengar Pancasila, kita mengingat sejarah tentang kehidupan Indonesia sebelum merdeka. Tokoh-tokoh utama dalam kemerdekaan Indonesia seperti Bung Karno, Ki Ajar Dewantara, Bung Hatta, Bung Tomo,dll tentu kita mengetahuinya. Dan kita pun harus benar-benar tahu bahwasanya perjuangan-perjuangan yang mereka lakukan itu tidak digaji, tidak dibayar, dan tidak disponsori. Bahkan, perjuangan mereka-mereka pun sempat tidak dipercaya oleh banyak masyarakat. Dengan anggapan tidaklah mungkin kita yang tak mempunyai senjata mampu melawan penjajah yang bersenjata lengkap dan mempunyai jaringan Internasional. Namun, Bung Karno,dkk tetap semangat membawa Pancasila demi kemerdekaan Republik Indonesia. Kenapa harus Pancasila yang dirumuskan untuk dasar kekuatan Indonesia? Dan, apakah Pancasila hanya buah pikir saja? Jawabannya berada pada nurani kita masing-masing.

Singkat cerita,dengan berbagai upaya para pejuang kemerdekaan akhirnya bisa mewujudkan kemerdekaan Indonesia.  Namun, sekian tahun kemudian hingga tertuju di usia kemerdekaan yang ke-67 ini, bangsa Indonesia hanya bisa bilang Pancasila telah memudar, Pancasila telah hilang, dll. Kalau kita tanyakan lagi, kenapa nilai-nilai Pancasila bisa pudar? Kenapa generasi sekarang kebanyakan tak bermoral Pancasila? Kenapa keadaan sekarang yang katanya sudah merdeka tetapi semakin hari semakin menjerit hati rakyat-rakyatnya? Kenapa nilai-nilai guyub rukun dan gotong royong tak terlihat jelas seperti dulu?

Bukan sekedar bicara, bukan sekedar seminar, bukan sekedar ceramah, bukan sekedar berorasi, tapi yang paling utama adalah tindak lanjut kita setelah bicara itu. Sekarang hampir semuanya telah mendustai hati nuraninya. Banyak yang bicara Bhineka Tunggal Ika tetapi ternyata lebih mementingkan pribadinya, keluarganya dan bahkan golongannya. Banyak yang beranggapan bahwa golongannya-lah yang paling benar dan yang lainnya adalah sesat. Padahal Tuhan adalah Tuhannya semua umat, dan semua makhluk. Dan sekarang hal demikian sudahlah sangat banyak, dimana nilai Bhineka Tunggal Ika-nya?

Era sekarang dengan era 70-an tentu sangatlah berbeda. Tetapi kenapa lebih tenang era 70-80'an daripada sekarang? Padahal pada era 70-80'an, ceramah-ceramah tak seramai sekarang. Tapi kenapa sekarang yang berceramah sangat ramai dan pergaulan bebas pun tambah banyak? Memang tidak ada yang harus disalahkan, namun setidaknya kita bisa instrospeksi diri kita atas apa yang telah kita bicarakan, yang kita pakai, dan nilai-nilai tindakan kita. Mereka-mereka yang berorasi, ceramah, maupun bicara tentang kemanusiaan, amal sedekah, dll justru dirinya tidak seperti apa yang dibicarakan. Karena, dia pun bergaya hidup mewah. Mobilnya yang berharga mahal, rumahnya megah, bahkan pakain yang dipakainya pun mempunyai harga yang bisa untuk membeli pakaian rakyat biasa jumlah banyak. Anggapan kebanyakan orang mungkin sudah cukup gugur kewajibannya dengan amal di rumah-rumah ibadah, ataupun dengan ketentuan-ketentuan lainnya. Padahal? Masih sangat banyak yang membutuhkan uluran tangan kita daripada untuk menumpuk harta kita.

Kalau kita pikir, ternyata nilai-nilai Pancasila telah terhapus oleh harta dan ke-egoan masing-masing individu maupun golongan. Dahulu, berbuat untuk kemanusiaan tidak dinilai dengan uang, tetapi sekarang? Ingin meminta bantuan ke orang lain pun kita harus mempunyai uang. Semakin uang ini menguasai roda kehidupan, semakin hancur moral bangsa ini dan semakin hilang nilai-nilai luhur Pancasila.  Tak munafik, kehidupan sekarang memang butuh uang, tapi seyogyanya jangan menggunakan uang dalam perbuatan kemanusiaan. Dan jangan berorientasi pada uang apabila kita ingin negeri ini tak terpuruk seperti sekarang. Nyatanya, Nabi Muhammad SAW dalam dakwahnya ia tidak mendapat gaji tapi tetap berjalan untuk mengabarkan kebenaran. Begitu pula pembawa ajaran kebenaran yang lainnya. Tidak ada sejarah yang mencatat bahwa pahlawan/ pejuang bangsa kita,  Bung Karno dan pejuang lainnya meperjuangkan kemerdekaan RI dengan mengharap gaji/bayaran. Dan begitu juga dengan para pembawa sebuah ajaran menyebarkan/mengabarkan ajarannya dengan mengharap bayaran sebagai alasan pengganti transportasi dan atau tenaganya. Karena upah mereka-mereka cukuplah dari Tuhan semesta alam. Dan setidaknya kita harus berprinsip, demi Pancasila dan demi kemerdekaan sejati Republik Indonesia, uang dan anggaran bukanlah suatu alasan untuk kita melakukan tindakan sosial, tindakan kemanusiaan, berbuat kebajikan, maupun upaya untuk mensejahterakan bangsa Indonesia ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun