Mohon tunggu...
Ana Masruroh
Ana Masruroh Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Nama yang Tertulis

30 Agustus 2017   08:08 Diperbarui: 30 Agustus 2017   08:17 748
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai masyarakat, apa yang akan kita fikirkan jika mendengar UUD1945? Sebuah dasar aturan, landasan untuk menjalankan negara dan masih banyak lagi definisi dari konstitusi. UUD 1945 sendiri sudah kita kenal sejak kita masih duduk di bangku sekolah dasar. Setiap hari senin saat upacara selalu diucapkan lantang oleh petugas upacara. Sebagai peserta upacara kita hanya diam mendengarkan dengan khidmat. Berbeda dengan Pancasila yang harus kita ucapkan setelah petugas upacara berkoar koar di depan microfon. Entah sudah berapa kali kita mendengar pembukaan itu setiap kita melaksanakan upacara bendera hari senin. 

 Dua belas tahun kita menempuh pendidikan sekolah dasar. Artinya, dua belas tahun kita mendengar pembukaan UUD 1945 setiap mengikuti upacara hari senin di sekolah. Apa tujuan di bacakan pembukaan UUD1945 ini? Pembukaan UUD 1945 ini dibaca setiap hari senin pagi saat upacara bendera dengan tujuan untuk mempertegas bahwa Indonesia telah merdeka sejak 1945.  Dibuktikan pada paragraf pertama, kedua dan ketiga. 

Dengan pembacaan itu, maka tidak ada kata penjajahan secara fisik di Indonesia.  UUD 1945 hanya terdiri dari empat paragraf. Tentulah bukan apa-apa jika dibandingkan dengan pelajaran dan rumus yang mesti dihafal saat sekolah. Otak kita tanpa disuruh mulai menyerap kalimat UUD 1945 dan menghafalnya walau tidak lancar. Disadari atau tidak, keganjilan akan kita temui di paragraf ke-tiga Pembukaan UUD 1945 ini. 

'Atas berkat rahmat Allah yang maha kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan berkebangsaan yang bebas...' 

Masyarakat Indonesia memang masyarakat yang beragama. Tapi, tidak semua beragama Islam. Allah adalah sebutan untuk Tuhan beragama Islam dan Kristen. Sedangkan, agama lain menyebut Tuhan dengan versi lain. Seperti Dewa, Yaweh, Tuhan Bapa, Tuhan Ibu dan lain sebagainya.  Indonesia adalah negara Bhinneka Tunggal Ika. Berbeda tetapi tetap satu jua. Kita lihat sejarah pembuatan Pancasila. 

Dalam sila pertama tertulis 'Ketuhanan yang Maha Esa'. Sebelumnya sila pertama berbunyi 'Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya'. Untuk empat sila selanjtunya tidak ada revisi, namun sila pertama terdapat revisi. Karena tidak semua masyarakat Indonesia beragama Islam maka sila pertama dirubah menjadi 'Ketuhanan Yang Maha Esa'. 

 Mengapa hal ini tidak diterapkan dalam UUD 1945? Banyak nitizen yang berpendapat 'karena anggota parlemen pada zaman itu beragama Islam, jadi wajar jika menggunakan nama Allah dalam UUD 1945' atau pendapat bahwa 'karena UUD dibuat berdasarkan hukum Islam'. Tidak ada yang tahu pasti alasan para orang terdahulu menggunakan penyebutan nama Allah yang notabene sebutan Tuhan bagi orang islam.

 Ini tentulah bukan perkara yang rumit. Bukan juga perkara yang serius. Tidak ada protes atau unjukk dari masyarakat non-muslim yang mengaku keberatan atas penyebutan nama Allah dalam UUD 1945. Karena memang, inti dari UUD 1945 sudah tertancap dalam hati masyarakat Indonesia sejak puluhan tahun silam saat kemerdekaan dikumandangkan. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun