Hereditas adalah totalitas karakteristik yang diwariskan dari orang tua kepada anak melalui gen. Secara sederhana, hereditas dapat diartikan sebagai pemindahan sifat dari generasi ke generasi melalui proses reproduksi. Definisi Lingkungan mencakup berbagai kondisi, situasi, dan interaksi sosial yang mempengaruhi perkembangan individu. Berdasarkan pandangan hereditas, gen yang berasal dari karakteristik bawaan yang diwariskan (genotip) oleh orang tua dapat mempengaruhi karakteristik seorang individu. Gen tersebut kemudian akan terlihat sebagai karakteristik tertentu yang dapat diobservasi (fenotip).
Dalam penelitian Sholihah & Niam (2019) menyatakan bahwa faktor hereditas dan lingkungan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi perbedaan individu. Faktor hereditas dan lingkungan bersama-sama mempengaruhi proses pembentukan kepribadian manusia dengan izin Allah Swt. Sedangkan proses pembelajaran dapat dinilai sebagai proses kunci dalam Pembentukan kepribadian manusia dengan mempertimbangkan berbagai perspektif dalam menjalankan aktivitas pembelajaran. Dua faktor tersebut (hereditas & lingkungan) berpengaruh dalam proses pertumbuhan dan perkembangan seorang peserta didik.
Adapun pembagian dalam pengaruh hereditas, yaitu Perkembangan Fisik, Perkembangan Kognitif dan Perkembangan Emosional. Selain itu, ada juga pembagian dalam pengaruh lingkungan, yaitu Lingkungan Fisik, Lingkungan Sosial dan Pendidikan dan Pengasuhan. Perkembangan individu adalah hasil interaksi kompleks antara hereditas dan lingkungan. Keduanya saling mempengaruhi potensi bawaan dapat dimaksimalkan atau terhambat oleh kondisi lingkungan. Oleh karena itu, pemahaman tentang kedua faktor ini sangat penting dalam psikologi perkembangan untuk mendukung pertumbuhan optimal individu.
Istilah perkembangan sangat jarang ditemukan dalam kamus sosiologi. Istilah yang biasa digunakan dalam bidang sosiologi adalah evolusi (evolution), kemajuan (progress) dan perubahan (change). Sedangkan perkembangan (development) sering dipakai dalam bidang pendidikan dan psikologi, sosiologi pendidikan adalah gabungan dua disiplin ilmu yang berbeda, kiranya sah-sah saja untuk menggunakan istilah perkembangan (development) yang mempunyai makna sama dengan istilah perubahan (change) dan evolusi (evolution).
Yang dimaksud dengan teori perkembangan sosial anak di sini adalah teori yang dipakai dalam bidang filsafat dan sosiologi tentang perkembangan manusia. Jika dalam psikologi pendidikan dibahastentang perkembangan manusia dari sisi psikologis, maka dalam sosiologi pendidikan dibahas tentang perkembangan manusia dilihat dari segi sosiologi. Pendidikan menjadi unsur paling penting untuk menciptakan sebuah perubahan, sehingga tidak terpisahkan dari pengalaman-pengalaman real dari usia bayi bahkan dari dalam kandungan ibu sampai masa tuanya, manusai selalu belajar untuk bisa membentuk diri.
Proses pembentukan diri juga tidak terpisahkan dari peran orang-orang di sekitar karena pada prinsipnya manusai adalah makluk social, selalu berinterkasi dengan manusia lain. Dalam konteks pendidikan, guru menjadi orang tua peserta didik untuk mendapat pengetahuan atau pendidikan dari sang pendidik atau guru. Guru peran sebagai pembimbing yang akan melatih, mengasah,mengajar, dan mendidik peserta didik mengembangkan pikir dan tingkah laku atau karakter.
Terdapat satu pokok pendapat aliran nativisme yang berpengaruh luas yakni bahwa dalam diri individu terdapat satu inti pribadi yang mendorong manusia untuk mewujudkan diri, mendorong manusia dalam menentukan pilihan dan kemauan sendiri, dan yang menempatkan manusia sebagai makhluk aktif yang mempunyai kemauan bebas. Pandangan-pandangan tersebut tampak antara lain adalah psikologi humanistik Carl R. Rogers, maupun pandangan phenomenology atau humanistik lainnya.
Nativisme dipelopori oleh Arthur Schopenheur (1788-1780) seorang filosof Jerman yang berpendapat bahwa "mendidik merupakan membiasakan seseorang menumbuhkan dan membesarkan serta mengembangkan potensi-potensi yang dibawa anak sejak lahir".
Inti ajarannya adalah bahwa perkembangan seseorang merupakan produk dari faktor pembawaan yang berupa bakat. Aliran ini disebut juga dengan aliran pesimistik, Karena pandangannya yang menyatakan bahwa orang yang berbakat tidak baik akan tetap tidak baik,sehingga tidak perlu dididik untuk menjadi baik. Namun demikian aliran ini berpendapat bahwa pendidikan yang diberikan tidak sesuai dengan pembawaan seseorang maka tidak akan ada gunanya.
Adapun Tujuan Teori Nativisme Yaitu, Menemukan bakat terpendam yang dimiliki, Mengasah kompetensi diri sehingga menjadi ahli dan Memotivasi tiap individu untuk menentukan sebuah pilihan. Nativisme berpendapat bahwa perkembangan dan pertumbuhan anak ditentukan oleh potensi sejak lahir dan lingkungan tidak mampu untuk merubahnya. Menurut teori nativisme ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia yaitu, Faktor Genetik, Faktor kemampuan Anak dan Faktor Pertumbuhan Anak.
Ada lima pembawaan yang diwariskan orang tua kepada anaknya daalm teori Navitisme yang di antaranya, Pewarisan yang bersifat jasmaniah seperti warna kulit,bentuk tubuh,dll, Pewarisan yang bersifat intelektual seperti kecerdasan dan kebodohan, Pewarisan yang bersifat tingkah laku, Pewarisan yang bersifat alamiah (internal), dan Pewarisan yang bersifat sosiologis (eksternal).
Menurut teori konvergensi bahwa seorang anak dilahirkan dengan sifat baik dan buruk. Menurutnya, pendidikan berpaut pada hereditas anak dan lingkungan sekitar, karena hereditas dan lingkungan itu seperti dua hal yang memiliki tujuan yang sama. Teori ini menggabungkan arti penting hereditas (pembawaan) dengan lingkungan sebagai faktor yang berpengaruh dalam perkembangan manusia. Faktor pembawaan tidak berarti apa-apa tanpa faktor pengalaman (lingkungan). Demikian pula sebaliknya, faktor pengalaman tanpa faktor pembawaan tidak akan mampu mengembangkan manusia yang sesuai dengan harapan.
Hereditas, atau pewarisan biologis karakteristik dari orang tua kepada anak, mencakup faktor-faktor fisik dan psikis yang diturunkan melalui gen. Karakteristik seperti warna kulit, tinggi badan, dan kecerdasan merupakan hasil dari faktor ini. Penelitian menunjukkan bahwa hereditas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan fisik dan mental anak, termasuk potensi intelektual yang lebih besar dibandingkan dengan faktor lingkungan.
Teori konvergensi menganggap setiap manusia sepanjang hidupnya selalu berada dalam perkembangan. Dimana dalam perkembangan tersebut didasarkan atas tujuan pendidikan yaitu manusia penerus hingga akhir hidupnya. Berdasarkan proses perkembangannya manusia itu selalu ditentukan oleh perpaduan pengaruh dari faktor pembawaan (kemampuan dasar) dan faktor lingkungan sekitar, baik yang disengaja (seperti pendidikan) maupun yang tidak disengaja seperti pergaulan dan lingkungan alam, sesuai dengan pandangan konvergensi.
Lingkungan mencakup semua kondisi fisik, sosial, dan budaya di sekitar anak yang dapat mempengaruhi tumbuh kembangnya. Lingkungan keluarga sangat krusial kasih sayang dan pendidikan yang baik dari orang tua dapat membantu anak berkembang dengan baik secara emosional dan sosial. Sebaliknya, lingkungan yang tidak mendukung---seperti kondisi keluarga yang berisiko tinggi dapat menghambat perkembangan anak. Kedua faktor ini berinteraksi secara kompleks. Misalnya, anak yang memiliki potensi tinggi akibat hereditas masih memerlukan lingkungan yang mendukung untuk mencapai potensi tersebut. Sebaliknya, lingkungan yang positif dapat membantu mengatasi beberapa kekurangan yang mungkin ada akibat faktor hereditas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H