Mohon tunggu...
Anak Zaman
Anak Zaman Mohon Tunggu... -

Aku lahir dari rahim sang waktu/ Ditempa oleh keadaan yang mengelilingku/ Marah kutelan/ Kuteguk api dendam/ Harapan kugenggam/ Sampai aku merasa lelah, sampai aku merasa bosan

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Wanita Racun Dunia

11 November 2010   14:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:41 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Pagi itu di koridor kampus Tunas Harapan Bangsa Bahagia Adil Sejahtera (puh. Nama kampusnya kok kayak semboyan negara) Jhonny berjalan penuh percaya diri. Tidak dihiraukan kesibukan mahasiswa lain di sekelilingnya. Berkali-kali senyumnya mengembang. Siapa pun yang melihat si Jhonny yang senyam-senyum sendiri pasti heran dibuatnya. Nah, biar tidak salah sangka dan atas dasar praduga tak bersalah mari kita dengar apa yang ada di hati si Jhonny, mahasiswa kita yang satu ini.
“Sebentar lagi aku diwisuda, mengantongi ijazah sarjanah. Artinya impianku untuk  menjadi eksekutif muda akan aku raih”. Begitu kata Jhonny di dalam hati. Tangannya mengusap rambut kepala dengan penuh gaya. Jelas-jelas gayanya itu ia jiplak dari adegan film di layar televisi.
Masih dengan senyum tengik menghiasi bibir, khayalan Jhonny pun berlanjut “Sebagai eksekutif muda dengan gaji jutaan, naik-turun mobil sedan, tentu akan banyak gadis yang berebut ingin aku ajak kencan hi..hi..”.
Jhonny masih berjalan dengan anggun ketika tiba-tiba dari dalam kelas yang baru saja ia lewati terdengar lolongan memanggil namanya. “Jhon….!”. teriak Linda.
Jhonny terperamjat. Secara replek ia menoleh keasal suara. Demi mengetahui siapa yang memanggil, Jhonny mempercepat langkah kakinya.
“Jhon, tunggu!”. Kembali terdengar teriakan Linda. Kembali Jhonny tak perduli, pura-pura tidak mendengar dan kembali mempercepat langkah kakinya.
Sial bagi Jhonny. Ibarat perburuan, lolongan pemangsa yang satu mengundang pemangsa yang lain. Dari dua kelas yang berbeda muncul Ayu dan Tanti. Singkat kata, singkat cerita, terjadilah kejar-kejaran antara Linda, Ayu dan Tanti sebagai pemburu dan Jhonny sebagai buruannya. Nasib Jhonny mirip copet yang sedang dikejar-kejar polisi. Pada sa’at itu, dengan penuh keluh-kesah Jhonny berkata di dalam hati “Oh Tuhan, aku tahu aku penuh pesona. Aku tahu suatu sa’at akan banyak gadis yang mengejarku. Tapi itu nanti kalau gajiku sudah jutaan, aku sudah naik-turun mobil sedan, bukan sekarang ini. Belum lagi aku jadi eksekutif muda”.
Tak ayal adegan kejar-kejaran itu menjadi tontonan gratis di pagi hari bagi para mahasiaswa kampus Tunas Harapan Bangsa Bahagia Adil Sejahtera.
Sementara itu, masih di kampus yang sama, Naila baru saja keluar dari perpustakaan. Tidak seperti hari–hari biasanya, hari ini perpustakaan nampak sepi. Ketika ia sedang membaca daftar buku baru di perpustakaan itu Naila melihat seorang pejantan lari pontang–panting menuju ke arah perpustakaan. Sedang di belakang si pejantan, tiga orang mahasiswi berusaha mengejarnya. Keempat orang lain itu tidak lain dan bukan mereka adalah Jhonny, Linda, Ayu dan Tanti. Naila benar–benar heran dibuatnya.
Tidak terlalu jauh dari tempat Naila berdiri, sekitar 15 meter, si pejantan menghentikan langkahnya. Nafasnya memburu. Kemeja yang ia kenakan basah oleh keringatnya sendiri. Badannya ia condongkan ke depan dengan kedua tangan bertopang pada lutut seperti orang yang sedang setengah ruku. Nampak jelas ia kelelahan.
Keadaan nampak tegang ketika para pemburu itu satu-persatu berdatangan mengepung sang calon korban. Celaka lagi Jhonny, sekarang tidak ada lagi celah baginya untuk meloloskan diri.
Naila masih terpaku ditempatnya. Masih dengan keheranan yang sama ketika Jhonny bangkit berdiri dan berkata “Aku tahu dunia semakin gila dan sebentar lagi kiamat akan tiba tapi aku tak menyangka kalian seagresif ini”.
Para pemburu itu saling bertukar pandang. Kemudian secara persamaan mereka menyalak kepada Jhonny “ Diam kau!”.
Dengan gaya bagai playboy cap kaki lima yang sedang diperebutkan kaum Hawa, Jhonny berucap “Aku harap kalian bisa bersikap lebih dewasa”. Ditutup dengan seringai tengik menyebalkan.
Di tempat ia berdiri, Naila semakin heran demi meliahat gaya Jhonny. Lebih heran lagi karena ia tidak tahu dari segi manakah para wanita itu memuja sang pria sampai mereka mau berkompetisi sedemikian rupa.
“Jhon…”. Kembali terdengar suara dari para pemburu.
“Oke-oke, tapi tolong satu-persatu”. Jawab Jhonny.
“Aku dulu!”. Serentak. Kembali terdengar kor dari para pemburu saling berebut menjadi yang pertama.
“Sekarang pun kalian tak mau saling mengalah”. Ucap Jhonny masih dengan gaya tengik playboy cap kaki lima.
Naila mengerutkan dahi. Tanpa kata tapi jelas kebingungan.
Bak seorang mediator dalam situasi rumit di meja perundingan Jhonny mengajukan saran “Begini saja. Lebih baik kalian bermusyawarah dulu. Nanti kalau sudah ada kata mufakat baru kalian cari aku, oke?”. Demikian sarannya. Tentu saja semua orang tahu saran itu dikemukakan agar ia dapat melarikan diri.
Benar saja. Baru saja Jhonny mau melangkahkan kaki, dengan sigap para pemburu itu menarik bajunya. “enak saja, tunggu disini!”. Hardik Linda. Matanya melotot.
“Tenang-tenang. Aku harap kalian mau sedikit bersabar. Aku cukup kuat kok melayani kalian bertiga. Tapi ya itu tadi tolong satu-persatu”. Balas Jhonny dengan kerlingan mata khas calo tiket mudik lebaran di terminal pulogadung.
Tak kalah dari Linda Ayu membentak “Tutup mulut besarmu!".
Naila jelas makin penasaran. Jampi pelet dari dukun mana yang digunakan oleh si hudung belang yang satu ini sampai dapat menaklukan hati tiga orang wanita sekaligus? Tanya Naila dalam hati.
“Pokoknya aku dulu karena aku sudah telat satu bulan”. Ucap Linda memberi alasan.
“Enak saja, aku dulu. Aku sudah telat dua bulan”. Aku Ayu.
Mata Naila melotot.
“Aku tiga bulan”. Sekarang Tanti yang memberi pengakuan.
“Apa!” Pekik Naila tanpa sadar.
Jhonny, Linda, Ayu dan Tanti menoleh keasal suara. Sekarang mereka baru sadar ada orang lain yang sedang memperhatikan mereka. Pada Naila Jhonny tersenyum dengan penuh kebanggaan. Lalu katanya “Hebat bukan?”.
“Tutup mulut besarmu!” bentak para pemburu pada Jhonny. “ ini tidak seperti yang kamu kira”. Pada Naila.
Sumpah mati Naila jadi salah tingka, malu, merasa bersalah, singkat kata, keadaan Naila seperti maling ayam ketahuan mencuri oleh warga sekelurahan. mati kutu. Dalam hati Naila mengutuki kebodohannya karena tidak bisa menjaga mulutnya sendiri. Ingin rasanya ia pergi dari tempatnya berdiri tapi jangankan untuk bergerak sekedar bernafaspun terasa berat. Kepalang basah, pikirnya. Akhirnya Naila hanya bisa berharap semoga mereka segera lupa akan kehadiran dirinya di tempat itu.
Entah karena do’a Naila yang terkabul atau karena sebab yang lain, yang pasti keempat orang itu kembali sibuk dengan urusan mereka yang sempat tertunda tadi.
“Ya sudah yang tiga bulan dulu”. Kata Jhonny pada Tanti. Tanti mengambil kertas dari dalam saku baju kemudian menyerahkannya kepada Jhonny. Jhonny mengambilnya, membaca kemudian menatap Tanti seakan tidak percaya.
“Iya. Dua buku satu  kamus. Total Rp. 180.000. cepat bayar!” Tanti menerangkan isi catatannya. Sekarang terang sudah pokok masalahnya bagi Naila, soal hutang-piutang!.
“Ayolah berbaik hatilah sedikit”. Rengek Jhonny memelas. Entah kemana gaya tengik yang tadi ia peragakan.
“Kurang baik bagaimana, Sudah tiga bulan Jhon…?”. Protes Tanti.
“Setengahnya dulu ya?”.
“No! Sekarang! Lunas!”.
Dengan enggan Jhonny mengambil dompet dari satu belakang celana jinsnya. Mengambil sejumlah uang yang diminta kemudian menyerahkan ke Tanti “Senang berbisnis denganmu” katanya.
“”Huh…!” dengus Tanti kemudian pergi.
“Sekarang yang….”. belum tamat kalimat Jhonny, Ayu langsung memotong “Dua bulan. Rp. 100.000”.
“Besok saja ya? Kamu kan tadi lihat sendiri baru saja aku dirampok dan lagi uang ini akan aku pakai untuk bayar wisuda”.
“Bukan urusanku” jawab Ayu ketus
Dengan Terpaksa Jhonny mengambil 2 lembar uang pecahan Rp. 50.000-an kemudian menyerahkannya ke Ayu “Ini” .
Cepat-cepat Ayu menyambar uang dari Jhonny dan secepat itu juga ia pergi.
“Sekarang giliranku Jhon…”. Linda mengingatkan
“Oh, masih ada tho?”. Jhonny pura-pura kaget.
“Cepat. Rp. 120.000”.
“He..he… hari ini kamu cantik deh”. Rayu Jhonny
“Terima kasih...” Jawab Linda dengan senyum dibuat-buat “Cepat bayar!”. Sambungnya dengan garang.
Kembali sejumlah uang dari dompet Jhonny berpindah tangan.
Setelah kepergian para pemburunya tinggal Jhonny meratapi diri dalam hati “Memang benar kata sebuah lagu, kalau wanita itu racun dunia. Lihatlah nasibku ini. Belum lagi aku menikmati gaji bulananku yang jutaan, belum lagi kurasakan enaknya naik-turun mobil sedan, belum lagi aku jadi eksekutif muda. Belum apa-apa aku bangkrut karena wanita”.
Mengingat soal wanita. Jhonny jadi ingat ada seorang wanita lagi yang berada tidak jauh dari dirinya. Ia pun menengok ke tempat Naila berdiri. Sungguh tindakan yang akan ia sesali karena disana Naila menghadiahinya sebuah senyuman yang penuh dengan ejekan. Lalu pada Jhonny Naila berkata “Hebat bukan”.

TAMAT

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun