Mohon tunggu...
Anaktopik
Anaktopik Mohon Tunggu... Lainnya - Selamat Datang di Permukaan Pemikiran Anaktopik

Sebuah sikap yang harus diambil.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kemenangan Sejati

20 Juli 2023   01:20 Diperbarui: 20 Juli 2023   01:32 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Akal dan fitrah adalah dua aspek yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Dua aspek tersebut dianugrahi oleh pencipta demi menghadirkan kesadaran dan kemerdekaan. 

Dorongan itu akan menghasilkan sebuah makhluk yang memiliki keinginan untuk maju dan berkembang. Untuk maju dan berkembang manusia tak bisa menghindarkan darinya proses pencarian. Proses pencarian takkan pernah selesai dalam kehidupan manusia di muka bumi, proses ini akan terus berubah sesuai dengan bertambahnya pengetahuan dan berkembangnya zaman.

Mari kerucutkan periode pencarian seorang manusia pada masa mencari jati diri, pada masa dimana seseorang bertanya-tanya "Setelah ini harus apa? Kemana? Siapa aku? Akan jadi apa aku?". Yang perlu digaris bawahi pertama-tama adalah setiap manusia memiliki masa yang berbeda ketika mengalami fase pencarian ini, bergantung pada latar belakang keluarga, lingkungan, maupun pendidikan.

Hari ini kita disuguhkan dengan kemudahan dalam memperoleh informasi, dengannya kita sering melihat bagaimana kehidupan orang lain di media sosial. Oleh banyak orang, media sosial dijadikan wadah untuk mencari validasi, maka dari itu umumnya apa yang dibagikan di dalamnya merupakan capaian-capaian yang telah diperoleh. 

Lebih dari itu, beredar rekaman orang-orang yang merasa telah sukses pada umur nya saat ini. Banyak beredar narasi-narasi keberhasilan dan kemenangan dalam hidup yang tak disangka-sangka pada masa mudanya. Akhirnya bagi sebagian orang melihat itu adalah sebuah motivasi dalam menggapai keberhasilan yang sama, atau bahkan lebih. Jika kita melihat lebih dalam akan timbul pertanyaan; apakah keberhasilan itu? Pada tahap apa seorang manusia telah dikatakan menang?

Bagi seorang muslim kita sering mendengar gaungan kemenangan "ayo raih kemenangan". Kemenangan seperti apa? Dalam sudut pandang islam, sudah jelas melalui firman Nya dan perilaku serta ucapan utusan Nya bahwa kehidupan manusia di dunia ini hanya tempat mengumpulkan amal, sementara, senda gurau, berisi tipu daya, sebentar, dan masih banyak lagi. Narasi yang menandakan bahwa setelah dunia ini kita akan hidup di dunia lain yang akan terasa jauh lebih lama, serius, dan penuh pertanggung jawaban.

Maka sesungguhnya kemenangan dan keberhasilan yang hakiki hanya dapat dilihat dari mata seorang yang beriman, bahwa hidup akan berlanjut di dunia yang lainnya. Karena tolak ukur kemenangan dan keberhasilan di dunia tidaklah jelas dan relatif. Maka kemenangan dan keberhasilan tidak dapat diraih pada dunia dimana kita hidup saat ini karena ini bukanlah akhir dari perjalanan kita. Karenanya kemenangan dan keberhasilan sejatinya takkan dapat digapai tanpa melalu kematian. Untuk melihat apa realita sesungguh nya dari kemenangan dan keberhasilan tak bisa dengan mata kepala, tapi hanya bisa diraih oleh cinta.

Lalu bagaimana kita dapat meraih kemenangan dan keberhasilan yang sesungguhnya?

Kembali pada tujuan utama Muhammad (salam atas nya dan keluarganya) adalah menyempurnakan akhlak (tanpa mengesampingkan aspek lain yaitu akidah dan syariat), kembali kepadanya adalah satu-satunya cara dalam meraih kemenangan dan keberhasilan yang sesungguhnya.

Russel sebagai bapak filsafat moralitas barat menggambarkan akhlak sebatas perbuatan baik yang didasari oleh timbal balik. Bahwa perbuatan kita akan memengaruhi perbuatan orang lain terhadap kita. Namun hal itu dibantah oleh Mutahhari, seorang filsuf islam. Mutahhari menjelaskan bahwa akhlak insani didasari oleh cinta sesama, yang akan menghasilkan perbuatan baik tanpa mengharap timbal balik, bahkan ketika kita mendapatkan perilaku buruk sekalipun. Ketika batas ego individualisme, ego kekeluargaan, maupun ego kebangsaan dilawan dengan perluasan diri sehingga kepribadian manusia dapat bersatu dengan kepribadian seluruh alam, yang kemudian menghasilkan kepribadian yang lembut dan penuh cinta kepada seluruh alam pula.

Kemenangan dan keberhasilan kita pada akhirnya akan berujung pada seberapa kita bermanfaaat di dunia semasa kita hidup. Berapa banyak manusia rentan yang kita pedulikan dan santuni, sebesar apa kita dalam memerjuangkan keadilan, dan sebesar apa pengaruh kita demi orang sekitar.

Maka kita tak lagi bingung dalam menentukan fase hidup kita selanjutnya dalam proses pencarian ini. Bahwa sudah seharusnya kita penuhi diri kita dengan Ilmu pengetahuan agar hidup dapat bermanfaat dan meraih kemenangan serta keberhasilan yang sesungguhnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun