Di dalam Al-Quran, Allah Swt mengklasifikasi manusia menjadi tiga berdasarkan perannya.
Pertama adalah Basyr, Secara etimologi al-basyar berarti kulit, yang digunakan untuk menjelaskan peran manusia sebagai makhluk biologis. Kedua adalah An-Nas, yang secara etimologi berarti manusia, yang digunakan untuk menjelaskan peran manusia sebagai makhluk komunal/sosial. Ketiga adalah insan. Menurut Quraish Shihab, kata insan terambil dari kata uns yang berarti jinak, harmonis dan tampak, yang digunakan untuk menjelaskan peran manusia yang memiliki kapasitas intelektual.
Insan menurut Murtadha Mutahhari telah menjadi pembeda antara manusia dan hewan karena memiliki kemampuan kemampuan berfikir lebih dibanding hewan, karena manusia memiliki kemampuan untuk mengabstraksi partikel pengetahuan-pengetahuan yang ada, dengan mengambil intisari suatu pengetahuan dan mengorelakisan dengan intisari pengetahuan lain.
Selanjutnya, hal yang merupakan pembeda manusia dengan hewan adalah fitrah. Manusia memiliki fitrah yang bersifat hanif atau cenderung kepada kebenaran, alatnya ialah hati Nurani. Murtadha Mutahhari juga menjelaskan bahwa fitrah merupakan pendorong manusia dari alam bawah sadar, yang kemudian pada akhirnya manusia pastilah membutuhkan sandaran dalam hidup.
Kedua hal tersebut merupakan pendorong manusia untuk melakukan kerja-kerja di dunia. Dari dua hal tersebut pula dapat didicermati bahwa sejatinya manusia akan terus progresif dan berkembang. Namun, terdapat satu faktor lagi yang menjadi pembeda manusia dengan hewan. Yaitu kesadaran, yang berguna untuk tidak tunduk terhadap suatu hal, termasuk hawa nafsu.
Progres manusia yang terus berkembang dalam hidupnya itu pada akhirnya menimbulkan tujuan. Tujuan manusia yang berbeda-beda diakomodir oleh manusia dengan kreatifitasnya melalui sebuah wadah yang dinamakan organisasi. Organisasi pun memiliki banyak bentuk dan corak, terdapat organisasi keagamaan, kemanusiaan, perusahaan, dan lain lain. Organisasi juga dapat menggambarkan suatu kesatuan atau kumpulan dari banyak bagian. Sehingga dapat digunakan untuk menjelaskan keanggotaan tubuh maupun alam semesta. Jadi, pada dasarnya memang manusia akan selalu berada di dalam organisasi.
Progresifitas dan perkembangan manusia disibukkan oleh kegiatan atau kerja demi menunjang tujuan hidupnya. Namun, tanpa sadar manusia merupakan orang yang paling merugi. Padahal manusia mengira telah melakukan hal dengan sebaik-baiknya. Mengapa? Karena perbuatan manusia dalam perbuatannya tidak dilandasi keimanan, yang pada hasilnya hanyalah keinginan pada ridha Allah SWT (Subhanahu wa Ta'ala).
Al Husain as (alaihissalam) telah memberikan contoh paling sempurna dalam kerja-kerja manusia di dunia, terutama pada peristiwa Karbala, Irak. Al Husain As. menawarkan suatu konsep yang tidak dimiliki ajaran atau paham lain terutama yang diciptakan oleh manusia, Metrialisme dan komunisme misalnya. Paham tersebut sesungguhnya tidak akan menciptakan suatu kondisi masyarakat atau organisasi yang adil dan makmur, karena akan selalu mempertanyakan keuntungan dalam setiap kerja-kerjanya. Al Husain As. mencontohkan kepada kita sebuah konsep, yaitu keikhlasan. Konsep yang tak lagi berbicara soal apa yang manusia dapat ketika melakukan suatu hal kepada orang lain atau masyarakat luas. Beliau as. telah ridha terhadap keputusan-keputusan Allah SWT, maka Allah SWT ridha terhadapnya. Konsep yang akan membuat seseorang mencapai puncak kemanusiaan, yaitu insan kamil.
Insan kamil akan terus mendorong suatu kondisi organisasi atau masyarakat menjadi adil dan makmur atau kondisi yang selama ini kita cita-citakan.
 Manusia harus kembali merefleksikan peran, fungsi, keistimewaan, dan tujuannya. Terutama bagi mereka yang memiliki Al Husain as. dalam sejarah peradabannya memiliki.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H