Mohon tunggu...
Ria Utami
Ria Utami Mohon Tunggu... Editor - Blogger

Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.” ― Pramoedya Ananta Toer

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Dua Spot di Ngawi yang Wajib Dikunjungi

4 Januari 2019   13:26 Diperbarui: 4 Januari 2019   13:36 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tak pernah terbayang saya mengajak anak-anak liburan ke Ngawi. Selama ini, saya singgah di kota yang berbatasan langsung dengan Jawa Tengah cuma untuk transit ketika ke Jogjakarta. Tak lama. Paling sekitar enam sampai delapan jam. Sekadar untuk melepas penat. 

Tapi, di pertengahan tahun lalu, iseng-iseng saya bertandang ke kota yang terkenal dengan keripik tempenya. Awalnya untuk menjenguk saudara. Lha kok disuruh bermalam sekalian.

Kesempatan itu pun saya pakai untuk menjelajah Ngawi. Ada beberapa tempat yang sempat saya kunjungi. Di antaranya, Kebun Teh Jamus. Letaknya di Kecamatan Sine, sekitar 45 kilo dari Ngawi. Ya, kalau dihitung, butuh waktu 1,5 jam ke sana.

Aksesnya nggak terlalu sulit, kok. Penunjuk arahnya pun mudah dijumpai. Jalannya juga bagus meski makin menyempit ketika sudah memasuki Ngrambe. Pemandangannya, wah jangan ditanya. Aduhai. Apalagi ketika hampir tiba di lokasi. Dengan sawah di kanan kiri serta perbukitan yang mengelilinginya. Udaranya juga sudah terasa sejuk. Beda dengan Kota Ngawi-nya.

Cuma, pastikan BBM kendaraan full tank karena sepanjang Ngawi hingga Kebun Teh Jamus, kami hanya menjumpai sekitar 2 SPBU. Padahal, jalannya kan naik turun dan berkelok saat hampir tiba.

Sebelum memasuki area Kebun Teh, kami membeli tiket masuk Rp 8 ribu termasuk satu paket teh yang terbungkus rapi. Ada beberapa jenis seperti teh hijau, hitam, dan melati.

Kebun teh tersebut memiliki luas wilayah sebesar 478,2 hektare. Luas tanah yang ditanami teh seluas 460 hektare, sedangkan sisanya, yaitu 60,2 hektare, ditumbuhi oleh tanaman pohon dengan batang kayu besar. Dengan adanya pepohonan rindang, kawasan Kebun Teh Jamus terasa semakin sejuk. Meskipun matahari sedang terik-teriknya, tapi udaranya adem dan anginnya kenceng.Sejauh mata memandang, yang terlihat hamparan kebun teh. Uniknya, bukit kecil yang ditanami oleh puluhan tanaman teh itu berbentuk piramida. Pohon teh tertata rapi serta jalan-jalan setapak di samping kiri kanannya membuat sekilas piramida itu berbentuk seperti Candi Borobudur. Karena itu, kebun teh berterasering itu dinamakan Borobudur Hill atau Bukit Borobudur.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Kami sempat berfoto dengan latar belakang bukit itu. Tapi sayangnya nggak sempat naik karena telapak kaki sedang tak bersahabat. Oya, untuk yang suka dengan tantangan udara dingin, bisa juga nyoba berenang di kolam permandiannya. Tentu saja, airnya brrrr...dingiiin. 

Di bawah perbukitan teh itu terdapat hamparan ilalang yang kalo buat spot foto, keren banget. Dari area itu juga tersedia beberapa pos pantau. Pemandangan eksotis pegunungan dan perkotaan dari ketinggian terpancar dari pos tersebut.

Jangan lupa membeli jagung bakar untuk menemani menikmati keindahan alam di sana. Untuk oleh-olehnya, apalagi kalau bukan aneka macam teh yang dikemas.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Tak cuma berwisata alam. Saya sempat mampir ke salah satu peninggalan bersejarah di Ngawi. Namanya Benteng Van Den Bosch. Lokasinya di tengah kota, tak terlalu susah untuk menjangkaunya. Dari alun-alun Ngawi, sekitar 1 kilometer ke arah Timur. Petunjuk arahnya pun cukup jelas.

Setiba di lokasi, saya sempat bertanya-tanya, mana sih bentengnya? Karena, saya cuma melihat gundukan tanah yang ditanami pepohonan hijau. Ternyata, sebuah bangunan megah tampak di baliknya, ketika saya menyeberangi jembatan.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Kita memasuki gerbang berbentuk lengkung. Di dinding dalam pintu masuk, tertempel foto seorang bule. Tertulis di bawah foto, namanya Jendral Van Den Bosch 1830-1833. Dia adalah Gubernur Jenderal Hindia-Belanda yang saat berkuasa di Indonesia menerapkan sistem tanam paksa (cultuurstelsel).

Memasuki lebih dalam lagi, saya mendapati lapangan terbuka yang luas dengan dikelilingi pilar-pilar kokoh layaknya bangunan Belanda. Saya juga sempat memasuki beberapa ruang-ruang di dalam bangunan itu. Sayangnya banyak dinding yang terkelupas catnya, atapnya yang ambruk, dan ruangan yang ditumbuhi ilalang. Tak terawat.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Menurut sejarah yang berkembang, benteng Pendem ini dahulu adalah markas militer dan juga benteng pertahanan pemerintah Hindia Belanda yang dibangun pada tahun 1839 sampai 1845. Pembangunan ini juga bertujuan untuk mempersempit ruang gerak Pangeran Diponegoro dalam perang gerilya. Konon, pada waktu itu, terdapat ratusan pasukan Belanda yang membawa persenjataan lengkap seperti pistol dan meriam.

Di dalam benteng itu terdapat ,makam Muhammad Nursalim, salah seorang anak buah Pangeran Diponegoro. Juga, ada sumur tua yang konon katanya sebagai tempat pembuangan mayat-mayat rakyat setempat yang bekerja rodi membangun benteng ini.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Di bagian belakang lokasi benteng, saya menaiki tanah berbukit yang merupakan tanggul. Di balik tanah berbukit itu tampak hamparan rumput hijau dengan tanah menyerupai lembah. Terlihat gerombolan kambing merumput. Menurut pemandu setempat, area tersebut sebenarnya adalah parit, tapi sudah mengering.
Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Matahari yang terik siang itu tak membuat pengunjung enggan berfoto. Mereka tetap semangat mengabadikan diri di kawasan Benteng. Bahkan, ada beberapa pasangan calon pengantin yang melakukan prewedding.

Aktivitas lain, pengunjung bisa menaiki All Terrain Vehicle (ATV) untuk keliling di area benteng. Jujur saja, saya cukup terganggu dengan keberadaan wahana itu.   

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Ada lagi yang menurut saya mengganggu pemandangan, yaitu warung makan di dalam benteng. Mungkin di sisi lain keberadaan warung itu untuk memudahkan pengunjung yang mencari makanan dan minuman serta bisa menjadi sumber pendapatan warga. Namun, penataannya bisa diatur lagi dengan meletakkannya di luar area benteng. 

Untuk mempercantik benteng,Pemkab Ngawi siap melakukan renovasi. Semoga pemugaran segera tuntas, sehingga bangunan tetap terawat dan menjadi cagar budaya yang bernilai bagi penguatan kepribadian bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun