Memasuki lebih dalam lagi, saya mendapati lapangan terbuka yang luas dengan dikelilingi pilar-pilar kokoh layaknya bangunan Belanda. Saya juga sempat memasuki beberapa ruang-ruang di dalam bangunan itu. Sayangnya banyak dinding yang terkelupas catnya, atapnya yang ambruk, dan ruangan yang ditumbuhi ilalang. Tak terawat.
Menurut sejarah yang berkembang, benteng Pendem ini dahulu adalah markas militer dan juga benteng pertahanan pemerintah Hindia Belanda yang dibangun pada tahun 1839 sampai 1845. Pembangunan ini juga bertujuan untuk mempersempit ruang gerak Pangeran Diponegoro dalam perang gerilya. Konon, pada waktu itu, terdapat ratusan pasukan Belanda yang membawa persenjataan lengkap seperti pistol dan meriam.
Di dalam benteng itu terdapat ,makam Muhammad Nursalim, salah seorang anak buah Pangeran Diponegoro. Juga, ada sumur tua yang konon katanya sebagai tempat pembuangan mayat-mayat rakyat setempat yang bekerja rodi membangun benteng ini.
Di bagian belakang lokasi benteng, saya menaiki tanah berbukit yang merupakan tanggul. Di balik tanah berbukit itu tampak hamparan rumput hijau dengan tanah menyerupai lembah. Terlihat gerombolan kambing merumput. Menurut pemandu setempat, area tersebut sebenarnya adalah parit, tapi sudah mengering.
Matahari yang terik siang itu tak membuat pengunjung enggan berfoto. Mereka tetap semangat mengabadikan diri di kawasan Benteng. Bahkan, ada beberapa pasangan calon pengantin yang melakukan
prewedding.Aktivitas lain, pengunjung bisa menaiki All Terrain Vehicle (ATV) untuk keliling di area benteng. Jujur saja, saya cukup terganggu dengan keberadaan wahana itu.
Ada lagi yang menurut saya mengganggu pemandangan, yaitu warung makan di dalam benteng. Mungkin di sisi lain keberadaan warung itu untuk memudahkan pengunjung yang mencari makanan dan minuman serta bisa menjadi sumber pendapatan warga. Namun, penataannya bisa diatur lagi dengan meletakkannya di luar area benteng.
Untuk mempercantik benteng,Pemkab Ngawi siap melakukan renovasi. Semoga pemugaran segera tuntas, sehingga bangunan tetap terawat dan menjadi cagar budaya yang bernilai bagi penguatan kepribadian bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Trip Selengkapnya