Mohon tunggu...
Ria Utami
Ria Utami Mohon Tunggu... Editor - Blogger

Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.” ― Pramoedya Ananta Toer

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Budayakan Makan di Rumah, Lebih Sehat dan Hemat  

31 Mei 2015   16:42 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:25 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Angka kematian akibat penyakit tidak menular (PTM) seperti hipertensi, stroke, dan diabetes melitus meningkat. Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Ekowati Rahajeng, mengatakan, penyakit tidak menular sangat berkaitan dengan gaya hidup tidak sehat. (Kompas, 26 Mei 2015). Salah satu syarat utama untuk hidup sehat adalah mengonsumsi makanan yang cukup, bermutu, dan aman.
Prinsip makan sehat sebenarnya sederhana, yaitu bagaimana kita mengonsumsi makanan sesuai kebutuhan, menjaga komposisi zat gizi, mengolahnya secara sehat, dan mematuhi waktu makan. Mudah? Ya. Tapi, ternyata sulit diaplikasikan. Salah satu faktornya adalah gaya hidup yang menuntut semua serba terburu-buru dan instan.
Apalagi, fasilitas delivery order. Ketika lapar melanda, tinggal angkat telepon, pesan makanan, dan menu pilihan pun segera tiba di depan mata. Praktis. Tapi, bagaimana dengan kualitas makanannya?
Saya sendiri suka jajan di warung atau restoran. Apalagi kalau ada yang mentraktir. Hehe...Selain itu, kalau makan di restoran yang tergolong wah dan sedang ngetren, rasanya ada kebanggaan tersendiri. Bisa pamer fotonya ke teman-teman melalui sosial media.
Namun, seiring dengan pemberitaan di media mengenai pemakaian bahan-bahan pangan yang tidak aman, membuat saya ngeri dan berpikir dua kali untuk jajan di luar. Mau beli nasi pecel, misalnya. Memang bergizi karena terdiri atas sayuran. Namun, apakah penjualnya sudah mencuci bersih sayurannya sehingga bebas dari pestisida dan bakteri. Belum lagi rempeyeknya, apakah digoreng menggunakan minyak baru, bukan yang sudah berkali-kali dipakai? Bagaimana dengan higienitas piring dan sendok-garpunya?

[caption id="attachment_368594" align="aligncenter" width="300" caption="Yummy...tapi apa terjamin kebersihan dan kualitas bahan-bahannya?"][/caption]

Daripada terus dihantui ketakutan-ketakutan itu, saya lebih memilih makan di rumah dan membawa bekal untuk ke kantor. Memang sedikit repot dan butuh waktu karena harus belanja dan mengolahnya. Tapi, kita bisa memilih sendiri bahan makanan yang tentu baik. Misalnya, pakai sayuran dan buah organik, ikan segar, bumbu alami tanpa penyedap (MSG), atau gula rendah kalori.
Menanamkan budaya makan masakan dari rumah juga saya terapkan pada anak-anak. Saat sekolah, mereka saya beri bekal. Ternyata, selain sehat, memasak makanan sendiri lebih hemat daripada beli di warung atau restoran.

[caption id="attachment_368618" align="aligncenter" width="300" caption="makan lahap masakan ibu plus minum susu Hi-Lo School"]

1433063830232022536
1433063830232022536
[/caption]

Konsisten tanpa Daging
Oia, saya juga memilih untuk tidak makan daging sejak tiga tahun lalu. Awalnya memang sulit. Apalagi, sebelumnya, saya termasuk ''pemakan'' segalanya. Tapi, saya tahu diri. Usia sudah kepala tiga, kerap merasa capek, tulang punggung sering sakit, kulit kusam, dan naik turun tangga ngos-ngosan. Pertanda harus waspada. Selain rutin olahraga, saya pun berkomitmen untuk mengucapkan selamat tinggal pada makanan berdaging.
Anak-anak pun sudah mulai mengerti untuk lebih memilih makan sayur ketimbang daging. Mereka sedikit demi sedikit menolak makan daging. Ya, kita pun bisa jadi health agent, paling tidak untuk keluarga.
Banyak teman bertanya, bagaimana rasanya tidak makan daging? Apa tidak lemas? Ternyata, setelah tidak makan daging, badan terasa lebih ringan dalam bergerak. Tidak gampang capek. Bahkan, saat hamil anak ketiga, saya tetap menerapkan pola makan tanpa daging dan hasilnya, tubuh bugar hingga melahirkan.

[caption id="attachment_368616" align="aligncenter" width="300" caption="Selama hamil, ngidamnya jalan-jalan terus"]

14330635231873446697
14330635231873446697
[/caption]

[caption id="attachment_368617" align="aligncenter" width="300" caption="tetap rutin olahraga di usia kehamilan hampir 9 bulan"]

1433063672324776690
1433063672324776690
[/caption]

Pola makan ini ternyata menguntungkan untuk saya yang sedang menyusui. ASI jadi melimpah. Tak hanya itu, pengeluaran untuk makan jadi makin hemat. Belanja sayur kan lebih murah ketimbang daging.

[caption id="attachment_368619" align="aligncenter" width="300" caption="nemenin ibu belanja sayur dan buah segar"]

14330639561607415354
14330639561607415354
[/caption]

Tapi, apa enaknya makan dengan menu hanya sayuran? Beberapa menu favorit saya, nasi pecel dengan lauk tempe mendoan, sayur bayam plus lauk bakwan jagung, cah brokoli jamur, terong krispi, pepes tahu, gado-gado. Silakan dicoba.

Tulisan diikutkan dalam #Health Agent: ''Sharing Inspiration'' Blog Contest oleh Nutrifood

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun