Mohon tunggu...
Ria Utami
Ria Utami Mohon Tunggu... Editor - Blogger

Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.” ― Pramoedya Ananta Toer

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Baca Buku itu Fun

21 Januari 2015   23:03 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:39 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Books are fun

Books are great

Let’s sit down

with a book today….


Secuplik lagu yang dinyanyikan Barney and Friends itu sangat inspiratif. Di tengah bombardir acara-acara TV dan game di gadget yang seru, masih ada ajakan untuk baca buku bagi anak-anak melalui film animasi Barney and Friends.


Jujur aja, saya pribadi sangat khawatir dengan perilaku anak-anak sekarang yang lebih demen (atau bangga, ya) nenteng gadget ketimbang bawa buku. Belum lagi, di beberapa rumah tangga, mematikan TV ibarat haram hukumnya. Lha wong nyala terus 24 jam.


Dibesarkan di tengah keluarga pendidik, membuat saya lebih akrab dengan buku. Kebiasaan baca buku sudah diterapkan sejak kecil. Bahkan, kalau setiap ulang tahun, hadiah dari papa selalu sama, yaitu buku. Simpel banget ya. Haha…

Bukunya macam-macam, mulai buku cerita anak hingga remaja sesuai usia sih. Hingga buku-buku kepribadian, seperti karangannya Dale Carnegie ketika menginjak SMA.


Saat duduk di SD pun saya sering bertukar buku cerita sama teman-teman. Jadi, lebih hemat. Hihihi…

Entah mengapa, dulu, teman-teman SD sangat addict sama buku. Cuma, teman-teman lebih suka buku cerita, seperti, Lima Sekawan, Malory Towers, St Clare, Detektif Cilik, Trio Detektif. Berasa keren gitu deh kalau baca buku-buku Enid Blyton dan Alfred Hitchcock.


Bahkan, dulu, saya dan teman-teman SD terinspirasi bikin geng lima sekawan. Satu lagi yang nggak terlupakan, kami bikin piknik tengah malam ketika sedang ada acara sekolah dan ke-gap sama guru-guru. Pinginnya kayak siswa siswa Malory Towers gitu deh. *tepok jidat*


Oia, buku yang saya baca kebanyakan dari perpus sekolahnya papa yang memang superlengkap dan update. Benar-benar ngirit ya. (Eh, jangan-jangan itu trik dari papa supaya nggak keluar jatah untuk beliin buku baru, ya).


Masuk SMP, saya tergila-gila sama buku Lupus. Sosok yang ditulis oleh Hilman itu di mataku asyik bangeeet. Makanya, pas masuk SMA, saya gabung di klub reporter pelajar dan punya cita-cita jadi wartawan kelak (dan ternyata bener jadi wartawan). Wkwkwk…


Zaman memang sudah berubah. Kecanggihan teknologi seakan makin memanjakan penggunanya. Demikian juga dengan acara-acara di TV yang kerap meninabobokan pemirsanya.


Mau cari sebuah informasi, tinggal klik mbah Google. Baca buku pun bisa melalui media apa saja. Makin gampang dan praktis. Saya sendiri pernah dapat protes dari Edo, ’’Ibu, kenapa sih kok Edo nggak dibolehin sering-sering mainan iPad? Di iPad kan Edo juga belajar. Trus, kenapa kok nonton TV cuma dua jam sehari?” Haha…*ibuknya sadis, ya…* Mungkin saja saya yang lebay.


Tapi, itu memang komitmen saya untuk tidak membuat anak bergantung pada gadget dan TV. Sebagai gantinya, kegiatan baca buku harus menjadi sebuah habit untuk mereka.


Kenapa? Menurut saya, menurut saya loh ya, cerita dalam buku terangkai dengan kata-kata yang memiliki alur dan mengandung makna. Jadi, paling nggak, anak-anak terbiasa dengan pola pikir yang runtut. Selain itu, dengan membaca, pikiran kita dibiarkan berimajinasi lepas dan tak terbatas.


Nggak cuma itu, alasan saya mengajak anak-anak mencari informasi melalui buku adalah memberikan pelajaran bahwa dalam mengerjakan sesuatu tidak ada yang instan. Butuh sebuah proses. Kita harus mencari bukunya terlebih dulu, membacanya, dan menemukan inti sari dari bacaan tersebut, kemudian baru menuliskan informasi yang telah kita dapatkan. Bukan tinggal klik copy paste seperti yang kerap dijumpai pada anak-anak sekolah sekarang kalau mengerjakan tugas melalui internet. Hihihi…


Oia, ada satu hal lagi yang bikin saya getol menggaungkan baca, baca, dan baca pada anak saya adalah nggak pengen matanya kena radiasi cahaya kalau kebanyakan utak atik gadget dan nonton TV. Menurut sebuah tulisan dari majalah, radiasi sinar yang dipancarkan dari gadget dan TV nggak baik untuk kesehatan mata. Katanya sih, bisa bikin mata cepat rusak sehingga harus pakai kacamata. Oh super big NOOOO…


Eh, si kutu buku bukannya banyak yang berkacamata? Haha…iya lupa. Tapi, kalau bacanya di tempat yang terang bukannya aman ya untuk mata? Entah lah, yang pasti, sampai sekarang, mata kedua anakku masih sehat, demikian juga saya yang memang sangat jarang mantengin TV dan gadget dalam waktu lama.


Trus, gimana supaya habit baca buku itu tertanam pada anak?


Kalau saya sih, lebih suka memberikan contoh langsung ketimbang menyuruh. Misalnya, kebiasaan baca koran di pagi ditiru oleh Edo sejak usianya belum satu tahun.

Ceritanya di Sini


Di rumah, saya nggak nonton TV atau mainan iPad, tapi baca. Nunggu anak les atau sekolah sambil baca, bukan sambil bbm-an.

Saya juga menyempatkan untuk baca cerita dan mendongeng sebelum ngantor. Pengalaman ini ada

di mari

Oia, selain ke toko buku, saya sering ajak anak-anak ke perpustakaan. Mereka bisa baca sepuasnya. Gretong. Asyik kaaan…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun