Sejak saya mulai mengikuti perjalanan Timnas Indonesia, posisi striker adalah salah satu posisi yang selalu bikin "pusing" para pelatih. Indonesia memang pernah punya striker - striker hebat. Tapi sayangnya jumlahnya masih sangat terbatas. Ketika saya mulai mengikuti perjalanan Timnas sejak tahun 90-an, sudah ada nama Widodo. Tapi sayang, widodo tidak punya tandem yang sepadan. Rocky putiray penampilannya masih kurang. Feri sandria yang merupakan topskor liga Indonesia I (CMIIW), penampilanya belum konsisten.
Pasca era widodo, Indonesia memiliki penerus dalam diri Kurniawan Dwi Yulianto. Tapi lagi - lagi munculnya si kurus tidak diikuti striker - striker lain yang sepadan, sehingga barisan depan Timnas masih belum menakutkan lawan. Hingga kemudian muncul BEPE, sayang ketika Bepe mulai matang, si kurus justru mulai menuai. Jadilah Bepe tanpa tandem yang sepadan juga.
Lalu bagaimana sekarang? Ternyata, Nil Maizar (pelatih saat ini) juga masih dipusingkan dengan striker. Hanya bedanya, kalau dulu para pelatih pusing karena minimnya para striker, Nil justru dipusingkan karena banyaknya striker potensial yang dimiliki Indonesia. Siapa sajakah mereka? Yuk, kita "kulitin" satu persatu.
1. Boaz Salossa.
Pencetak gol terbanyak boleh dikuasai Bepe. Tapi untuk skill terbaik, maka Boazlah orangnya. Pemain kelahiran 1986 (26 tahun) ini adalah salah satu striker dengan skill terbaik yang pernah dimiliki oleh Indonesia. Sayangnya, saat ini Boaz sangat rentan cedera. Kalau Boaz dalam kondisi fit, hanya pelatih gila yang menyingkirkannya dari Timnas (pelatih gila itu inisialnya Alfred Riedle). Ada yang bilang kalau Boaz tidak suka membela Timnas sehingga sering bertindak indisipliner. Terus terang saya tidak percaya. Ingat, ketika PSSI kembali memanggil para pemain ISL pasca pelarangan, Boazlah yang pertama kali menyatakan kesiapannya untuk membela Timnas. Jawaban Boaz ini yang menginspirasi trio Papua untuk bergabung dengan Timnas. Seandainya Boaz tidak sedang cedera parah, saya yakin dia akan bergabung dengan Timnas saat ini.
2. Andik Vermansyah.
Memasuki tahun 2011 lalu, media banyak menyoroti tentang pemain muda terbaik yang akan menjadi bintang di masa depan. Saat itu, ramai - ramai media mengangkat nama Syamsir Alam. Tapi justru Andik Vermansyah yang kini menyita perhatian. Diusianya yang masih 20 tahun, Andik sudah punya skill yang oke. Cepat, drible bola yang di atas rata - rata menjadi garansi satu tempat di Timnas Indonesia. Selain itu, kemampuan Andik yang bisa bermain di banyak posisi, memudahkan pelatih untuk menggesernya ke sektor sayap ketika posisi striker sudah penuh. Seperti yang dilakukan oleh RD di Sea Games tahun lalu.
3. Ferdinand Sinaga.
Tahun 1976, Anjas Asmara gagal dalam mengeksekusi pinalti ke gawang Korut sehingga Indonesia gagal lolos olimpiade. Tapi justru pasca kegagalan itu, Anjas asmara menjadi pemain hebat yang melegenda. Sea Games 1997, Uston Nawawi juga mengalami nasib serupa. Tapi pasca itu, Uston menjadi playmaker Timnas yang tak tergantikan. Ferdinand Sinaga juga gagal dalam eksekusi adu pinalti pada final sea games 2011. Tapi kegagalan itu akan menjadikan Ferdinand kian matang. Setidaknya itu sudah dibuktikan dengan menjadi top skor sementara IPL. Dengan pelatih sekaliber Nil Maizar yang notabene mantan pelatihnya di Semen Padang, kemampuannya akan lebih matang.
4. Patrich Wanggai.
Wanggai adalah tipe striker murni yang bertugas sebagai target man. Kemampuannya tidak diragukan lagi. Keberaniannya untuk melawan KPSI juga menjadi nilai tersendiri. Satu golnya ke gawang Inter Milan adalah bukti kualitas seorang Wanggai.